Senin, 30 Januari 2012

novel " TENTANG RINDU 2" bag 4

oleh Gurindam Kelana pada 31 Desember 2011 pukul 16:39
Pahamlah kini Har mengapa Pak Haris mengatakan ia satu tarombo dengan opung boru Dinda. Pak Haris juga meminta Har menuliskan beberapa umpasa batak. Ober pun memberikan pena dan buku pada Ha. har mulai menulis, Pak Haris menerangkan beberapa nasehat dari Sibogotnipohan dalam bentuk umpasa (sejenis pantun atau gurindam) sebelum menjelang ajalnya. Sibogotnipohan berpesan kepada anak – anaknya.“ai met – met bulung baja, met – met do bulung ni bane – bane, ndang adong laba ni namarbada, alai lekketan do na mar dame – dame” (pengertiannya adalah harus baik dan saling menyayangi, jauhkan perselisihan, cintai perdamaian)“aek godang do aek laut, dosniroha do sibahen nasaut” (pengertiannya satu hati alalu musyawarah dalam setiap pekerjaan agar tercapai tujuan)“asa unang lupa horbosian barana, sai unang ma peut ulos sian sakkotanna” (pengertiannya adalah tidak meninggalkan adat dan hukum pada adat batak dalam rangka menghadapi dongan tubu, hula – hula, boru serta ale – ale)“pattun do hangoloan, tois do hamagoan” (pengertiannya adalah harus berlaku sopan santun sesama manusia)

Pak Haris juga menerangkan bahwa garis keturunan pada adat batak bertumpu pada marga anak laki – laki. Setelah selesai Har menulisnya, tak lama ia pun pamit untuk pulang pada keluarga Pak Haris. Malamnya Har dibantu dengan Ober di rumahnya membuat lagu itu. Tak lama lagu itu pun selesai, Har mengulangnya beberapa kali. Ober coba membenarkan pengucapannya atau lafal yang diucapkan Har agar tidak terdengar janggal. Lagu itu diberi judul “Tona Sian Omputa” (pesan leluhur).
Adapun liriknya sebagai berikut :

Tona Sian Omputa
Cipt. Iwan Sekopdarat
C G C
Ai met – met bulung baja, met-met do bulung ni bane-bane
C F C G C
Ndang adong laba nimarbada, alai leketan do mardane dame 2x

Aek godang do aek laut, dosniroha sibahen nasaut 2x

Reff o…..hamu dongan unang ho lupa, tona sian

Tona sian, omputa sibogotnipohan 2x

Asa unang lupa, horbosian barana

Sai unang ma peut ulosna, sian kakkotan na 2x

Pattun do hangoluan, tois do hamagoan 2x

o…..hamu dongan unang ho lupa, tona sian

Tona sian, omputa sibogotnipohan 2x

Keesokan malam baru Har menelepon Dinda, Har mengatakan bahwa lagu itu sudah siap. Dinda tak percaya dan meminta Har untuk menyanyikan lagu itu lewat HP, walau Dinda tidak begitu mengerti Dinda sangat senang mendengar lagu itu. Dinda meminta Har untuk mengulangi lagu tersebut. Har bernyanyi kembali. Setelah Har selesai bernyanyi, Har pun menceritakan bagaimana ia membuat lagu itu, dengan bertanya pada Pak Haris ayahnya Ober dan juga Ober. Dinda pun mendengarkannya dengan seksama, dengan usaha seperti itu Dinda makin mengagumi Har.
Liburan kenaikan kelas bagi Har dan liburan semester bagi Dinda diisi dengan kegiatan masing – masing dari fakultasnya. Liburan kali ini ia mendapat tugas kuliah dengan penelitian hingga tak mungkin Dinda pulang ke Batam. Sementara liburan kali ini Putri, ibunya Har yang berkunjung ke Dabosingkep sekedar rekreasi melihat – lihat pemandangan yang masih alami beserta pantai yang masih asri di Dabosingkep. Har menemani ibunya berjalan – jalan melihat beberapa tempat rekreasi di Pulau Singkep, baru setelah kelulusan Har, Dinda dan Har bertemu kembali di Batam. Har dan Azizah lulus dengan nilai yang sangat memuaskan sementara Dinda naik ke tingkat 3, dua tahun sudah mereka tidak bertemu, membubung rasa rindu, di saat bertemu mereka saling bercanda bercerita pengalaman masing – masing dan merangkai hari penuh cinta. Har bersedih ketika Dinda mengatakan ayah dan ibunya akan pindah ke Kisaran. mereka sudah semakin tua, sementara biaya kebutuhan hidup di Batam sangat tinggi, areal pertanian pun tidak ada, diganti dengan areal industri yang mempekerjakan karyawan – karyawan yang masih muda. Di kisaran ayahnya membeli beberapa hektar lahan pertanian dari hasil tabungannya bersama istrinya. Ayahnya ingin berladang/berkebun di hari tuanya. Sewaktu Dinda kuliah di Medan, Dinda juga sering berkunjung ke rumah neneknya (ibu dari Siska). Dinda juga merasa kerasan tinggal di Kisaran, jauh dari hingar bingar kota seperti di Medan.
Dinda coba menghibur Har yang bersedih mendengar ceritanya, setidaknya mereka masih bisa berhubungan lewat telepon dan Dinda berjanji akan selalu menunggu Har di Kisaran meminangnya setelah Har tamat kuliah dan mendapat pekerjaan yang tetap, Har diminta ibunya untuk kuliah di Jogja dan tinggal dengan kakeknya (ayah Putri) di sana. Har tak sempat mengantarkan Dinda dan sekeluarganya ke pelabuhan karena akan pindah ke Kisaran. har duluan berangkat ke Jogjakarta dengan pesawat udara, ia harus mengurus pendaftarannya untuk masuk ke salah satu Perguruan Tinggi. Dinda mengantar Har ke Bandara Hang Nadim Pulau Batam. Seminggu setelah itu baru Dinda sekeluarga berangkat menuju Medan dan menetap di Kisaran. putri sempat menitikkan air matanya ketika mengantar sahabatnya bernagkat. Putri dan Siska saling berpelukan. Reno pun menjabat erat tangan Putri. Tak lupa Putri ibunya Har memeluk Dinda, diantara para sahabatnya hanya Putrilah yang kini bertahan. Frans pun sekeluarga 2 tahun yang lalu pulang ke kampung halamannya di Palembang. Sehari sebelum keberangkatan Har, Har membuatkan lagu untuk Dinda, malamnya Har langsung menyanyikannya untuk Dinda. Malam itu Dinda sangat bahagia sebab lagu yang dibuat Har khusus untuknya, lagu itu pun Har beri judul “Dinda”. Dinda sangat menyayangi Har dari dulu rasa itu tak pernah berubah malah makin bertambah. Dengan sikap Har yang selalu melindunginya, Har pun demikian, kini mereka terpisah oleh lautan nan biru.
Adapun lirik dari lagu itu sebagai berikut:








DINDA
Cipt. Iwan Sekopdarat

DMY AMY B AMY DMY
Celah rindu bergelora, hanyalah padamu Dinda
DMY AMY B G C AMY
Setulus aku menyinta, hanyalah padamu Dinda
G B AMY DMY G B AMY
Reff Malam ini rindu bergelora, hanyalah untukmu Dinda
G B AMN DMY
Rasa ini setulus menyinta
G B AMN
Hanyalah padamu Dinda
A D B
Seindah bulan dan bintang
G A
Ku rindu engkau pujaan
AMY DMY AMY DMY AMY
Terpisah laut nan biru, ku merindu hooo huoo o..o

Tak terasa sudah setengah tahun Har tinggal di Jogja bersama kakek dan neneknya, tantenya pun tinggal bersama mereka. Tantenya menikah dengan seorang pengusaha namun belum dikaruniani seorang anak, tante Har bernama Adinda, nama yang sama dengan kekasih Har yaitu Dinda. Hari kuliah di Universitas Gajah Mada, difakultas Kedokteran sama seperti ibunya. Har ingin menjadi seorang dokter yang mengabdikan hidupnya untuk masyarakat dibidang pelayanan kesehatan. Azizah tidak melanjutkan kuliah, di Batam Azizah ikut kursus komputer dan bahasa asing. Azizahlah kini yang sering menemani Ibu Har di Batam walau rumah mereka bersebelahan, Azizah tinggal bersama maklongnya (Putri), karena Putri kini sendiri. Pajar ayahnya masih tetap dibengkel sepeda motor, malah usaha bengkel ayahnya semakin sukses.
Dindapun mengatakan ayahnya (Reno) kini mulai mengerjakan ladang yang dibelinya dengan menanami pohon sawit, ibunya Dinda (Siska) juga mencari kesibukan dengan berjualan cabe dan sayur mayur di pasar Kartini, demi menambah uang belanja dan kebutuhan kuliah Dinda. Disaat Har berjalan – jalan santai di Malioboro, Har melihat temannya yang satu universitas dengannya namun lain fakultas sedang mengamen menggunakan gitar. Temannya itu bernama Handoko, selesai mengamen Har mengajak Handoko untuk duduk sekedar minum jus disekitar Malioboro, disaat sedang santai minum har meminjam gitar Handoko, dan Har menyanyikan salah satu lagu ciptaan Her yang berjudul “cukuplah semua dihati”, Handoko sangat kagum mendengar suara Har yang sangat berkarakter itu, ia memuji suara Har setelah Har selesai bernyanyi, bukan hanya Handoko saja yang kagum dengan suara Har, orang tersebut bergabung duduk dimeja Har dan Handoko. Orang tersebut mengenalkan dirinya dengan nama Taufik, lebih tepatnya pak Taufik, karena umurnya sebaya dengan ibunya Har. Ternyata pak Taufik seorang produser rekaman musik yang bertempat di Jakarta, pak Taufik ke Jogja dalam rangka urusan kerja, dan sekedar rileks jalan – jalan di Malioboro, mendengar suara Har yang berkarakter pak Taufik mengajak Har untuk ikut dengannya ke Jakarta dan rekaman distudionya, ia menanyakan pencipta lagu tersebut, Har mengatakan bahwa penciptanya telah lama meninggal dunia, pak taufik hanya mengangguk – anggukkan kepalanya lalu ia meminta keputusannya besok pagi karena siangnya pak Taufik akan kembali ke Jakarta. Har sangat senang mendapat tawaran itu, Handoko pun mendukungnya, malamnya Har berembuk keluarga, kakek dan neneknya serta tante dan omnya setuju Har pergi ke Jakarta, Har pun lewat telpon meminta pendapat ibunya, Azizah juga Dinda tentang rencananya itu, mereka semua mendukung Har dan menyetujui Har tak lupa mereka semua mendo’akan Har semoga berhasil.
Siangnya Har dan pak Taufik kembali ke Jakarta, Har menjajal suaranya di studio rekaman musik pak Taufik dengan singlenya “cukuplah semua dihati”. Ternyata single itu mendapat tanggapan positif dari masyarakat. Masyarakat sangat senang dengan lagu itu, tawaran manggung pun disana sini. Semua stasiun tv mengundang Har untuk manggung diacaranya, kini Har menjadi seorang selebritis, pundi – pundi uang mengalir kekantongnya, tak lama Har pun mengeluarkan albumnya, beberapa lagu Her mengisi album itu. Semua lagu – lagu yang ada dialbum itu menjadi hits terpopuler, dua tahaun Har berkecimpung didunia musik tanah air, Har kini sangat dikenal, namanya berkibar ditanah air. Sebagai artis yang sangat terkenal, keluarga Har sangat bangga dengan kesuksesan Har, apalagi Putri, ia menangis ketika Hari putranya menyanyikan lagu – lagu ciptaan Her ditelevisi dengan penuh penjiwaan Har menyanyikan lagu tentang rindu yang diciptakan Her untuk Putri semasa hidup Her. Teringat kembali kenangan silam bersama Her, bilir – bilir airmata jatuh diwajah Putri yang mulai menua dengan garis keriput diwajahnya.
Dinda pun terharu ketika melihat Har ditelevisi menyanyikan lagu dengan lirik yang romantis yang diciptakan Har sendiri khusus buatnya. Setelah dua tahun di dunia entertainer, Har kembali ke Batam dengan hasil bernyanyi ia membangun sebuah mesjid tak jauh dari areal pemakaman tempat Her dan Benu ayahnya dimakamkan. Pada peletakan batu pertama Har mengundang sesama sahabat – sahabat Her dan juga sahabat – sahabat ibunya, dengan menanggung semua perongkosan mereka. Tunai sudah amanah yang dipesankan Her semasa hidupnya kepada Putri lewat Hari yang mengangkat lagu – lagu ciptaan Her tentang rindu. Lalu mereka bersama – sama berziarah ke makam Benu suami Putri dan Her yang dulu pernah mengisi hari – hari Putri sebagai sahabat hatinya semua, kini mereka semua sudah mulai menua. Dengan banjirnya tawaran manggung disana sini membuat Har kewalahan membagi waktu antara jam manggung dengan kuliahnya.
Akhirnya Har memutuskan untuk terus melanjutkan kuliahnya karena memang dari kecil Har bercita – cita ingin jadi seorang dokter seperti ibunya. Har mengundurkan diri dari dunia musik tanah air dan menekuni kuliahnya sampai meraih gelar dokter. Setelah menjadi dokter Hari ditugaskan di Kisaran tempat dimana kini Dinda dan keluarganya menetap. Setahun setelah bertugas Hari pun melamar Dinda sebagai istrinya. Hari mendengar kabar dari ibunya bahwa Azizah telah hidup bahagia bersama Firman suaminya. Ayah Dinda pun (Reno) kini menjadi seorang petani yang sukses dibantu Dinda mengolah lahan pertanian dengan benar dan hasil panen yang optimal.
Akhirnya Hari dan Dinda menikah, mereka hidup bahagia karena sudah mulai menua, Hari meminta ibunya untuk tinggal bersama mereka. Putri pun sangat bahagia dapat berkumpul bersama anak dan menantunya di hari tuanya. Putri pun berdoasemoga Tuhan Yang Maha Kuasa melimpahkan rahmat dan hidayahnya bagi keluarganya tercinta.
Tentang rindu, suatu hal yang sangat terindah untuk dikenang.

TAMAT
Tentang rindu II bag.3
Padahal sebelumnya Har bingung ingin menyanyikan lagu apa. Har tidak begitu mahir dalam menciptakan lagu. Ibu Har yang mengetahui masalah itu segera mengambil gitar dan buku lagu dalam lemarinya. Semenjak kepergian suaminya, Putri menyimpan gitar dan buku lagu itu, jika kelak Hari bisa dengan piawai bermain gitar mungkin inilah saat yang tepat bagi Putri menjelaskan semuanya pada Har tentang gitar, buku dan kisah Her. Hari terharu mendengar cerita ibunya, bersama ibunya Hari berziarah ke makam Her yang tak jauh dari makam ayahnya ia membersihkan makam keduanya. Ia membersihkan makam keduanya tak lupa berdoa semoga ayahnya dan Her diterima Yang Maha Kuasa. Putri mengajarkan lagu – lagu yang ada di buku itu pada Har, tidak sulit bagi Har menguasai lagu – lagu ciptaan Her karena Har memang piawai dalam memetik senar gitar, ia mempelajari 2 lagu yang ada di buku itu berulang – ulang karena lagu itu ingin dipersembahkannya kepada sahabatnya Dinda. Adapun kedua lagu itu berjudul “lebaran sebentar lagi” dan “bulan bahagie” karena acara perpisahan sekolah berdekatan dengan menyambut datangnya bulan suci ramadhan karena itu Har memilih kedua lagu ini yang bernuansa bulan ramadhan.
Adapun lirik lagunya sebagai berikut:





Lebaran Sebentar Lagi
Cipt. Iwan Sekopdarat
C
Lebaran sebentar lagi, hai lebaran sebentar lagi
F C
Minal aidin walfaidzin
G C
Mohon maaf lahir batin 2x
F C
Setelah puasa di bulan ramadhan
G C
Tiba saat di hari kemenangan
F C
Setelah puasa di bulan ramadhan
G
Yang kita jalankan

G A F
Reff Oh lebaran sebentar lagi
G C A F
Minal aidin walfaidzin, oh lebaran sebentar lagi
G C
Maafkan lahir dan batin 2x
( Lagu “Lebaran Sebentar Lagi” bisa di lihat dan di dengar di youtube di pencarian Iwan Sekopdarat )

Bulan Bahagie
Cipt. Iwan Sekopdarat
Amn
Ayah emak sanak saudare, kejap lagi kan puase
E
Riang hati yang tak terkire, kejap lagi hari raye
Amn
Selua baju baru semue, gaye macamlah laksmane
A
Adek kakak kawan semue, itu bukanlah utame

E
Tak baru pon tak la mengape, mantapkan iman di dada
A
Puase penoh semue, ikhlaskan berlapang dade
D A
Yang penteng bersehkan hati saleng memaaf
E A
Salam memberi bia selamat di hari nanti
D A E
Jaohkan iri dan dengki apelagi dendam di hati
A
Bia selamet di hari nanti
A E A
Reff Ayah emak sanak saudare adek kakak kawan semue
E A
Kejap lagi bulan puase kejap lagi hari raye
Amn E Amn
Ayah emak sanak saudare adek kakak kawan semue
E Amn
Ikhlaslah berlapang dade menyambut bulan bahagie
Amn E
Jangan peneng, jangan teleng apelagi sampai bebuneng
Amn
Gaye samseng duet celeng jage mate jangan juleng

( Lagu “Bulan Bahagie” bisa di lihat dan di dengar di youtube di pencarian Iwan Sekopdarat )

Dinda sangat bahagia mendengar lagu yang dibawakan Har untuk dirinya, acara perpisahan kakak kelas di SMP itu berjalan dengan lancar.
Tidak terasa sekarang Dinda telah duduk di bangku Sekolah Menengah Umum kelas dua jurusan IPA. Sementara Hari dan Azizah duduk di kelas 3 SMP, hari ini adalah hari pertama mereka libur panjang selesai kenaikan dan kelulusan sekolah. Hari dan Azizah lulus dengan nilai yang memuaskan begitu juga dengan Dinda yang sekarang naik ke kelas 3 dengan nilai yang membanggakan. Ayah Azizah, Pajar menginginkan Azizah melanjutkan sekolahnya di kampung halaman ayahnya Dabosingkep, selain biaya sekolah yang mahal di Batam Pajar tak ingin Azizah terikut arus pergaulan anak sekarang yang menjurus ke arah yang negatif. Azizah pun menuruti kemauan ayahnya, berat hati Azizah berpisah dengan saudaranya Har dan sahabatnya Dinda. Hari ini Dinda ke rumah Azizah,ia ingin membelikan Azizah hadiah berupa kenang – kenangan karena Azizah akan pergi ke Dabosingkep melanjutkan sekolahnya. Dinda meminta Azizah menemaninya membelikan hadiah itu di pusat perbelanjaan di muka kuning. Tak lupa Dinda pun meminta Har untuk menemani mereka. Dari rumah Har Azizah menelepon ibu Har yang biasa dipanggilAzizah dan Dinda dengan sebutan “mak long”, Putri ibu Hari mengizinkan Hari menemani Azizah dan Dinda. Mereka pun pergi ke pusat perbelanjaan yang berada di kawasan muka kuning dengan menggunakan taksi. Setelah berbelanja beberapa cenderamata buat Azizah, mereka pun berniat pulang ke rumah. Azizah selalu mengolok – olok Dinda dan saudaranya. Azizah tau Dinda menaruh hati pada Har. Har dan Dinda hanya tersenyum mendengar canda Azizah apalagi Azizah mengetahui bahwa Dinda meminta dengan sangat kepada Har untuk tidak memanggil dirinya dengan sebutan kakak. Har pun memanggil Dinda dengan sebutan nama saja. Diam – diam Har pun menaruh hati juga pada Dinda, namun Har malu untuk mengungkapkannya karena mereka masih anak ingusan ddan belum pantas bercerita tentang rasa, Har menyimpannya dalam hati.
Selesai berbelanja, Har, Dinda dan Azizah berjalan keluar dari areal pusat perbelanjaan menuju jalan raya, di simpang muka kuning mereka berniat menunggu taksi. Beberapa taksi yang di stop mereka tidak berhenti karena memang penumpangnya sudah penuh, dari arah belakang Har mendengar suara orang memanggilnya “Har tunggu”, Topan menghampiri Har “aku ingin membuat perhitungan denganmu”, Topan meneruskan perkataannya. “ape hal bang Topan, kami rase kite tak punye masalah, mengape bang Topan datang – datang ngamok”, dengan tenang Har menjawabnya. Dinda segera menarik lengan Har mengajak berlalu dari tempat itu. “kalau kau yang tak punya masalah, aku yang punya masalah sama kau, aku ingin membuat perhitungan denganmu disana, jika kau tidak datang aku tau sekolah Dinda, aku akan mengancam Dinda”, Topan menunjukkan arah suatu tempat. Har yang mendengar Topan akan mengancam Dinda segera menerima tantangan Topan. Dinda dan Azizah melarangnya namun Har tetap bersikeras menerima tantangan duel Topan. Har mengatakan pada Dinda dan Azizah untuk tetap menunggu disini, Har berjanji akan kembali, dengan berat hati Dinda dan Azizah mengizinkan Har, mereka tetap dipinggir jalan raya. Har berjalan menuju tempat yang ditunjukkan Topan, setibanya disana Topan telah menanti Har dengan keenam temannya, Har tau bahwa ia dijebak Topan yang ingin mengeroyoknya.
Topan tersenyum sinis penuh rasa kemenangan, “aku tak perduli Har, kau mau sabuk coklat, sabuk hitam, dan 1, dan 2, dan 3 aku tak gentar karena aku dan kawan – kawan, ha…ha..ha…”, Topan tertawa mengejek. “kami tak mau begadoh bang Topan, jike kami ade salah dengan bang Topan maafkan kami, kami mengaku kalah tolong jangan ganggu Dinda”, dengan tetap tenang Har menjawabnya. Tiada sedikit pun rasa gentar di wajah Har menghadapi Topan dan kawan – kawannya. “cuiiiih, banyak cerita kau terima ini, hiaaaat!!”, Topan meludah ke tanah dengan satu gebrakan ia mulai menyerang Hari disusul teman – temannya. Pertarungan yang tidak seimbang tak dapat dielakkan lagi. Hari dikeroyok Topan dan teman – temannya, dengan menggunakan jurus – jurus karate Har coba bertahan menangkis serangan. Har tidak menggunakan ilmu silat laksmane, ia ingat pesan Mak Biah dan pakciknya, jika dalam keadaan terdesak saja baru boleh digunakan ilmu silat itu, dikeroyok sedemikian rupa Har akhirnya terdesak namun ia tetap bertahan untuk tidak menggunakan ilmu silatnya apalagi salah seorang teman Topan menggunakan sepotong kayu menyerang Har dengan jurus karate. Har menangkis kayu tersebut dengan tangannya, kayu itu mengenai jari Har dan mematahkan cincin di jari Har pemberian Mak Biah. Har tertegun melihat cincin dari tanduk rusa pemberian Mak Biah patah dan jatuh menjadi dua bagian ke tanah, buyar konsentrasi Har. Kesempatan ini digunakan teman Topan menghantamkan kayu ke kepala Har, har terhuyung dengan darah segar yang keluar dari kepalanya. Topan dan teman – temannya memukuli Har dengan pukulan dan tendangan yang bertubi – tubi membuat Har tersungkur roboh di tanah tak jauh dari patahan cincin itu. Topan tersenyum puas dapat merobohkan Har, bersama teman – temannya Topan terbawa bangga. Har tergeletak di tanah tidak terima diperlakukan sedemikian rupa, hilang sudah kesabaran Har, ia segera bangkit memunguti patahan cincin itu lalu menyimpannya di sakunya. Har membuat kuda – kuda rendah dengan suatu gerakan aneh, ia mulai mengeluarkan ilmu silat panglimanya. Teman – teman Topan menertawakan gerakan Har seperti orang mau menari karena Har menepuk – nepukkan tangannya. Dengan keadaan Har yang sedemikian rupa mereka yakin Har tidak akan menang melawan mereka apalagi kepala Har telah berdarah dan wajahnya bengkak – bengkak, darah segar keluar dari mulut dan hidung har, hanya Topan saja yang ciut nyalinya menatap mata har yang merah menahan amarah, bagai mata elang, Topan ingat mata itu pernah dilihatnya sewaktu masih di SD dulu ketika berantam dengan har.
Topan tak sempat mencegah serangan temannya kearah har, har yang diserang tidak berusaha mundur atau menangkis serangan itu, dengan kuda – kuda rendah har malah maju membuat serangan silat panglima setelah tendangan lawan hampir mengenai har, har memiringkan sedikit badannya, dan langsung memukul dengan kepalan kearah kemaluan lawan disusul dengan pukulan telak diulu hati lawan, teman Topan yang tadi menyerang pingsan seketika mendapat serangan dari Hari, Hari tidak menggunakan seluruh kekuatannya ia hanya mengeluarkan ¼ nya saja, har masih dapat menguasai dirinya, jika har menggunakan seluruh tenaganya, niscaya lawannya akan menemui ajalnya, atau setidaknya cacat seumur hidup, Topan dan teman – temannya jadi ciut nyali mereka terlanjur malu, salah satu teman topan kembali menyerang har, Topan masih terpaku ditempatnya, har memiringkan sedikit badannya menghindar tinjuan teman Topan, har menarik tangan itu kebelakang, mengganjal kaki lawan yang menyerang maju, lalu membuat satu pukulan yang cukup keras kearah tengkuk lawan yang condong mau roboh, nasib teman Topan sama seperti teman sebelumnya, dengan seketika ia jatuh pingsan, Topan yang melihat kejadian itu dengan seketika memberikan aba – aba untuk kabur, Topan dan teman – temannya lari terbirit – birit meninggalkan kedua temannya yang tergeletak pingsan, har tidak berniat mengejar Topan dan teman – temannya, dari arah berlawanan secara tiba – tiba muncul Dinda, Azizah, Frans dan beberapa warga ketempat perkelahian, mereka berpapasan dengan Topan cs yang berlari dengan wajah pucat, ditempat kejadian mereka mendapati har dengan kepala penuh darah dan wajah yang babak belur, disamping har tergeletak 2 pemuda yang sedang pingsan, beberapa warga membantu teman – teman Topan yang lagi pingsan membawa kerumah sakit terdekat, sementara Frans, Dinda dan Azizah mendekati Hari, Dinda menangis sambil memeluk har, Dinda sangat terharu akan tanggung jawab har yang melindungi Dinda dengan tulus. Dinda makin mengagumi har.
Har membiarkan Dinda menangis sambil memeluknya. Azizah dan Frans jadi ikut terharu melihat kejadian itu. Tak lama Frans pun mengajak mereka semua pulang. Sewaktu Azizah dan Dinda diminta Har untuk menunggunya di pinggir jalan, tak lama dari arah batu aji berhenti sebuah taksi tak jauh dari Dinda dan Azizah berdiri, Frans keluar dari taksi tersebut. Frans berencana membeli beberapa keperluan kebutuhan rumah tangganya, biasanya ia bersama istrinya. Frans hanya seorang diri karena anak mereka kurang sehat jadi istrinya tidak bisa ikut. Frans yang baru saja turun dari taksi segera dihampiri Dinda dan Azizah, “om…om, gawat Hari berantam”, dengan suara terengah – engah Dinda berkata pada omnya. “dimana??”, dengan nada penasaran Frans bertanya kepada Dinda. “disana om!!”, ujar Azizah sambil menunjukkan jarinya dimana tempat perkelahian Hari dan Topan. Frans pun meminta beberapa warga untuk ikut dengannya, coba melerai perkelahian antara Hari dan Topan namun belum sempat mereka tiba di tempat tersebut, ternyata perkelahian itu telah usai dengan larinya Topan dan kawan – kawannya.
Dinda sangat mengenali Frans karena Frans sahabat ayahnya, Reno. Frans juga sahabat Putri ibunya Har karena itu mereka memanggil Frans dengan sebutan om ( untuk lebih jelasnya baca di novel tentang rindu 1 ).
Mereka membawa Har pulang ke rumah Dinda. Di perjalanan Dinda terus menangis, Har coba meminta Dinda untuk tidak menangis. Dinda menahan isak tangisnya. Setibanya di rumah Dinda, Siska ibunya Dinda langsung menanyakan perihal keadaan Har yang wajahnya penuh dengan darah. Azizah menjelaskan semua kejadiannya kepada tante Siska sementara Dinda langsung membersihkan luka Har dan mengobatinya. Har tertidur pulas karena memang sebelumnya sewaktu Azizah dan Dinda minta ditemani ke muka kuning. Har sudah ingin tidur siang namun demi Dinda, Har berusaha melawan rasa ngantuknya agar dapat menemani Dinda dan Azizah berbelanja di muka kuning. Tak lama Frans pun pamit kepada Siska karena ia masih ada keperluan belanja untuk keperluan rumah tangganya yang di pesan istrinya. Tak lupa Siska mengucapkan terima kasih kepada Frans yang sudi mengantarkan Har ke rumahnya. Frans pun kembali ke muka kuning dengan menggunakan taksi.
Setelah mendengar cerita Azizah, ibunya Dinda paham duduk permasalahannya. Mereka membiarkan Har yang tertidur di ruang tengah. Siska segera menelepon Putri dan menceritakan sedikit kejadian yang dialami Har kepada Putri dan meminta Putri untuk datang ke rumahnya, bersama Mak Biah Putri datang ke rumah Siska. Azizah dan Dinda menerangkan kejadian mengapa Har jadi berkelahi kepada Putri, Dinda pun menangis meminta ibunya Har untuk tidak memarahi Har karena Har tidak bersalah, Har hanya mempertahankan diri dengan melindungi Dinda. Putri terharu melihat Dinda memohon kepadanya. Putri pun berjanji tidak akan memarahi Har karena Putri dan Mak Biah tau duduk permasalahannya. Putri dan Mak Biah pun membiarkan Har yang sedang tidur di ruang tamu, Putri berencana memindahkan sekolah Har di tempat lain keluar dari Pulau Batam. Putri tak ingin kejadian ini terulang kembali, mungkin saja Topan dan teman – temannya masih menaruh dendam pada Har dan ingin mencelakakan Har. Putri tidak ingin nyawa Har dalam bahaya, dengan tetap menyuruh Har bertahan di Pulau Batam, Putri ingin Har melanjutkan sekolahnya di tempat ayahnya, kakek Har di Jogja karena jarak yang cukup jauh Putri masih menimbang keputusannya. Mak Biah menyarankan agar Har melanjutkan sekolahnya di Dabosingkep, selain jarak Pulau Batam dan Dabosingkep yang tidak begitu jauh, Har juga fasih menggunakan bahasa melayu, Dabosingkep karena dari kecil memang Har diasuh Mak Biah yang berasal dari Dabosingkep apalagi Azizah pun melanjutkan sekolahnya di Dabosingkep atas permintaan ayah Azizah karena jarak yang tidak begitu jauh kapan saja Putri bisa mengunjunginya di Dabosingkep. Biaya dari Batam ke Pulau Singkep pun tidak sebesar biaya dari Batam ke Jogja.
Putri dan Siska menyetujui saran Mak Biah dan berencana memindahkan Har bersekolah di Dabosingkep. Dinda sangat sedih mendengar keputusan itu namun Dinda mengikhlaskan Har bersekolah di Dabosingkep jauh dari Batam demi keselamatan jiwa Har dari ancaman Topan teman – temannya. Setelah Har terbangun dari tidurnya, Putri pun menerangkan perihal kepindahan Har ke Dabosingkep. Har pun menyetujui keputusan ibunya, karena tidak ingin bermasalah lagi dengan Topan cs, har melihat raut wajah sedih Dinda yang tak ingin berpisah dengannya.
Sorenya baru Har, Ibunya dan Mak Biah pamit pulang kepada Sisika dan Dinda, mereka pun pulang kerumah masing – masing. Mak Biah bercerita kepada Pajar yang baru pulang dari bengkelnya, tentang perkelahian har dan rencana Putri untuk memindahkan Har bersekolah di Dabosingkep, Pajar langsung menuju rumah Putri ia mendapati Har yang sedang berbaring di kamarnya “hai, pendekar. Mengape lebam biram ? katepoh juare karate se-Indonesie ?” Pajar coba menggoda Hari “Ai, macam manelah Pakcik di keroyok 7 orang, pake kayu lagi” ujar Hari, “ngape tak dihantam dengan silat panglime ?”. Pajar coba mengetus Hari. “kami selalu ingat pesan Pakcik same ninek, jangan pakai ilmu tu sembarangan hanya dalam keadaan tedesak je, kami cuma pakai juros karate je, waktu kami tangkes dengan tangan orang tu mepah kami, cincen tu patah, hilang konsentrasi kami jadi camnilah akibatnye lebam biram, habestu baru lah kami serang dengan silat laksemane, 2 orang tebuntang yang laen beterebas. “Har coba menerangkan kepada Pajar, “jadi awak hantam dengan tenage penoh ye har?”, tanya Pajar. “dak la pakcik, seperempat je”, jawab har. “ilmu silat laksemane tu dipakai dalam perang dan betarong hidop mati jaman raje – raje dulu, banyak yang tau ilmu silat itu tapi die orang tak mau mengajakan pade orang lain, die takot orang yang diajanye jadi salah jalan, macam pakcik kau ni duluk, jangan awak meniru kelaku yang tak baek og har?”, Pajar mengingatkan Har. “iye pakcik, kami selalu ingat pesan pakcik”, jawab Har. “kejap pakcik cerita cincen tadi kami teringat cincen tu kat kocek celane di kaen koto, kami ambek luk og pakcik”, Har segera keluar dari kamar menuju kamar mandi mengambil cincin yang patah itu dan kembali ke kamarnya. “pakcik kami nak jumpe nenek, kami nak mintak maaf same nenek, cincen yang nenek kasih patah”, Har segera ke rumah neneknya atau rumah Pajar, Pajar menyusul dari belakang, har pun minta maaf kepada neneknya karena tidak bisa menjaga cincin itu. Mak biah tidak marah dan memaafkan har, Azizah segera membuatkan teh manis untuk har. Har pun bercerita dengan nenek, Azizah dan kedua orang tua Azizah. “jadi har awak pindah ke dabok?”, ibu Azizah bertanya kepada har karena ia tau setelah mendengar cerita mertuanya tadi. “mane baek mamaklah makcik”, jawab har, “bile berangkat har? Kalau dak berangkatnye same Azizah je, die pun nak di sekolahkan di dabok, payah di Batam ni budak – budak maken degel je”, ujar ibu Azizah. “kelak di dabok terserah awaklah har nak tinggal same Azizah di rumah nenek die tau di rumah pakcik Hamed kau, adek pakcik ni”, Pajar memberi pilihan pada har untuk tinggal dimana, antara rumah ibunya Mirna mertua Pajar atau di rumah Mak Biah yang kini ditempati adik Pajar yang bernama Hamid, Hamid pun sudah berkeluarga dan mempunyai 2 anak yang masih kecil, seperti Pajar, Hamid pun membuka bengkel motor. Ilmu itu di dapatkan Pajar dan Hamid dari ayah mereka yaitu suami Mak Biah semasa hidupnya. Suami Mak Biah meninggal di saat Pajar duduk di bangku SMA. Pajar pun meneruskan usaha ayah mereka. Setamat sekolah Pajar langsung merantau ke Batam, ia tidak kuliah karena keterbatasan dana. Hamidlah yang meneruskan usaha bengkel mereka. Setelah Hamid tamat sekolah barulah Pajar membawa ibunya untuk tinggal bersamanya.
“kelaklah pakcik kami tanye same Mamak bile berangkat dan tinggal dimane”, jawab Har. Tak lama Har pun pulang ke rumahnya. Keesokan harinya Dinda datang menjenguk Har ditemani Azizah. Dinda bertanya bagaimana keadaan Har karena Dinda sangat mengkhawatirkan Har, ketika Har mengatakan bahwa ia sehat – sehat saja baru ia merasa tenang. Seminggu setelah kejadian itu Putri pun mengantarkan Azizah dan har untuk melanjutkan sekolahnya di dabosingkep karena masih dalam suasana liburan Dinda pun ikut mengantarkan Azizah dan har sampai di dabosingkep atau pulau singkep yang tidak begitu jauh dari Pulau Batam. Kedatangan mereka disambut baik oleh nenek Azizah. Mereka pun berkunjung ke rumah Hamid adik Pajar. Har memutuskan untuk tinggal di rumah pakcik Hamid anak Mak Biah adik Pajar. Har ingin membantu pakcik Hamid di bengkelnya. Hamid sangat senang har mau tinggal di rumahnya. Har membawa gitarnya yang dibelikan ibunya hadiah ulang tahun Har saat ia berumur 9 tahun. Sekali Har pernah memainkan gitar saat ia duduk di kelas 1 SMP. Di acara perpisahan kakak kelasnya, ia menggunakan gitar dan membawakan lagu ciptaan Har yang ia persembahkan untuk Dinda. Har mengembalikan gitar dan buku lagu tersebut pada ibunya untuk disimpan di lemari. Ibunya meminta Har menyalin ulang buku lagu itu agar Har bisa membawakan semua lagu Her. Har pun menyalinnya, dari ibunya Har mempelajari lagu – lagu itu, kini Har sudah paham semua lagu yang ada di buku itu. Har selalu menyanyikan lagu – lagu ciptaan Her dengan gitar hadiah ulang tahunnya yang diberikan ibunya.
Hamid dan istrinya membawa mereka mengunjungi beberapa tempat rekreasi yang berada di Pulau Singkep diantaranya Batu Ampar dan Batu Berdaun. Batu Ampar merupakan suatu pemandangan yang eksotis, air yang mengalir disela – sela hamparan batu yang berasal dari mata air gunung muncung menyerupai aliran sungai kecil bagai intan berkilauan diterpa sinar mentari. Hawa dingin dari aliran air tersebut menambah kesejukan hati pada dataran tinggi yang tersusun oleh bebatuan terdapat air terjun, di bawah air terjunlah biasanya orang membersihkan diri bermain dan berenang, berkumpul bersama keluarga menikmati panorama alam yang indah nan asri pepohonan atau hutan alami masih menghiasi di sekitarnya, kicau – kicau burung masih terdengar, terbang kesana kemari saling berkejaran. Karena banyak terdapat hamparan batu yang dilewati air dari mata air gunung muncung. Penduduk setempat menamakannya dengan sebutan “batu ampar” merupakan salah satu tempat rekreasi aset berharga Pulau Singkep. Tak jauh dari tempat rekreasi batu ampar terdapat perkampungan penduduk, nama kampung tersebut adalah “air salak” penduduknya sangat ramah dan sopan. Selain batu ampar, tempat rekreasi yang tak kalah menarik adalah “batu berdaun” yang berlokasi di pinggir pantai tak jauh dari tempat pemukiman penduduk, tempat pemukiman penduduk itu diberi nama “kampong kebon nio” dikatakan oleh penduduk setempat dengan nama “batu berdaun karena terdapat batu yang sangat besar di bibir pantai yang di atas batu tersebut tumbuh suatu tanaman atau sejenis pohon dengan akar yang menempel di batu itu, oleh sebab itu penduduk setempat menamakannya “batu berdaun pemandangan pantai di batu berdaun memiliki keindahan tersendiri, hamparan pasir putih di sekitar pantai bagai mutiara bertaburan dan apabila kita memandang ke arah laut lepas terasa sesak di dada sirna laut yang membiru laksana permadani biru beranyam sutra, nyiur melambai mengiringi nyanyian alam melantunkan lagu kehidupan dan apabila kita melihat pemandangan di sore hari selesai turun hujan di sekitar pantai, maka mata kita akan terbuka dan penuh rasa bersyukur kepada Yang Maha Kuasa atas keagungan ciptaannya.
Lembayung senja merona dihias pelangi pada siluet cakrawala dimana awan – awan cinta saling berkejaran, camar laut beterbangan, di saat nelayan mulai melemparkan jalanya sungguh indah nuansa – nuansa bening pada panorama alam di tepi pantai. Masih banyak lagi tempat – tempat rekreasi yang berada di Pulau Singkep diantaranya pemandian air panas, pendakian gunung muncung dll. Namun Hamid dan istrinya membawa mereka ke batu ampar dan batu berdaun saja karena Putri tidak bisa berlama – lama di Pulau Singkep, dari pihak puskesmas tempat Putri bertugas ia diberi izin hanya seminggu berarti hanya lima hari di Pulau Singkep. Setelah semua urusan perpindahan Har selesai, Putri pun kembali ke Batam bersama Dinda, kepada Azizah dan Har, Dinda mengatakan sangat merindukan mereka. Har dan Azizah tidak begitu sulit beradaptasi dengan lingkungannya, mereka cepat membaur dengan penduduk setempat karena memang Har dan Azizah sangat fasih berbahasa melayu Dabosingkep, malahan Har jago merangkai pantun yang sering di dengarnya dari Mak Biah yang sering berpantun untuk menidurkannya di waktu kecil dulu. Di sini Har lebih banyak belajar sastra melayu baik itu pantun, gurindam, peribahasa, syair, dll yang biasa disebut dengan puisi lama. Banyak orang tua yang sebaya dengan ibunya mengira Hari punya hubungan kekeluargaan dengan Her, mungkin saja orang tua tersebut kenal dengan Her atau mungkin teman Her di waktu sekolah. Hari hanya tersenyum menanggapinya, Hari tak menyangkal kalau ia mirip dengan Her karena ibunya pernah menunjukkan foto Her kepada Hari. Hari pun sering melihat foto Her di rumah Dinda yang terpajang di dinding ruang tamu rumah Dinda. Disitu Her berfoto bersama Reno, Frans dan keempat sahabat lainnya. Dinda dan kedua orang tuanya pun mengatakan hal yang sama bahwa wajah Hari sangat mirip dengan Her.
Kini zaman telah berubah teknologi semakin canggih semua serba modern, dengan adanya telepon seluler atau telepon genggam yang biasa disebut HP memudahkan orang saling berhubungan berbicara lewat telepon dimana saja. Dengan HP Hari sering menghubungi ibunya atau Dinda baik itu bicara secara langsung atau lewat SMS, walau jarang bertemu rindu di hati Dinda terobati sudah kepada Azizah dan Har mereka selalu berhubungan lewat telepon seluler. Tak terasa sudah setengah tahun Har dan Azizah tinggal di Pulau Singkep. Azizah tinggal di tempat neneknya (ibu Mirna) di sungai lumpur. Sementara Hari tinggal bersama pakcik Hamid ( anak Mak Biah ) adiknya Pajar di Sekop laut. Pakcik Hamid dan istrinya sangat sayang pada Har karena Har anak yang rajin dan rendah hati. Sepulang sekolah Har selalu membantu pakcik Hamid bekerja di bengkelnya, di Batam pun Har sudah biasa membantu pakcik Pajar di bengkel karena itu tidak canggung bagi Har bekerja di bengkel. Pakcik Pajar pun 3 bulan sekali pulang ke Dabosingkep, sekedar memberi uang belanja dan uang saku Azizah anaknya dan membawakan beberapa alat – alat onderdil sepeda motor lebih murah di Batam daripada di Dabosingkep. Putri pun menitipkan uang belanja dan uang saku kepada Pajar untuk diberikan kepada Har, dalam soal keuangan Har tidak pernah kekurangan selain uang yang diberikan ibunya, Pakcik Hamid pun sering memberikan uang saku pada Har yang membantunya di bengkel. Har lebih sering menolaknya ketimbang menerimanya.
Har dan Azizah bersekolah di SMA N 1 Dabosingkep yang letaknya di jalan pelajar diperbatasan antara kampung sekop darat bawah dan kampung pasir kuning, letak sekolah tersebut tak jauh dari tempat tinggal mereka. Azizah sering mengunjungi saudaranya di bengkel, paling malam saja Har sesekali mengunjungi Azizah karena di sekolah mereka tiap hari bertemu. Malam harinya Har lebih sering di rumah bermain gitar dan bernyanyi ketimbang keluyuran bersama teman – temannya. Malam itu Dinda menelepon Har lewat HP sekedar bertanya kabar Har, mereka saling bercanda. Har mengatakan bahwa semalam ia menciptakan lagu buat Dinda. Dinda penasaran dan meminta Har menyanyikan lagu yang dibuatnya untuk Dinda lewat HP atas permintaan Dinda, Dinda sangat senang mendengarnya hingga meminta Har untuk menyanyikan lagu itu sekali lagi, karena malam semakin larut mereka menghentikan pembicaraan lalu tidur pada mimpi indah yang terajut syahdu. Dinda sangat bahagia malam itu, sama sebahagia Har.
Adapun lagu yang diciptakan Hari berjudul “rasaku malu” yang liriknya sebagai berikut.
Rasaku Malu
Cipt. Iwan Sekopdarat
Amn E
Menganyam tikar gadis melayu
E Amn
Tikar dianyam di depan pintu
Dmn Amn E
Karna cinta hati pon malu pabila ketemu
Amn
Terselip ku rindu 2x
Amn Dmn Amn
Kunang – kunang sayap terbang menyala
Dmn E
Terkenang – kenang ku asmara
C G
Reff Pelepah pisang hijau berwarna
F C
Indah dimata elok dirupa
Dmn C
Hatiku terpasung karna cinta
G C
Lelah rasaku tak berdaya
C G
Biduk berlayar arah utara
F C
Merekah sampan kayu cendana

Dmn C
Hendak kutanya kabarnya cinta
G C
Ataukah ku simpan di dada
( Lagu “Rasaku Malu” bisa di lihat dan di dengar di youtube di pencarian Iwan Sekopdarat)

Pagi harinya Har mendapat SMS dari Dinda. Dalam SMSnya Dinda menulis “maaf jika aku salah menduga dengan lagu yang kau ciptakan untukku, dan sekali lagi maaf atas kelancanganku tak pantas bagi seorang wanita mengatakannya lebih dulu namun aku tak sanggup menahan semua ini, jika ini membuatmu merasa terganggu maafkan aku. Dinda yang merinduimu”.
Har bahagia membaca SMS ini, ia pun membalas pesan singkat Dinda mengatakan bahwa ia pun sama merasakan apa yang dirasakan Dinda, akhirnya Har dan Dinda resmi berpacaran walau lewat telepon genggam. Hari – hari yang mereka lalui penuh dengan keceriaan semoga dengan hubungan ini menjadi acuan atau semangat mereka menggapai cita – cita. Azizah sangat senang mendengar kabar ini karena memang Azizah ingin saudaranya Hari lebih dekat dengan sahabatnya Dinda. Azizah pun berjanji pada Dinda untuk selalu menjaga saudaranya Hari buat Dinda. Malamnya jika mereka berbicara lewat telepon Dinda selalu meminta Har menyanyikan lagu yang dibuat Hari untuknya karena Dinda sangat senang mendengar lagu tersebut. Lagu yang berjudul “rasaku malu” tergolong dalam lagu melayu karena pada lirik lagu itu terdiri atas beberapa bait pantun yang disisipkan dengan gurindam pada puisi lama dirangkum dan dikemas menjadi lirik lagu. Sengaja Har menciptakan lagu itu buat Dinda karena dari tubuh Dinda masih mengalir darah melayu. Siska ibunya Dinda asli melayu asahan, kedua orang tua Siska, kakek dan nenek Dinda berasal dari suku melayu Asahan. Mereka tinggal di kota Kisaran, sementara Reno ayah Dinda perpaduan dari jawa dan batak. Ayah Reno kakeknya Dinda orang jawa sementara ibunya Reno atau opungnya Dinda asli orang Tapanuli yang biasa disebut suku batak bermarga “marpaung”. Dinda biasa memanggil kakek dan neneknya ayah dan ibu Reno dengan sebutan opung doli (untuk laki – laki) dan opung boru (untuk nenek perempuan). Opung Dinda tinggal di binjai mayoritas suku batak tak jauh dari kota Medan Sumatera Utara, baik Putri, Siska dan Reno tau hubungan anak mereka. Mereka menyetujuinya, Putri berpesan agar Har selalu menjaga hatinya, jangan sampai dengan hubungan mereka menjadi retak persahabatan kedua orang tuanya. Har pun berjanji kepada ibunya untuk tidak mempermainkan Dinda, Reno juga berpesan semoga dengan hubungan ini menjadi semangat mereka dalam meraih cita – cita Har dan Dinda merasa sangat bahagia setelah tau kedua orang tuanya menyetujui hubungan mereka, bukan hanya Dinda dan Har saja yang merasakan kebahagiaan. Azizah pun juga getar – getar rasa menjalar di hati Azizah dan Firman kakak kelas mereka yang duduk di kelas 2 pernah terjadi kesalahpahaman di antara Har dengan Firman hingga berujung pada perkelahian. Azizah yang diberitahukan teman yang lainnya bahwa terjadi perkelahian di halaman belakang sekolah antara Har dengan Firman segera menuju ke tempat kejadian. Azizah segera menuju ke tempat kejadian. Azizah segera meleraikan keduanya, darah segar keluar dari hidung dan mulut Firman terkena pukulan karate Har. Azizah tak ingin Firman kekasihnya menjadi bulan – bulanan Har karena Azizah tau betul siapa saudaranya itu.
Azizah memberi pengertian kepada saudaranya Har, Har cuma tak senang ketika coba menasehati Firman untuk tidak mempermainkan saudaranya Azizah, Firman menjawab dengan acuh, Firman pun merasa kurang nyaman jika harus didikte Hari yang tidak lain adik kelasnya sendiri. Perang mulut terjadi diantara mereka hingga berujung dengan perkelahian, setelah Azizah menengahi barulah mereka sadar atas kekhilafan mereka. Her pun minta maaf dan Firman juga meminta maaf, mereka akhirnya berpelukan. Azizah merasa tenang melihat keduanya akur. Har meminta Firman untuk selalu menjaga Azizah dan tidak mempermainkan Azizah. Firman pun berjanji kepada Har untuk menjaga Azizah. Perkelahian itu berawal ketika jam istirahat pertama, Har yang mendengar kabar bahwa Azizah kini berpacaran dengan Firman ingin menanyakan langsung kepada Firman, ketika bertemu di kantin, Har berkata “man, ape betol awak cewek Azizah, kalau betol tolong jangan maenkan ati Azizah”, ujar Har. “tak janjilah, Tuhan punye kuase kalau jodoh tak kemane”, dengan cuek Firman menjawab sambil tersenyum sinis Firman tidak memandang lawan bicaranya, teman – teman Firman yang lain pada tertawa tertahan Har merasa dipermainkan namun ia tetap bersabar, “kami cakap betol man”, Har coba meredam emosinya, “ngape rupanye aku tak becakap betol ke, awak tak pecaye Tuhan? Aku memang cewek izah kau tak senang, kau nak ape?”, Firman yang tadinya cuek merasa di dikte adik kelasnya, ia malu pada teman – temannya karena itu ia menjawab dengan keras. “ndok awak ni man, kami tanye baek – baek mengape awak besinge?”, Har masih tetap tenang. “aku tak senang kau cakap macam tu di depan kawan – kawan aku, kalau kau tidak suka same aku ayok kite betumbok satu lawan satu”, Firman pun mencengkram kerah baju Har, Har segera menepis tangan Firman tidak sepatah kata pun keluar dari mulut Har, ia mengikuti Firman menuju halaman belakang sekolah dengan postur badan Firman yang lebih tnggi dan lebih besar dari Har ditambah lagi dengan ilmu silat yang dimilikinya. Firman merasa dengan mudah dapat mengalahkan Har dalam beberapa gebrakan saja, terjadi perkelahian antara Firman dan Har. Firman membuka dengan kuda – kuda rendah dan bergaya seperti orang menari sambil menepuk – nepukkan tangannya. Har hapal gerakan itu. Itu adalah ilmu silat panglima sebelumnya pakciknya Har (Pajar) telah berpesan agar ditanah melayu Har harus hati-hati menggunakan silat panglima karena di tanah melayu ada juga orang yang menguasai ilmu silat panglima “diatas langet maseh ade langet”, itulah pesan Pajar pada Har. Har berhati – hati menghadapi Firman dengan silat panglimanya. Har berniat menjajal Firman dengan pukulan dan kuda - kuda karatenya saja namun menggunakan kepekaan mata batin untuk melihat arah serangan lawan yang dipelajari dari silat panglima. Firman segera menyerang, beberapa jurus-jurus pembuka atau jurus-jurus awal dikeluarkan Firman, dengan mudah dapat ditangkis dan dielakkan Har. Har berpikir mungkin saja Firman tidak mengeluarkan semuanya karena memang silat panglima sangat berbahaya. Har coba memancing emosi Firman dengan tidak menyerang, ia hanya mengelak serangan itu atau menangkis dengan satu tangan, sementara tangan yang lain tetap berada dibelakang, Firman merasa dipermainkan, baik dikampung atau disekolah Firman sangat disenangi kawan – kawannya karena Firman menguasai ilmu silat panglima dan jago berantam, sebenarnya Firman anak yang baik ia merasa kurang senang saja ditanya Har adik kelasnya seakan mendiktenya padahal Firman sangat disegani oleh kawan – kawannya dan sekolah ini, sebenarnya Har juga salah, karena dibawa rasa penasaran ia bertanya pada Firman tidak pada tempatnya, akibat kesalahpahaman ini berujung dengan perkelahian.
Firman pun terpancing emosi, ia menyerang Har dengan kekuatan penuh dengan jurus – jurus pembuka segala kemampuan telah ia kerahkan namun tak sanggup merobohkan Har, biasanya Firman merobohkan lawannya hanya dalam beberapa gebrakan saja, sekalipun lawannya punya ilmu bela diri, tak mampu menandingi Firman, Firman sadar bahwa Har lawan yang tangguh, semua jurus telah ia kerahkan, namun Har tidak roboh, kini Har tau kemampuan Firman, Firman menguasai ilmu silat laksemane hanya sebatas jurus pembuka saja, tanpa ada jurus – jurus pamungkas yang mematikan, Firman juga tidak belajar ilmu kepekaan mata batin dari silat panglima tersebut. Mungkin saja orang yang melatih Firman tidak mengajarkan semuanya, karena tau silat panglima itu sangat berbahaya dan melatih Firman sebatas jurus pembuka, mungkin orang itu takut dengan menguasai semua ilmu silat panglima, Firman jadi lupa diri dan salah jalan, kini pahamlah Har akan pesan pakcik Pajar mengatakan “diatas langet, maseh ade langet”, itu berarti tidak menutup kemungkinan ilmu silat panglima yang dikuasai Har, ada taraf atau tingkat yang lebih tinggi lagi, yang tidak har ketahui, karena itu Har harus berhati – hati ditanah melayu.
Har yang melihat serangan Firman yang sudah tidak beraturan, membuka serangan dengan pukulan karatenya, hingga menyebabkan hidung dan bibir Firman berdarah, Firman sempoyongan disaat itulah Azizah melerai perkelahian tersebut, kini setelah saling memaafkan tak ada lagi dendam diantara har dan Firman, mereka sama – sama mengakui kekhilafan mereka.
Malamnya Azizah menjenguk Firman ia khawatir dengan wajah Firman yang tadi berdarah, disaat berantam sama Her, rupanya Firman sehat – sehat saja hanya sedikit lecet dibibirnya, Azizah tau bahwa Har tidak meladeni Firman dengan sepenuh hati, kepada Firman Azizah bercerita siapa Har sesungguhnya, Firman pun jadi malu, ia sadar bahwa ia bukan tandingan Har, kalau Har mau dalam sekali gebrakan saja Firman bisa pingsan dibuatnya.
Disekolah mereka hanya menunggu pembagian rapor kenaikan kelas, dan pengumuman kelulusan mereka baru selesai ujian. Dinda meminta Har untuk liburan kembali ke Batam Dinda ingin bertemu dengan Har karena selesai kelulusan Dinda akan kuliah di Medan dan tinggal dengan opungnya, Ibu Har pun mengatakan hal yang sama meminta Har ke Batam, setelah pembagian raport dan liburan sekolah, Har dan Azizah kembali ke Batam melepas rindu pada orang tua mereka, nenek Azizah berpesan agar Azizah singgah dulu ke Pulau Penyengat mengantarkan Lempok, dan Tempoyak dari durian kerumah Maklong Habibah, kakak dari Ibu Azizah. Neneknya juga mengatakan agar Azizah dan Har hendaknya menginaplah di Penyengat barang 2, 3 malam. Azizah dan Har menuruti pesan neneknya, Lempok dan Tempoyak adalah salah satu makanan khas Dabosingkep, Lempok durian berupa semacam manisan dari durian, sementara Tempoyak adalah durian yang sudah dibuang bijinya disimpan didalam toples, beberapa hari seperti diasamkan, biasanya dijadikan sambal. Har dan Azizah naik kekelas 2 dengan nilai yang memuaskan, juga Dinda lulus dengan nilai yang membanggakan.
Pagi itu Har dan Azizah sudah bersiap – siap untuk berangkat, dengan menggunakan mobil sewa mereka menuju Pelabuhan jagoh, disana mereka membeli tiket kapal feri tujuan Tanjung Pinang, karena tidak ada jurusan yang langsung ke Batam. Jarak P. Singkep ke Tanjung Pinang kurang lebih 4 jam perjalanan lewat laut, karena Kepulauan Riau terdiri dari pulau – pulau. Untuk menuju kesatu pulau harus menyebrangi lautan. Mereka harus transit di Tanjung Pinang dahulu. Dari Tanjung Pinang menggunakan speed boat baru menuju Batam, jarak Tanjung Pinang ke Batam kurang lebih 1 jam perjalanan lewat laut.
Dari Dabosingkep Har dan azizah berangkat pukul 7 pagi dan tiba di Tanjung Pinang kurang lebih pukul 11.30 wib, mereka berjalan keluar menuju tangkahan atau dermaga yang membawa mereka ke Pulau Penyengat sejenak Har dan Azizah beristirahat, mereka makan siang di Tanjung Pinang, selesai makan barulah mereka manuju ke Pulau Penyengat dengan menggunakan Pompong, atau perahu biasa yang diberi mesin, Har tau Pulau Penyengat dari cerita teman – temannya saja atau dari buku sejarah. Har sangat bahagia menginjakkan kakinya di Pulau Penyengat, ia ingin melihat – lihat bukti sejarah dan mempelajari sejarah Pulau Penyengat.
Jarak Pulau Penyengat tidak begitu jauh dengan Tanjung Pinang, dari Tanjung Pinang kita sudah bisa melihat Mesjid Penyengat yang bersejarah itu, kurang lebih 6 km dan 15 menit waktu yang diperlukan menyebrangi lautan untuk sampai di Pulau Penyengat. Siang harinya begitu tiba di Pulau Penyengat terdengar suara adzan dzuhur dari mesjid Penyengat Har meminta Azizah untuk menunggu sebentar, Har ingin sholat dzuhur di mesjid Penyengat yang bersejarah itu, selesai sholat dzuhur barulah Har dan Azizah kerumahKmakcik Habibah, Babibah adalah kakak Mirna., Ibu dari Azizah, rumah makcik Bibah tak jauh dari mesjid Penyengat, makcik Bibah dan suaminya pakcik Hasan sangat senang, kedatangan Azizah dan Har. Azizah pun memberikan makcik Bibah Lempok dan Tempoyak buatan neneknya, oleh – oleh dari P. Singkep. Makcik Bibah menyiapkan makan siang mengajak har dan Azizah makan, mereka masih kenyang karena baru saja makan siang di Tanjung Pinang, makcik Bibah membuatkan teh manis dan menghidangkan sepiring roti mereka bercerita, makcik Bibah menanyakan kabar ibunya atau nenek Azizah dikampung.
Tak lama mereka bercerita masuk waktu sholat ashar, Har permisi kepada pakcik Hasan dan makcik Bibah untuk sholat ashar dimesjid. Har pun sholat dimesjid Penyengat, selesai sholat har mendekati orang tua yang bersorban putih yang tadi dijumpainya sewaktu bersama – sama sholat dzuhur. Orang itu bernama atok Dahlan biasa dipanggil dengan sebutan atok saja, kepada atok Dahlan Har bertanya sejarah Pulau Penyengat. Atok Dahlan hapal betul sejarah kampung kelahirannya, karena atok Dahlan asli penduduk Pulau Penyengat. Atok mulai bercerita Pulau Penyengat biasa disebut dengan Pulau Penyengat Indera Sakti atau Bumi Gurindam 12 adalah pulau kecil yang berukuran ± 2500 m x 750 m. Disini banyak menyisakan bukti sejarah diantaranya Mesjid Raya Sultan Riau yang terbuat dari putih telur yang kini disebut dengan Mesjid Penyengat, makam – makam para raja, makam raja Alihaji, komplek Istana Sultan dan Benteng Pertahanan di Bukit Kursi.
Pada abad ke – 18, raja Haji membangun sebuah benteng di Pulau Penyengat tepatnya berada di Bukit Kursi ia meletakkan beberapa meriam sebagai pertahanan melindungi Pulau Bintan. Pulau Penyengat menurut sejarahnya adalah pulau yang dihadiahkan Sultan Mahmud kepada istrinya Putri raja Hamidah, bersamaan dengan itu dibangunlah mesjid Sultan, terjadi perombakan mesjid itu pada keturunan raja, raja Ja’far membangun Pulau Penyengat sekaligus memperlebar mesjidnya. Pembangunan mesjid secara besar – besaran pada masa raja Abdul Rahman dengan gelar yang Dipertuan Muda Riau – Lingga (1832 – 1844) menggantikan raja Ja’far. Pada 1 syawal tahun 1284 H (1832 M) selesai sholat ied, ia menyeru masyarakat untuk bergotong royong membangun mesjid. Dalam gotong royong masyarakat membawa berbagai perbekalan termasuk telur, karena berlimpah banyak putih telur yang tidak habis dimakan oleh pekerja putih telur itu dijadikan campuran adukan, karena mereka yakin dengan campuran itu bangunan akan lebih kokoh dan tahan lama, di mesjid ini juga menyimpan Mushaf Al – Qur’an tulisan tangan yang diletakkan dalam peti kaca didepan pintu masuk. Mushaf ini ditulis oleh Putera Riau yang dikirim belajar ke Turki tahun 1867 namanya Abdurrahman Istambul, ada juga Al – Qur’an tulisan tangan lainnya, namun tak diperlihatkan kepada umum karena umurnya sudah terlalu tua dan rentan, ditulis pada tahun 1752 uniknya dibingkai Mushaf yang tidak diketahui penulisnya ini terdapat tafsiran – tafsiran dari ayat – ayat Al – Qur’an, bahkan terdapat berbagai terjemahan dalam bahasa melayu kata perkata diatas tulisan ayat – ayat tersebut. Mushaf ini tersimpan bersama 300 – an kitab dalam dua lemari disayap kanan depan mesjid.
Selain mesjid Penyengat terdapat juga makam – makam bersejarah diantaranya komplek makam Engku Puteri Raja Hamidah, komplek makam Raja Alihaji, komplek makam Raja Ja’far, komplek makam Raja Abdul Rahman, juga terdapat 2 komplek makam yang dari namanya berdarah Bugis yaitu komplek makam Daeng Marewah dan komplek makam Daeng Celak, mungkin inilah salah satu sebab banyak warga Pulau Penyengat yang namanya “Daeng” berasal dari Bugis, seperti halnya pakcik Hasan suami makcik Bibah sebenarnya ia bernama Daeng hasan Lasindrang namun Azizah lebih suka memanggil dengan sebutan pakcik Hasan. Pakcik Hasan tak mempersalahkannya, atok Dahlan bercerita juga tentang raja Alihaji yang lahir di Pulau Penyengat, anak dari raja Haji Ahmad (1808 – 1873). Raja Alihaji ulama, sejarawan, pujangga dan pencatat pertama dasar – dasar tata bahasamelayu lewat buku pedoman bahasa menjadi standart bahasa melayu, bahasa melayu standart itulah yang dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928, ditetapkan sebagai Bahasa Nasional.
Beliau keturunan kedua (cucu) dari raja Haji Fisabillilah yang dipertuan IV dari Kesultanan Lingga – Riau dan juga merupakan bangsawan Bugis, garis keturunan Daeng Celak, karya monumentalnya adalah Gurindam 12 (1847) menjadi pembaru arus sastra pada zamannya. Judul bukunya Kitab Pengetahuan Bahasa yaitu kamus Longhet. Melayu, Johor, Pahang – Riau, Lingga merupakan kamus Eka Bahasa di Nusantara, ia juga menulis Syair Siti Shianah, Syair Suluk Pegawai, Syair Hukum Nikah dan Syair Sultan Abdul Muluk. Ia juga menulis buku yang diberi judul Tuhfat Al – Nafis (bingkisan berharga) tentang sejarah melayu, dan beliau juga menulis Mukaddimah Fi Intizam (hukum dan politik). Raja Alihaji diangkat sebagai penasehat kerajaan dan beliau ditetapkan sebagai pahlawan Nasional pada tanggal 5 November 2004.
Atok Dahlan pun memberitahukan kepada Har beberapa isi Gurindam 12 yang terdiri atas 12 pasal dan dikategorikan sebagai “Syi’r Al – Irsyadi” atau Puisi Didaktik karena berisikan nasehat dan petunjuk hidup yang diridhoi Allah. Atok Dahlan hanya memberitahukan 2 pasal saja yaitu pasal 1 dan pasal 2, Har mendengarkannya dengan seksama.
ð Pasal Pertama
- Barang siapa tiada memegang agama, segala – gala tiada boleh dibilang nama
- Barang siapa mengenal yang empat (dasar ilmu tasawuf terdiri dari syari’at, tarekat, hakikat dan ma’rifat) maka yaitulah orang yang ma’rifat.
- Barang siapa mengenal Allah, suruh dan tegaknya tiada ia menyalah
- Barang siapa mengenal diri, maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri.
- Barang siapa mengenal dunia, taulah ia barang yang terpedaya
- Barang siapa mengenal akhirat, taulah ia dunia mudharat.

ð Pasal Kedua
- Barang siapa mengenal yang tersebut, taulah ia makna takut
- Barang siapa meninggalkan sembahyang, seperti rumah tiada bertiang
- Barang siapa meninggalkan puasa, tidaklah mendapat dua termasa.
- Barang siapa meninggalkan zakat, tiadalah hartanya beroleh berkat.
- Barang siapa meninggalkan haji, tiadalah ia menyempurnakan janji.

Har sangat kagum mendengar semua penjelasan atok Dahlan dengan pengetahuannya yang luas akan sejarah, karena hari semakin sore Har pamit pulang pada atok Dahlan. Dirumah makcik Bibah, Azizah dan pakcik Hasan telah menanti Har dengan hidangan sore berupa bubur kacang. Makcik Bibah hanya tinggal berdua dengan suaminya, kedua anak mereka sudah dewasa dan bekerja di Pulau Batam dan di Tanjung Balai Karimun. Palaing suasana lebaran saja anak makcik Bibah baru pulang kekampung halamannya, malamnya pakcik Hasan pun bercerita kepada Har apa yang diceritakan atok Dahlan.
Keesokan harinya dengan membawa gitar kecil yang dibelinya di Dabosingkep di Toko Sakura, bersama Azizah ia melihat tempat – tempat yang ada di Pulau Penyengat diantaranya komplek makam raja, komplek istana sultan yang biasa disebut dengan istana kantor dan benteng pertahanan di Bukit Kursi, dari Bukit ini Har dapat memandang laut lepas, melihat anak – anak yang bermain dengan perahunya seakan bercengkrama dengan lautan dan bersahabat dengan alam, disini Har menciptakan lagu tentang anak – anak tersenut, lagu itu dibuat diatas Bukit Kursi benteng pertahanan Pulau Penyengat. Adapun lirik lagunya sebagai berikut






“ Anak Pulau “
Cipt. Iwan Sekopdarat
C A F
Anak pulau, mengitari awan, arungi lautan
G
Hadapi gelombang
C A F
Anak pulau bak elang lautan, hadapi rintangan
G
Yang datang menghadang
G F G C
Berteman dengan lautan
F G C
Bercengkrama dengan samudra 2x
G C F C
Reff Du…du… du… du… du… du… du… duuuu du
C F G C
Duuu dududu dududu duuuu du 2x

( Lagu yang diberi judul Anak Pulau ciptaan Iwan Sekopdarat dibuat dibenteng pertahanan Bukit Kursi dapat dilihat dan didengar di youtube di pencarian Iwan Sekopdarat)

Setelah puas seharian mengitar Pulau Penyengat, esok harinya Har dan Azizah melanjutkan perjalanannya menuju Batam kampung halaman mereka dengan menggunakan speed boat dari Tanjung Pinang, kini mereka telah tiba di Pulau Batam dipelabuhan Punggur dengan jarak tempuh 1 jam perjalanan. Putri mendapati anaknya dirumah sangat bahagia, Putri sangat rindu pada putranya, begitu juga dengan orang tua Azizah, Azizah menelpon Dinda meminta Dibda datang kerumahnya, taklama Dinda pun datang kerumah Azizah, kedua sahabat ini saling melepas rindu, lalu Azizah menemani Dinda kerumah Har, Azizah sengaja membiarkan Har berduaan dengan Dinda ngobrol diruang tamu, sementara ia bercerita panjang lebar dengan maklongnya, (Ibunya Har). Sewaktu ia dan Har bersekolah di Dabosingkep. Diruang tengah, tak banyak yang dibicarakan Har dan Dinda mereka hanya saling menatap, saling tersenyum, kadang tertunduk malu, tidak seperti berbicara ditelpon, mereka sering bercanda, ketika bertemu lebih banyak hati mereka yang berbicara.
“nda, Topan pernah dak ngusek awak lagi?”, Har menanyakan perihal Topan yang menyebabkan ia harus pindah bersekolah di Dabosingkep. “nggak Har, seminggu yang lalu aku pernah bertemu Topan di pintu masuk MKGR, kayaknya Topan menghindar dariku”, jawab Dinda. “ape sebab?” Har bertanya penasaran. “nggak tau juga Har, sewaktu bertemu aku melihat jalan Topan agak pincang, semalam baru aku tau dari Wati teman sebangku ku mengatakan kini kaki Topan cacat, sewaktu ia berkelahi kakinya dipukul dengan kayu oleh lawannya”, Dinda menjelaskan pada Har, “ndok kasian pulak kaweh, dak nyangke die sampai macam tu” Har merasa iba, lalu mereka terdiam kembali. “bile jadi ke Medan nda?” Har menanyakan keberangkatan Dinda, “3 hari lagi, karena pendaftaran masuk Perguruan Tinggi Negeri dibuka seminggu lagi”, jawab Dinda, “ai baruje kami datang, awak lah nak pegi, ndak rindu ke?” har coba bercanda, Dinda tersipu malu, Har juga bercerita pada Dinda pengalamannya di Dabosingkep, juga waktu singgah di Pulau Penyengat. 3 hari waktu yang sangat cepat bagi mereka melepas rindu. Sewaktu mereka jalan – jalan di Matahari Mall Centre yang letaknya di Batam Centre. Har dan Dinda bertemu Topan, Topan coba menghindari Har dengan jalan agak pincang, “bang Topan, tunggu!”, Har memanggil Topan lalu mendekatinya. Topan pun berhenti, “ngape cam ni bang?”, tanya Har. “panjang cerita Har, oh ya Har maafkan aku atas kejadian dulu”, Topan menyodorkan tangannya meminta maaf, Har pun menjabat erat tangan Topan lalu memeluknya, “same – samelah bang, saye pon minta maaf”, mereka saling berpelukan. Dinda tersenyum melihat keakraban yang tulus, “ayok bang, kami mau makan, same – same kite makan!”, ujar Har, “duluanlah Har, nggak enak ganggu orang pacaran”, Topan coba bercanda. “ade – ade je abang ni, macam dak orang lain je ayoklah!”, Har mengajak setengah memaksa, akhirnya mereka bersama makan bareng. Topan pun bercerita mengapa sekarang jalannya jadi pincang, Har dan Dinda dengan serius mendengar cerita Topan. Tak lama mereka pun pulang ke rumah masing – masing tanpa ada dendam sedikit pun di hati Topan dan Har. Mereka kini sadar dengan kekeliruan selama ini.
Pagi itu di Pelabuhan Sekupang, kedua orang tua Dinda mengantar Dinda berangkat meninggalkan Batam menuju Medan. Reno ayahnya Dinda pun ikut berangkat hanya ibunya Dinda yang tidak ikut. Har dan Azizah juga mengantar Dinda sampai di pelabuhan. Azizah dan Dinda saling berpelukan. Dinda pun mencium tangan ibunya, mohon doa restu moga sehat danselamat di perantauan. Har pun menjabat tangan Dinda, lama mereka bersalaman berat rasa hati keduanya untuk berpisah, “ndok, lame na besalam, kalau dak kami bilang same maklong awak sekolah kat Medan je, ha…ha…ha…”, Azizah menggoda saudaranya. Dinda langsung tertipu dan melepaskan tangannya dari genggaman Har. Har hanya menunjukkan tinjunya pada saudaranya, tak lupa Har pun dengan hormat menyalami ayahnya. Dinda yang ikut berangkat menemani Dinda ke rumah opungnya (ibunya Dinda). Azizah dan Har melambaikan tangan sebagai tanda selamat jalan kepada Dinda dan ayahnya ketika kapal pelni “sinabung” yang tadinya bersandar di dermaga kini perlahan mengarungi lautan.
Seminggu setelah itu, Azizah dan Har pun kembali ke Pulau Singkep. Setelah masa liburan selesai, mereka kembali pada rutinitas masing – masing. Dinda menelepon Har, mengatakan ia diterima di Universitas Sumatera Utara. Dinda masuk di Fakultas Pertanian USU karena memang dari kecil Dinda hobi menanam tanaman di halaman belakang rumahnya, baik itu bunga atau tanaman palawija, apalagi ayahnya membeli beberapa hektar lahan pertanian di Kisaran kampung halaman mertuanya untuk pegangan hari tua mereka karena itu Dinda masuk di Fakultas Pertanian ingin membantu ayahnya mengolah lahan pertanian dengan hasil yang optimal. Har pun sangat senang mendengar cita – cita luhur kekasihnya.
Tak terasa sudah setengah tahun Har duduk di kelas dua bersama Azizah. Har aktif di organisasi siswa mereka dipilih menjadi anggota OSIS. Hari ini ia membersihkan ruang BP. Har melihat satu piala yang bertuliskan satu nama yang sangat dikenalnya. Tak lama masuk Pak Frans Edwinata dan Ibu Ani Setiawati. Pak Frans dan Ibu Ani adalah tenaga pengajar di SMA N 1 Dabosingkep. Pak Frans yang melihat Hari memegang piala itu bercerita bahwa piala itu milik Her sewaktu menjadi utusan perwakilan dari Dabosingkep setelah menyisihkan beberapa perwakilan sekolah lain yang ada di Pulau Singkep dalam lomba pemasyarakatan dan pembudayaan P-4. Lomba pidato tingkat Kabupaten Kepulauan Riau yang diselenggarakan di Tanjung Pinang ( kini menjadi Provinsi Kepulauan Riau ), Her tampil sebagai juara 2 dan piala itulah penghargaan dari pemerintah yang disumbangkan Her di sekolah tempat ia menimba ilmu. Sempat terdengar kabar tak sedap bahwa pihak penyelenggara menggeser utusan dari Dabosingkep agar utusan tuan rumah tampil sebagai juara 1 namun itu tidak terlalu dipermasalahkan utusan dari Dabosingkep karena itu baik Pak Win dan Bu Ani pernah bertanya kepada Har sewaktu Hari baru masuk sekolah di SMA N 1, mereka menanyakan apakah Hari punya hubungan kekeluargaan dengan Her karena wajah Hari sangat mirip dengan Her. Saat itu Hari hanya tersenyum lalu menggelengkan kepalanya terlalu pelik masalahnya untuk diceritakan. Pak Win juga bercerita bahwa Her adalah temannya satu sekolah baik SMP maupun SMA. Pak Win kenal baik dengan Her walau mereka tidak satu lokal, Her di jurusan Biologi dan Pak Win di jurusan Fisika. Mereka sama – sama alumni SMA N 1 tempat sekarang Pak Win dan Bu Ani mengajar.
Bu Ani juga menambahkan bahwa Her sahabat baiknya, mereka terus satu kelas dari SMP sampai SMA. Bu Ani tau betul sifat sahabatnya itu. Tak lama lonceng berbunyi menandakan jam istirahat selesai. Har kembali ke kelasnya sementara Pak Win dan Bu Ani berjalan menuju kelas masing – masing untuk mengajar.
Har dan Dinda sering berhubungan lewat telepon seluler namun semenjak Dinda di Medan, Har sering menggoda Dinda karena tanpa tak sadar jika berbicara lewat HP, logat Medan Dinda terbawa – bawa. Dinda yang merasa digoda hanya merajuk manja pada Har. Pernah pada suatu hari ketika Har menggodanya, Dinda bertanya apakah di Dabosingkep nggak ada orang batak?, Har menjawab ada, malah teman sebangkunya di sekolah yang bernama Bernard Napitupulu asli orang batak yang biasa dipanggil Ober baru pindah ke Dabosingkep 4 bulan yang lalu karena ayahnya seorang tenaga pengajar di sekolah menengah pertama di tempatkan di Dabosingkep. Dinda balik menggoda Har, Dinda mengatakan kalau ia ingin dibuatkan lagu dalam bahasa batak kepada Har, dalam waktu 1 minggu lagu itu harus siap, Har menyanggupinya. Setelah selesai menutup telepon baru Har tersadar bahwa ia dikerjai Dinda karena selama ini ia sering menggoda Dinda namun Har kembali tersenyum karna Ober bisa membantunya mengatasi tantangan Dinda.
Keesokan harinya Har bertanya kepada Ober di waktu jam istirahat, “ber, awak bise bantu aku dak, cewek aku mintak buatkan lagu batak, waktu de seminggu je”, ujar Har dengan mimik serius. “orang batak rupanya pacarmu Har?”, Ober malah bertanya, “bukan ber, orang Medan, bapaknye jawa, mamaknya batak, aku sereng ngaton die, die merajok kalau dalam waktu satu minggu aku tak bise buat lagu batak, die tak mau cakap same aku lagi”, jawab Har. “bah, apa itu ngaton Har?”, Ober penasaran. “ngaton tu macam becandelah becakep ngejek – ngejek siket”, jawab Har lagi. “ha…ha…ha… apa kau bilang, jangan suka ngerjain orang medan, orang medan galak – galak, nyanyikan saja lagu Sinanggartullo ha…ha…ha…”, Ober malah tertawa, “matilah kau ha…ha…ha…”, Ober menambah ucapannya.
“oi ber, orang lagik bingong kau malah ketawe, bise bantu dak?”, Har masih dengan mimik serius. “asal kau tau Har, orang jawa di Medan pintar – pintar bahasa batak, kalau pada lagu pemenggalan bahasa nggak sama Har, kayak pada lirik Jangan Kau Tangisi, dalam bahasa batak Unang Ho Tangisi ito, kan pemenggalan katanya udah lain, maulah nanti bahasa bataknya jadi saponggol – saponggol (setengah – setengah) apa kata dunia! Ha..ha..ha..haa”, Ober coba menjelaskan sambil tertawa. “jadi macam manelah tu ber, maulah aku tak di cakapkannye lagi”, seakan kecewa Har mengatakannya. Si Ober senyum – senyum saja melihat sahabatnya lalu Ober memeluk pundak Har dari samping.

“sudah tenang saja, kalau di tanah melayu punya pantun, di tanah batak ada umpasa pengertiannya sama sejenis perumpamaan dan nasehat – nasehat. Bapakku hapal umpasa batak, dari umpasa batak bisa kau jadikan lagu”, Ober memberi solusi. Her hanya tersenyum dengan wajah berseri – seri, “makaseh ber, kelak siang aku ke rumah awak”, ujar Har. “sore sajalah setelah bapakku istirahat”, jawab Ober. Her pun mengangguk, mereka kebali mengikuti mata pelajaran yang diajarkan guru setelah selesai lonceng jam istirahat.
Sore harinya Har ke rumah Ober, ia permisi pada pakciknya karena sore itu tak bisa membantu pakciknya di bengkel. Pakcik Hamid mengizinkannya. Di rumah Ober ayahnya sedang duduk membaca surat kabar, segelas kopi menemani ayahnya membaca surat kabar. Ayah Ober bernama Harisman Napitupulu, ia seorang guru. Har hanya mendengarkan ketika Ober bercerita kepada ayahnya tentang pembicaraan mereka tadi di sekolah. Har mengatakan bahwa neneknya Dinda (ibu Reno) boru “marpaung” ketika Pak Haris menanyakannya. Pak Haris pun menjelaskan ada hubungan kekerabatan atau kekeluargaan antara marga “marpaung” dan marga “napitupulu”. Pak Haris mulai bercerita menerangkan tarombo (silsilah garis keturunan) marganya yang satu tarombo dengan marga opungnya Dinda. Secara garis besar dimulai dari raja batak yang tinggal di Pusuk Buhit mempunyai 2 orang anak yaitu guru tatea bulan dan raja Isumbaon. Dari raja Isumbaonlah cilak bakal marga mereka. Raja Isumbaon atau raja Somba mempunyai seorang putra yang bernama tuan Sorimargaraja. Tuan Sorimargaraja mempunyai 3 orang putra yang bernama Tuan Sorbajulu bergelar naimbaton, Tuan Sorbajae bergelar nairasaon dan Tuan Sorbadibanua bergelar naisuanon, dari keturunan Tuan Sorbadibanua memiliki 8 putra yaitu 1. Sibogotnipohan, 2. Sipaet tua, 3. Silalahi Sabungan, 4. Raja Oloan, 5. Raja Huta lima, 6. Raja Sumba, 7. Raja Sobu, 8. Raja Naipospos. Dari Sibogotnipohan mempunyai 4 putra yaitu tuan Sihubil, Tuan Somanimbil, tuan Dibagarna dan raja Sorak makla. Dari raja Sonak Makla memiliki 4 putra yaitu Simangunsong, Marpaung (marga neneknya Dinda, biasa disebut boru untuk perempuan), Napitupulu (marganya Ober dan ayahnya) dan Pardede.
Tentang rindu
bag. 2
Putri pun menyempatkan memetik gitar sejenak menyanyikan satu dua lagu ditemani suaminya sebelum mereka tidur, tapi belakangan ini setiap selesai makan malam Benu langsung menuju kamar dan langsung tidur dengan alasan kecapekan karena sering kerja lembur. Putri coba mengerti dengan keadaan ini, tak jarang Putri hanya makan malam sendiri karena Benu sudah makan di kantin perusahaan tempat Benu bekerja. Noni dan Santi selalu memberi nasehat yang positif kepada Putri disaat hamil Putri sengaja menutup sementara tempat prakteknya dan tetap menjalankan tugasnya sebagai Dokter di puskesmas tempat Putri bekerja, kasihan janin yang di kandungnya, jika kelelahan dengan aktivitas sang ibu. Jika sore hari sambil menunggu suaminya pulang, Putri sering duduk di rumah tetangga sebelah yang bernama Mak Biah. Mak Biah seumuran ibunya Putri mungkin lebih tua sedikit. Putri menganggap Mak Biah seperti ibu kandungnya sendiri apalagi menantu Mak Biah si Mirna istrinya Pajar juga sedang hamil sama seperti Putri. Mak Biah ibunya Pajar berasal dari Kepulauan Riau tepatnya Dabosingkep, logat bicara Mak Biah dan Pajar sama seperti Her yaitu bahasa melayu. Dulu di saat Putri baru menempati rumah barunya beberapa tetangga pernah mengingatkan Putri untuk menjaga jarak dan berhati – hati dengan Pajar karena Pajar seorang preman yang mangkal di simpang Muka Kuning. Pajar sering pulang ke rumah dalam keadaan mabuk, tak jarang tidur di teras rumah dalam keadaan mabuk. Sering terdengar kabar terjadi perkelahian di sekitar simpang muka kuning atau di tempat lainnya oleh Pajar dan teman-temanya, namun di kompleks perumahannya Pajar selalu berusaha berlaku sopan dan tidak mengganggu tetangganya. Pajar sangat menyayangi ibunya, di saat ibu Pajar sakit parah dulu dengan ringan tangan Putri mengobati ibu Pajar tanpa minta imbalan sepeser pun. Putri menganggap Mak Biah seperti ibunya sendiri, Putri menolak uang perobatan pemberian Pajar dengan alasan “tak layak jika seorang anak minta dibayari saat mengurus ibu kandungnya”, Pajar terharu mendengar perkataan Putri. Pajar menganggap Putri seperti kakak kandungnya sendiri karena Putri menganggap ibunya seperti ibu sendiri. Ia berjanji akan menjaga Putri seperti ia menjaga ibunya. Putri sangat senang mendengarnya, kini Pajar telah banyak berubah setelah ia berumah tangga. Pajar seorang pekerja keras, ia tidak lagi minum – minuman keras dan tidak lagi mangkal di simpang muka kuning dengan cap sebagai preman. Semua kelakuan – kelakuan buruknya ia tinggalkan. Ia membuka bengkel motor kecil di samping pintu masuk kompleks perumahan Batu Aji, kadang malamnya Pajar menjadi supir taksi. Pajar lebih banyak mendekatkan diri kepada Allah, lebih sering ke masjid dan ikut dalam pengajian – pengajian. Mak Biah pun sangat bahagia melihat Pajar yang telah kembali ke jalan yang benar, doa – doanya selama ini telah di dengar Yang Maha Kuasa. Dulu banyak tetangga yang memandang Pajar dengan tatapan sinis, kini mereka semua sangat baik pada Pajar. Pajar juga pernah mengatakan pada Putri “lebih bagus dibilang orang bekas penjahat daripada dibilang orang bekas orang baik – baik”, ucapan itu dibuktikan Pajar dengan tingkah laku dan semangatnya dalam bekerja tak lupa bertaubat mendekatkan diripada Allah. Gelora darah muda yang membuat Pajar jadi beringas, Pajar tak pernah memulai perkelahian namun di setiap perkelahian Pajar selalu tampil sebagai pemenang dan ia disegani preman – preman lainnya. Mereka akan ciut jika harus berurusan atau mendengar nama Pajar. Dari cerita Mak Biah, Pajar yang dari kecil mendapat tempaan dan gemblengan kakeknya dalam hal ilmu bela diri tidak semua orang dapat menguasai ilmu bela diri yang diajarkan kakeknya kepada Pajar. Sejenis ilmu bela diri langka yang diberi nama “silat panglime” yang dulu dikuasai Hang Tuah, Hang Jebat, Hang Kasturi, Hang Lengkui dan Hang Lekir yang dikemudian hari diajarkan Hang Tuah kepada panglima dan raja melayu turun temurun. Kakek buyut Pajar dulu masih tergolong keluarga kerajaan dengan gelar Tengku sampai ke Pajar pun nama Tengku tetap dipakai yaitu Tengku Pajar Alimuddin. Kakek buyut Pajar juga menguasai ilmu bela diri tersebut dan mengajarkannya kepada keturunannya turun temurun dan kini Pajar pun menguasai ilmu bela diri tersebut.
Dengan bertambahnya usia, membuat Pajar sadar dan kembali ke jalan yang benar bahwa dengan memiliki ilmu bela diri tidak harus membuat seseorang merasa hebat dan bersifat arogan malah harus sebaliknya, menolong yang lemah. Dengan ilmu bela diri kita melakukan kebaikan – kebaikan di jalan Allah berlapis sifat sabar, ikhlas dan ridho. Sekarang Pajar selalu bersyukur kepada Allah dengan apa yang ia peroleh semoga menjadi berkah untuk menghidupi keluarganya.
Putri sangat terkesan mendengar cerita Mak Biah, tak terasa hari pun mulai gelap telah menandakan waktu Maghrib. Putri pun permisi dan pulang ke rumahnya yang tak jauh dari rumah Mak Biah. Malamnya selesai sholat Isya Benu baru pulang. Putri menyiapkan makan malam dan mengajak Benu untuk makan malam namun setelah mandi Benu mengatakan bahwa ia sudah makan di kantin perusahaan karena tadi lembur. Putri pun makan di temani Noni dan Santi. Sementara Benu langsung menuju kamar dan tidur. Selesai makan Putri istirahat sejenak ngobrol bersama Noni dan Santi. Tak lama Putri pun menuju kamarnya, sebelum tidur sejenak ia memetik dawai gitar dengan suara perlahan ia menyanyikan lagu dengan judul “terpatah hati” yang ada di dalam buku lagu Her.
Adapun lirik lagunya sebagai berikut:

Terpatah Hati
Cipt. Iwan Sekopdarat
Amn
Ternoktah titik akan satu tinta
E Amn
Merangkai aksara merajut cerita
Amn
Terpatah hati akan satu cinta
E
Bertikai asmara berkabut dirasa
Dmn Amn
Andai biru sutra yang berseri
E Amn
Sekapur sirih indah menawan hati
Dmn Amn
Cinta yang kau puja melukai
E Amn
Menoreh tertanam tersakiti

Amn Amn
Reff Merana diri, merana diri
E Amn
Cinta di dustai, cinta di dustai
Amn Amn
Terpatah hati, terpatah hati
E Amn
Hai terluka kini, terluka kini
Dmn Amn Dmn Amn
Kemana ku bawa pergi, luka hati tersakiti
E Amn
Biarlah aku berserah diri

( Lagu “Terpatah Hati” bisa di lihat dan di dengar di youtube di pencarian Iwan Sekopdarat )

Tak terasa usia kandungan Putri sudah sembilan bulan, tinggal menunggu harinya saja. Sore jumat pukul 18.00 WIB tepat sepuluh hari di rumah seorang bidan yang tak jauh dari rumahnya. Putri melahirkan seorang bayi yang berkelamin laki – laki. Bayi yang sehat dan lucu menangis kuat tak lama ia hadir di dunia. Di rumah bidan itu Putri ditemani oleh Noni, Santi dan Mak Biah. Noni menelpon Benu memberitahukan bahwa Putri sudah melahirkan seorang bayi laki – laki. Tak lama Benu pun datang, ia sangat bahagia dengan hadirnya seorang bayi darah dagingnya sendiri. Putri disarankan bidan untuk istirahat satu malam di rumah sakit tersebut karena kondisi Putri masih lemah. Putri memberikan asi pertamanya kepada anaknya.
Keesokan harinya Putri baru diperbolehkan pulang, Putri melihat mata bayi itu mengingatkan Putri pada seorang yang tidak asing baginya. Dari paras wajahnya bayi itu terlihat tampan dengan alis matanya yang lebat dan tatapannya yang tajam. Siang harinya Siska, Reno, Ros, Desi, Dewi, Frans dan istrinya menjenguk Putri di rumahnya. Siska sempat mengatakan bahwa mata bayi itu mirip dengan mata Her, Putri hanya tersenyum mendengarnya. Mendapat kabar bahwa Putri telah melahirkan seorang bayi laki-laki, keluarga yang ada di Jogja sangat bahagia apalagi kedua orang tua Putri kini mereka menjadi seorang kakek dan nenek. Hanya ibu Putri saja yang bisa datang ke Batam sementara Pak Hendra terlalu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan juga Dinda yang masih duduk di bangku kuliah. Ibu Putri saja yang mewakili mereka menjenguk Putri. Putri sangat senang dan gembira ketika mamanya datang menjenguknya. Tak henti – henti mamanya menatap wajah bayi mungil itu, ibu Putri pun tidak bisa berlama –lama di Batam karena di Jogja pun pekerjaan mamanya masih menumpuk. Bu Hendra hanya sebulan menemani putrinya. Setelah acara syukuran, potong rambut, penambalan nama serta akikah dan menurut hukum Islam yang berlaku. Mamanya Putri kembali ke Jogja tak lupa ia membawa 2 album foto bayi mungil itu untuk dilihat kakek dan tantenya di Jogja nanti. Nama bayi mungil itu adalah Hari Subanu, mereka memanggilnya dengan sebutan Ari tapi mamanya atau neneknya Ari lebih sering memanggilnya dengan sebutan Har.
Setelah Putri benar – benar pulih dan habis masa cutinya, Putri kembali bekerja bertugas sebagai Dokter di puskesmas tempatnya bertugas sebelumnya. Rumah yang dulunya sepi kini terasa lebih berwarna dengan hadirnya bayi laki-laki yang bernama Hari Subanu anak dari Benu (Subenu) dan Putri ( Putri Wulandari ). Hari diasuh oleh Mak Biah ibunya Pajar. Istri Pajar si Mirna sebulan lebih dulu melahirkan dari Putri. Mirna melahirkan di kampung halamannya di Dabosingkep sementara waktu, Pajar menutup bengkelnya karena menemani istrinya di kampung. Mirna melahirkan seorang bayi perempuan. Pajar memberi nama bayi itu Syaripah Azizah. Pajar dan Mirna pun sangat senang mendengar kabar dari ibunya Mak Biah bahwa Putri juga sudah melahirkan dengan selamat seorang bayi laki – laki.
Mak Biah sangat menyayangi Har, ia menganggap bayi itu seperti cucunya sendiri. Satu bulan setengah Pajar di kampung halamannya, ia kembali ke Batam seorang diri, anak dan istrinya tidak ikut karena Azizah masih kecil dan Pajar tak tega membawanya apalagi Mirna dan Pajar telah sepakat nanti saja setelah setahun umur Azizah baru mereka kembali ke Batam. Biarlah saat ini Mirna dan bayinya di rumah orang tuanya dulu. Sementara Pajar kembali ke Batam meneruskan usahanya. Pajar pun sadar dengan membuka bengkel motor hasilnya tak seberapa, kebutuhan hidup di Batam sangatlah tinggi jauh berbeda dengan kehidupan di kampung halamannya. Biarlah 3 bulan sekali Pajar yang menjenguk istri dan anaknya, jarak Batam – Dabosingkep pun tidak begitu jauh kurang lebih 5 jam setengah perjalanan karena terdiri dari pulau – pulau, mereka menyebranginya menggunakan kapal feri.
5 tahun sudah kini usia Hari, ia tumbuh menjadi anak yang cerdas. Hari dan Azizah di asuh oleh Mak Biah. Hari dan Azizah sudah seperti saudara sendiri, dua tahun belakangan ini, rumah tangga Putri dan Benu yang dulunya harmonis kini goncang dengan hadirnya orang ketiga kekasih gelapnya Benu. Seminggu yang lalu, siang harinya Putri memergoki Benu sedang asyik berduaan dengan kekasihnya di salah satu pusat perbelanjaan di Kota Batam. Benu tak bisa menghindar dari kenyataan ini, Putri memang sengaja menahan gejolak hatinya yang begitu panas oleh api cemburu melihat suaminya bergandeng mesra dengan seorang wanita di pusat perbelanjaan tersebut, ia hanya diam lalu pulang ke rumah dan menunggu Benu di rumah.
Sorenya Benu baru pulang, di rumah terjadi pertengkaran hebat antara Benu dan Putri. Mak Biah yang tak jauh dari rumah mereka mendengar keributan itu segera datang dan membawa Hari ke rumahnya. Mak Biah tak ingin Hari yang masih kecil melihat dan mendengar pertengkaran orang tuanya. “siapa wanita itu mas”, tanya Putri dengan mata berkaca. Benu hanya diam bungkam seribu bahasa. “tak ku sangka, mas setega itu padaku!! Memang aku salah apa mas, apa aku tak menarik lagi bagimu”, Putri mengguncang – guncang pundak suaminya. Benu menepis tangan istrinya “kau tanyakan sendiri pada hatimu, mengapa kau tidak bisa melupakan Her!!”, Benu coba memberi alasan “aku suamimu Put, kamu lihat Hari, matanya mirip Her, wajahnya pun mirip Her, itu tandanya dalam hatimu masih ada Her!”, tambah Benu dengan ketus.
“astaghfirullahal adzim, ngucap mas, sampai hati kau masih membenci orang yang sudah 10 tahun meninggal dunia. Hari anak kita mas, darah dagingmu sendiri jika pun Hari mirip Her itu kehendak Yang Maha Kuasa, aku tak pernah membanding – bandingkanmu dengan Her, Her masa laluku, kenanganku engkau masa depanku yang menjadi imam di keluarga ini. Aku mencintaimu mas, aku mencintai Hari anak kita, aku mencintai keluarga ini dengan segenap jiwa ragaku. Jangan ini semua kau jadikan alasan untukmu berselingkuh”, air mata Putri tadi tertahan kini tidak terbendung lagi, Putri menangis terisak, Benu terdiam seakan menyesali perkataannya. “dari hamil dulu pun aku sudah mendengar kabar bahwa mas ada main dengan wanita lain namun aku masih tetap bersabar dan tak percaya dengan semua omongan orang sebelum aku membuktikannya, aku kecewa sekali padamu mas, aku sangat kecewa”, Putri terus terisak.
“aku pun kecewa Put, mengapa engkau masih sering menyanyikan lagu-lagu ciptaan Her dan memetik gitar Her, sewaktu hamil dulu kau selalu memainkan gitar itu!!”, dengan suara tertahan Benu kembali membuat alasan. Putri hanya geleng – geleng kepala tidak menyangka Benu setega itu. “oke mas, jika itu masalahnya aku minta maaf, aku ingin keluarga ini tetap utuh, jangan kau suruh aku untuk membuang gitar dan buku itu mas, itu titipan dari keluarga orang yang sudah meninggal. Biarlah gitar dan buku itu kuberikan pada sahabatnya, Reno masih di Batam mas!!”, Putri segera menuju kamar, tak lama ia keluar membawa gitar dan buku lagu yang dulu pernah dititipkan keluarga Her padanya. “aku pergi dulu mas ke rumah Siska, memberi gitar dan buku ini pada Reno, assalamu’alaikum”, ujar Putri. Benu hanya tertunduk, ia pun sangat menyesal dengan semua perkataannya. Putri berlalu dari hadapannya, Benu tak kuasa menahannya, ia pun merasa bersalah tak seharusnya ia mengungkit masa lalu Putri. Putri pun keluar, ia menuju ke rumah Mak Biah dan membawa Hari. Putri pun berjalan menuju jalan raya menyetop taksi. Taksi melaju ke arah perumahan MKGR. Setibanya di perumahan MKGR taksi berhenti. Putri segera turun dan membayar ongkos taksi, dengan menggandeng tangan Hari Putri berjalan menuju rumah Siska. Siska yang membukakan pintu terkejut melihat Putri yang datang bersama Hari sambil membawa gitar dan buku. Putri langsung memeluk Siska, ia pun menangis di bahu sahabatnya. Reno yang baru pulang kerja merasa iba melihat Putri menangis tersedu di bahu Siska. Reno masuk ke dalam rumah, ia menggendong Hari yang dari tadi hanya berdiri tegak di samping ibunya. Di dapur Reno melihat Dinda putrinya yang masih berumur 7 tahun sedang membantu Ros memasak, memang tadi sebelum Putri datang, Ros membantu Siska memasak di dapur. Hari ini Ros kerja masuk malam, sementara Desi dan Dewi masuk pagi, mereka belum pulang. Reno membiarkan Hari di dapur bermain bersama Dinda. Reno kembali ke ruang tamu, Putri yang sudah menyeka air matanya bercerita kepada Siska tentang pertengkarannya dengan Benu tadi. Dengan mata kepala Putri sendiri ia melihat Benu suaminya bergandengan mesra dengan seorang wanita di salah satu pusat perbelanjaan kota Batam, dan sampai hati Benu membuat dan mencari alasan tentang masa lalu Putri. Benu seakan tidak terima ketika melihat Hari anaknya sangat mirip dengan Her, Benu menuduh Putri masih mencintai Her.
Siska dan Reno hanya menggeleng – gelengkan kepalanya saja mendengar cerita Putri “begitu malang nasib Her yang jelas – jelas sudah lama tiada masih dijadikan alasan bagi Benu untuk menutupi perbuatan buruknya”, ujar Reno tertahan. Putri pun menyerahkan gitar dan buku lagu pada Reno, Putri berpesan agar Reno menjaga gitar dan buku itu. Reno terharu menerimanya, Reno juga mengatakan akan menyimpan baik – baik barang – barang tersebut. Putri hanya ingin keluarganya utuh, harmonis seperti dulu lagi karena Hari Putranya dan Benu suaminya adalah masa depannya, masa lalunya biarlah ia kubur dalam – dalam. Semenjak berumah tangga pun Putri tidak pernah lagi berziarah ke makam Her, Putri tak ingin Benu beranggapan lain pada Putri, paling Frans dan Reno saja yang rajin membersihkan kuburan sahabatnya.
Setelah memberikan gitar dan buku itu, Putri kembali pulang ke rumahnya bersama Hari. Sesampainya di rumah Benu langsung meminta maaf kepada Putri dan berjanji kepada Putri untuk tidak mengulangi kesalahannya. Benu menangis di depan Putri, tak seharusnya ia mencari alasan masa lalu Putri sebagai penutup kelakuan jeleknya walau terluka Putri pun memaafkan Benu. Putri tetap ingin melihat keluarganya tetap utuh seperti dulu lagi apalagi Benu dilihatnya benar – benar menyesali perbuatannya. Ini dibuktikan Benu dengan mengajak Putri ke makam Her. Keesokan harinya walau Benu tidak pernah langsung bertatap muka dengan Her namun ia sering mendengar tentang Her semasa hidupnya dari Mila, Siska dan Reno. Benu hanya kenal Her lewat foto Her yang ada di rumah Reno, di makam Her Benu memanjatkan doa moga Her mendapat tempat yang layak di sisi Yang Maha Kuasa. Benu merasa sangat berdosa melibatkan Her untuk menutupi kelakuan jeleknya. Tak seharusnya ia cemburu buta seperti itu kalaulah bisa Benu berpikiran jernih harusnya Benu bisa lebih mencintai Putri daripada dulu sebagaimana Her mencintai Putri bukan dihantui oleh bayang – bayang Her, mungkin saja dengan hadirnya Hari, Tuhan menunjukkan kepada Benu agar tidak terlalu membenci Her karena dulu waktu pertama mereka berumah tangga Benu sempat melarang Putri untuk berziarah lagi ke makam Her. Putri pun menuruti kemauan Benu, Putri tidak ingin mencari keributan di rumah tangganya.
Begitulah cobaan dalam rumah tangga yang menimpa Putri. Putri coba bersabar dan memaafkan Benu. Benu telah berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan jeleknya dan Benu pun berusaha untuk mencintai keluarga seutuhnya dengan hadirnya buah hati mereka yaitu Hari yang sangat mirip dengan Her dan merupakan satu teguran buat Benu yang dulu sangat membenci Her walaupun Her telah tiada 10 tahun silam. Benu tetap melarang Putri untuk berziarah ke makam Her, Benu mengakui kekhilafannya selama ini. Beu ingin mencintai Putri. Her adalah masa lalu Putri, suatu kenangan dalam hidup Putri yang tak bisa dilupakannya. Seharusnya Benu menggenggam jemari Putri dan Hari, meraih masa depan menjadikan keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah semoga Her akan bahagia di alam sana dengan semua cita – cita Benu bukan rasa cemburu yang tidak beralasan apalagi selama ini Putri tidak pernah sedikit pun membanding – bandingkan dengan Her. Putri pun tidak pernah mengungkit lagi masa lalunya bersama Her kepada Benu. Putri hanya ingin keluarganya tetap utuh dan harmonis. Benu saja yang terlalu dihantui rasa cemburunya.
Setelah Putri mendengar panjang lebar penjelasan dari Benu, Putri pun terharu kini Putri telah benar-benar memaafkan Benu. Putri berpikiran tidak ada manusia yang hidup di dunia ini sempurna jika manusia itu mengakui kesalahannya dan berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya setidaknya manusia tersebut mencoba untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik, Tuhan saja memaafkan dan mengampuni hambanya jika berlaku khilaf apalagi kita sesama umatnya harus saling memaafkan. Kini keluarga itu kembali harmonis penuh dengan tawa dan canda. Mak Biah, Pajar dan istrinya sangat senang mendengar kabar keluarga Putri kembali harmonis seperti semula.
Namun kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, hampir sebulan Putri merasakannya. Putri yang sedang bertugas di puskesmas tempatnya bekerja mendapat telepon dari pihak rumah sakit yang berada di Sekupang, mengatakan bahwa Benu suaminya mengalami kecelakaan dijalan raya, bersama seorang wanita, Putri yang tidak kuat mendengarberita tersebut segera menelfon Siska untuk menemaninya kerumah sakit yang berada di Sekupang, Reno sengaja mencarter sebuah taksi untuk membawa mereka menuju rumah sakit, diperjalanan Siska dan Reno bercerita bahwa tadi siang Benu ke rumah mereka, pikiran Benu kalut. Pagi tadi ditempat kerja Benu diberitahukan kekasihnya yang masih satu perusahaan dengan berita yang sangat mengejutkan. Kekasih Benu tersebut telah hamil dan ia minta pertanggung jawaban dari Benu. Padahal sebulan sebelumnya Benu sudah memutuskan hubungan dengan wanita itu.
Terjadi pertengkaran Benu dan Wanda kekasihnya. Tak lama Benu keluar minta izin dari pihak perusahaan dengan alasan sakit. Benu langsung menuju kafe terdekat, ia minum beberapa kaleng bir hitam pikirannya kalut padahal ia telah berjanji untuk tidak melakukan perbuatan ini lagi kepada Putri dengan minum – minuman keras namun saat ini pikiran Benu sangat buntu, imannya sangat lemah hingga lari ke minuman beralkohol saat menghadapi masalah ini. Siangnya Benu menuju rumah Siska dengan menggunakan mobilnya. Reno hari ini tidak bekerja karena merasa kurang sehat, Reno menyuruh Benu untuk mencuci muka agar menghilangkan rasa sakit di kepalanya akibat minum – minuman keras. Dari mata dan bau mulut Benu, Reno tau bahwa Benu telah meminum – minuman beralkohol. Setelah Benu mencuci mukanya, ia bercerita menjelaskan duduk permasalahannya mengapa ia sampai minum – minuman keras. Siska dan Reno mendengar cerita Benu dengan seksama. Siska menasehati Benu dan meminta Benu untuk menemui Wanda siang ini juga agar menyelesaikan masalahnya. Setidaknya Benu bisa memastikan apakah benar Wanda hamil dengan mengeceknya ke rumah sakit terdekat jika benar benar Wanda hamil Siska dan Reno melarang Benu untuk menggugurkan kandungan Wanda “jangan menambah dosa lagi”, ujar mereka kepada Benu. Carilah jalan keluar terbaik dengan berunding antara Benu dengan Wanda nanti biarlah setelah dari rumah sakit Benu dan Wanda kembali ke rumah Siska bersama – sama dengan Siska dan Reno agar mereka menemui Putri biar nanti saja Siska yang menerangkan semuanya pada Putri dan memberikan pengertian pada Putri.
Benu pun langsung pergi siang itu dengan mobilnya. Setelah mendengarkan nasehat Siska, Reno menuju perusahaannya kembali karena jam istirahat kerja. Benu menemui Wanda di kantin perusahaan tempat biasa dulu mereka makan bersama. Benu pun menceritakan kepada Wanda apa yang diceritakan Siska kepadanya akhirnya terjadi kesepakatan antara Benu dan Wanda. Benu harus menikahi Wanda dan menceraikan Wanda setelah bayi yang dikandung Wanda lahir agar bayi tersebut mempunyai status yang jelas. Semua biaya persalinan dan dana kebutuhan Wanda di waktu hamil menjadi tanggung jawab Benu sepenuhnya. Benu pun wajib menafkahi bayi itu kelak. Benu menyanggupi karena perjanjian ini kelak harus di dengar Siska, Reno dan Putri istrinya namun sebelumnya Reno harus dulu memastikan perkataan Wanda di rumah sakit terdekat apa benar Wanda hamil lalu mereka menuju rumah sakit di Sekupang. Di perjalanan Benu terus memikirkan masalah itu ditambah lagi rasa sakit kepala waktu Benu minum – minuman keras yang membuat pikirannya semakin kalut. Ketika menyalip mobil di depannya, kecelakaan itu tak bisa terelak oleh Benu, mobil yang dikemudikannya menghantam mobil dari arah depan, terjadi tabrakan maut. Mobil yang dikendarai Benu hancur menghantam mobil truk fuso mengangkut alat berat. Wanda meninggal seketika di tempat kecelakaan. Sementara Benu pingsan langsung dilarikan ke rumah sakit Sekupang, lokasi kecelakaan tidak begitu jauh dari rumah sakit Sekupang karena memang tujuan Benu sebelumnya ingin menuju rumah sakit yang berada di Sekupang untuk memastikan kehamilan Wanda.
Putri yang mendengar cerita Siska hanya menangis, perasaannya berkecamuk menjadi satu antara kecewa, benci dan was – was dengan keadaan suaminya. Dokter yang menangani Benu kenal dengan Benu sebagai suami Putri teman seprofesinya karena waktu acara halal bihalal sesama Dokter yang berada di Batam dulu, Putri pernah memperkenalkan Benu kepada Dokter itu karena itu Dokter tersebut langsung menelepon puskesmas dimana tempat Putri bertugas.
Setibanya di rumah sakit, Putri langsung menuju ruang UGD diikuti Siska dan Reno dari belakang sedangkan Hari dititipkan Putri kepada Mak Biah. Di dalam ruangan UGD, Putri melihat Benu yang masih tergeletak pingsan tak berdaya yang banyak mengeluarkan darah yang keluar dari telinga, hidungnya. Paramedis tak sempat membersihkan darah yang berada di tubuh Benu, mereka langsung memberikan pertolongan pertama dengan menggunakan tabung oksigen dan cairan infus. Di sebelah Benu terbujur kaku mayat wanita kekasih Benu. Wanda meninggal di tempat kejadian karena Wanda masih menggunakan seragam kerja perusahaan. Pihak rumah sakit pun menghubungi pihak perusahaan lewat telepon. Tak lama perwakilan pihak perusahaan tempat Benu dan Wanda bekerja tiba di rumah sakit bersama beberapa teman Wanda. Mereka menangis melihat kepergian sahabat mereka dengan cara yang demikian. Setelah mereka tahu Putri adalah istri Benu, mereka minta maaf kepada Putri atas kelakuan sahabat mereka semasa hidupnya. Dengan ikhlas Putri memaafkan Wanda yang telah tiada berselang 20 menit Benu siuman. Benu tak bisa menggerakkan anggota tubuhnya, dengan tatapan sayu Benu memandang wajah Putri, Siska dan Reno. Putri menggenggam jemari suaminya, setetes air mata penyesalan jatuh dari mata Benu. Putri menyeka air mata itu. Putri pun menangis. Putri hanya melihat bahasa isyarat yang keluar dari bibir Benu mengatakan “maaf” sampai tiga kali, selesai mengatakan kata “maaf” tersebut Benu pun menghembuskan nafas terakhirnya, Benu pun menghadap Tuhan Yang Maha Kuasa.
Berderai air mata Putri menerima kenyataan pahit seperti ini, dua kali ia harus merelakan kepergian orang yang sangat dicintainya yaitu Her dan Benu menghadap Yang Maha Kuasa. Putri mengikhlaskan semuanya, ia berserah diri kepada Yang Maha Kuasa mungkin ini sudah takdir jalan hidupnya yang harus dilalui Putri. Benu pun dimakamkan tak jauh dari tempat Her dimakamkan. Putri tetap tegar dan berjanji akan membesarkan Hari seorang diri hingga kelak Hari menjadi seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya dan dapat dibanggakan. Sebelum Benu meninggal, Benu sempat berpesan kepada Putri agar mengambil kembali gitar dan buku lagu Her karena itu memang milik Putri pemberian keluarga Her sewaktu Her menghadap Yang Maha Kuasa. Benu tak ingin lagi memisahkan Putri dan kenangannya, semoga dengan masa lalu Putri akan menjadi acuan dan semangat bagi mereka membina keluarga yang harmonis. Benu juga ingin Hari kelak bisa bermain gitar dan menciptakan lagu seperti Her. Memang di akui Benu semasa hidupnya sebenarnya Benu sangat senang mendengar Putri menyanyikan lagu ciptaan Her yang ada di buku itu, lagu itu berjudul “untukmu kekasih” dan “aku merindu” karena di lirik lagu itu jelas terlihat begitu indah syair yang dirangkai Her, nada – nada tersusun rapi kadang Benu merasa cemburu, dengan lirik dan syair lagunya Her mengekspresikan rasa rindunya pada Putri dengan tulus Her mencintai Putri. Itu yang tak bisa dilakukan Benu pada Putri, namun setelah pertengkaran itu, mata hati Benu baru terbuka. Ia baru sadar atas semua kekeliruan ini bahwasanya Putri tak pernah membanding – bandingkan dirinya dengan Her. Putri mencintai Benu sepenuh hati apa adanya. Benu pun minta maaf kepada Putri, ini dibuktikan Benu dengan mengajak Putri ke makam Her, di sana Benu pun minta maaf kepada Her tak lupa mendoakan Her semoga diterima di sisi Yang Maha Kuasa. Benu meminta Putri untuk mengambil gitar yang diberikannya kepada Reno kemarin. Benu ingin sekali mendengar Putri menyanyikan kembali lagu yang berjudul “untukmu kekasih” dan “aku merindu”. Benu juga berjanji lewat suara Hari kelak ia ingin membangkitkan lagu – lagu ciptaan Her sebagaimana sebelumnya Her pernah berpesan kepada Putri “jika kelak dari beberapa lagu ciptaan Her dapat menghasilkan uang hendaknya Putri menyisihkan sebagian hasil tersebut dengan menyedekahkan ke masjid atau panti asuhan”.
Namun belum sempat semua keinginan Benu terlaksana, ia telah dipanggil menghadap Yang Maha Kuasa. Benu meninggalkan dunia ini dengan hati yang bersih tanpa ada rasa benci sedikit pun pada Her. Sebulan setelah kepergian Benu, Reno pun menyerahkan kembali gitar dan buku lagu yang pernah dititipkan Putri padanya. Ros, Desi, Dewi, Noni, Reno dan Siska terharu mendengar cerita Putri. Putri pun berjanji akan melaksanakan apa yang dipesankan Benu padanya. Ia akan mengajarkan Hari kelak bermain gitar dan membawakan lagu – lagu ciptaan Her. Putri ingin lewat suara Hari kelak dunia akan tau dan mendengar lagu – lagu ciptaan Her. Putri juga menyanyikan lagu “untukmu kekasih” dan “aku merindu” buat Benu.
Adapun lirik lagunya sebagai berikut:

Untukmu Kekasihku
Cipt. Iwan Sekodarat
G B
Dari hati ku bernyanyi, untukmu kekasihku
C
Kurangkai lirik cinta ini
Amn Dmy
Untukmu kekasih
G B
Dari rasa bercerita tentangmu tercinta
C Amn Dmy
Berjuta kata asmara dalam jiwa
Dmy C G Amn G
Reff Biarkanlah semua rasa yang bercerita
C G Dmy
Bahwa aku sungguh cinta
Dmy C G Amn G
Biarkanlah semua rindu dalam hatiku
C G Dmy
Sungguh aku tak menentu
Dmy C G Amn G
Dalam resah aku merindumu u u u
C G Amn G
Dalam gundah aku mengenangmu

( Lagu “Untukmu Kekasih” bisa di lihat dan di dengar di youtube di pencarian Iwan Sekopdarat )

Aku Merindu
Cipt. Iwan Sekopdarat
G C D B C
Dan malam pun jua merasakan betapa ku merindu
A D G
Bayang wajahmu slalu di anganku o…o…o…
C D
Dan malam pun seakan membisu
B C A D
Rasa yang tak menentu di dalam hatiku
D G B
Reff Padamu ku merindu
C D
Terbayang wajahmu selalu
C G A D
Di penghujung malam pun hanyalah engkau ku rindu 2 x
C G A G
Dibias rembulan aku merindu
C G A G
Di penghujung malam aku merindu

( Lagu “Aku Merindu” bisa di lihat dan di dengar di youtube di pencarian Iwan Sekopdarat )
Kini Hari telah duduk dibangku sekolah dasar, bersama Azizah mereka satu sekolahan. Hari genap berusia 10 tahun dan ia duduk dikelas IV, Dinda pun satu sekolahan dengan Hari dan Azizah cuma Dinda 2 tahun lebih tua dari Hari, Dinda kini duduk dikelas VI, disekolah hari selalu menjaga Azizah, ia menganggap Azizah seperti saudara kandungnya sendiri, begitu juga Azizah menganggap Hari sama seperti saudara kandungnya sendiri, karena memang Hari dan Azizah dibesarkan bersama Mak Biah, Hari juga selalu menjaga dan melindungi Dinda anak dari Reno dan Siska.
Dari umur lima tahun Pajar ayahnya Azizah telah mengajarkan Hari ilmu beladiri, dan juga bermain gitar, Pajar telah menganggap Hari seperti anaknya sendiri apalagi Hari seorang anak yatim. Hari banyak mendapat kasih sayang figur seorang ayah dari Pajar karena di waktu Hari berumur 5 tahun, Benu ayahnya meninggal dunia karena suatu kecelakaan. Hari seorang anak yang berbakat dengan cepat ia dapat menguasai beberapa gerakan dasar ilmu bela diri yang diajarkan Pajar. Pajar sangat menyayangi Hari. Ia ingin menurunkan ilmu bela dirinya kepada Hari yang pernah dipelajari Pajar dari kakeknya dulu. Hari pun sering membantu Pajar di bengkel motor tempat Pajar membuka usahanya. Hari sangat fasih menggunakan bahasa melayu, dari kecil Hari sudah diasuh Mak Biah yang asli orang melayu. Sepulang sekolah selesai belajar, Hari sering ke bengkel Pajar. Hari memanggil Pajar dengan sebutan “Pak Cik” atau biasa disebut paman. Sore hari Pak Ciknya selalu melatih Hari ilmu bela diri yang sangat langka yaitu “silat panglime”. Hari tumbuh menjadi seorang anak ang tegar dan tangguh.
Malamnya barulah Hari berkumpul bersama Putri ibunya. Tak jarang Mak Biah menemani Hari di rumahnya jika Putri ada urusan di luar rumah dalam rangka tugas, Putri percaya kepada Mak Biah dan Pajar dalam hal membesarkan Hari. Setelah Benu wafat sampai saat ini Putri tetap menjanda. Ia membesarkan Hari seorang diri apalagi Hari bukan tipe anak yang cengeng. Hari selalu mengerti keadaan dan kesibukan ibunya, terkadang Hari pun membantu ibunya memberi label nama obat – obat di tempat praktek ibunya di samping rumah mereka. Putri masih tetap membuka praktek untuk menambah penghasilan membiayai kehidupan mereka ada juga beberapa laki – laki yang ingin meminang Putri namun Putri menolaknya secara halus ia memberi penjelasan dengan tidak menyakiti perasaan laki –laki tersebut.
Siang itu sepulang sekolah Putri berpesan pada Hari “Har, ibu nanti akan pergi sebentar, mungkin pulangnya malam, ada acara pertemuan sesama dokter se Batam di Nagoya. Selesai makan, kamu belajar sebentar lalu tidur, sorenya baru boleh ke bengkel pakcikmu”, ujar Putri. “iyalah mak, siap makan kami belaja, habestu tido kejap, baru ke bengkel pakcik”, jawab Har dengan logat melayu. “nanti malam minta ditemanin sama nenekmu ya dirumah’’, kembali Putri emngingatkan anaknya, “oke mak, beres”, sahut hari. Sebelum pergi Putri juga singgah sebentar kerumah Mak Biah, Putri meminta Mak Biah untuk menemani Hari nanti malam, Mak Biah menyanggupinya, Hari mencium tangan ibunya sebelum ibunya pergi, Hari yang baru pulang dari sekolah segera mengganti seragamnya, setelah selesai makan Hari belajar sejenak lalu ia tidur siang, sorenya baru Hari ke bengkel pakciknya, “ikak dah makan har?” tanya pakcik kepada hari, “sudah pakcik, makan pakai ikan biles”, har menerangkan lauk yang dimakannya, “dah belaja?, dah tido siang ?, kelak mak ikak merepet pulak same pakcik, kalau ikak kesini belom belaja dan tido siang”, kembali Pajar mengingatkan Har, “ai tenanglah pakcik, aman la tu, mak dak merepet, kami dah belaja kejap, kami pun dah tido siang”, jawab Har lagi, “ha, tadi pakcik tingok mak ikak bejalan tekacah – kacah kejalan besa nyetop taksi pakai seragam dokter, nak kemane mak ikak Har?”, Pajar menanyakan kepergian Putri yang dilihatnya tadi siang, “mak kate die ade urusan, rapat sesame dokter di Nagoya, mak nyuroh ninek ngawankan kami nanti malam”, har menerangkan kepada pakciknya perihal kepergian ibunya, “ielah kalau begitu, ambekkan dulu kunci inggres tu, bantu pakcik tahan baot ni dengan kunci tu!” Pajar meminta har untuk membantunya, har pun membantu pakciknya bekerja dibengkel, sorenya baru Pajar menutup bengkelnya bersama Hari Pajar berjalan menuju rumahnya. Stibanya dirumah Azizah putri Pajar telah menyiapkan dua gelas teh manis buat ayahnya dan Hari, selesai istirahat sejenak sambil minum teh, Pajar meminta Har untuk latihan kuda – kuda dan beberapa jurus dasar, pajar melatih Har ilmu beladiri, Har dengan tekun mendengar setiap arahan dari pakciknya, Mak Biah, Mirna dan Azizah hanya tersenyum melihat pajar yang melatih ilmu beladiri dengan serius, Azizah pun pernah diajarkan ayahnya beberapa jurus dan kuda – kuda, namun Azizah tidak begitu suka dengan kekerasan, Azizah lebih memilih membantu Ibu atau neneknya didapur ketimbang latihan ilmu beladiri yang diajarkan ayahnya namun untuk gerakan – gerakan dasar Azizah dapat menguasainya dengan baik, kadang Azizah sering bercanda dengan Har, ia membuat serangan tiba – tiba pada Har, namun Har bukanlah anak yang tak tau bela diri, insting Har sangat peka, ia dapat menangkis serangan itu secara reflek karena dari kecil memang Har digembleng Pajar dalam hal ilmu bela diri.
“ha, Har cukuplah besilat, cepat pegi mandi, kejap lagi magreb, ajak Azizah kesurau, siap sembayang, jangan merayau cepat balek rumah kite ngaji”, setengah berteriak mak biah menasehati Hari, “cepat ikak mandi Har, kite sembayang same disurau”, ujar pajar “iye pakcik”, Har pun langsung menuju rumahnya yang bersebelahan dengan rumah Azizah.
Selesai mandi har pun kembali keluar rumah dengan menggunakan kopiah, bersama pakciknya dan Azizah mereka sholat berjama’ah disurau yang tak jauh dari komplek perumahan mereka, mereka pulang kerumah setelah sholat maghrib, Hari langsung kerumah pakciknya karena ia dan Azizah belajar mengaji dengan Mak Biah. Selesai mengaji Mak Biah menyuruh Hari untuk makan malam dulu, Hari pun makan bersama neneknya, makcik dan pakcik juga bersama azizah, walau makan seadanya mereka sangat menikmatinya, menikmati kebersamaan, taklama Hari pun pulang kerumahnya bersama Mak Biah, Putri meminta Mak Biah untuk menemani Hari malam ini, dirumah pembantu keluarga Putri telah menyiapkan makan malam, har mengatakan bahwa ia sudah kenyang barusan makan dirumah neneknya, ditemani neneknya har belajar sebentar, sebelum tidur Har menyempatkan bermain gitar bernyanyi untuk neneknya, Mak Biah tersenyum mendengar suara kecil har, jam 10 malam Putri baru pulang kerumahnya, pembantu Putri membukakan pintu, Putri segera menuju kamar har dilihatnya har tertidur pulas bersama neneknya, Putri mencium kening putranya, Mak biah terjaga dari tidurnya “sudahlah mak, tidur disini saja temani Hari”, Mak Biah hanya diam ia merapikan selimut Hari lalu kembali tidur sambil memeluk Hari, Putri tersenyum melihat mereka tidur, Putri pun menuju kamarnya membersihkan diri, lalu merebahkan diri dikasur, tak lama Putri pun tertidur karena kelelahan.
Teng, teng, teng, lonceng jam istirahat berbunyi anak – anak SD tampak keluar dari ruangan kelas berdesak – desakan, menuju kantin. Hari berjalan santai dari kelasnya, diluar ia melihat kakak kelasnya Dinda bersama Azizah diganggu oleh Topan kawan sekelas Dinda, Dinda adalah anak Siska dan Reno sahabat baik ibu Hari, nama Dinda sama seperti nama tente Hari bedanya hanya nama depan dan belakangnya saja kalau tante Hari bernama Adinda Hendra atmaja sementara Dinda putri Reno bernama Dinda Renata. Hari mendekati Dinda dan Azizah yang diganggu Topan dan kawan – kawannya, “bang janganlah mengusek kak Dinda dan Azizah, die orang mau jajan kasianlah kelak tak sempat jajan dah masok pulak”, Hari sangat menghormati orang yang lebih tua diatasnya, ia memanggil kakak kelasnya Topan dengan sebutan abang. “hai budak melayu, belagu kali kau sok jadi pahlawannya!!”, hardik Ali teman Topan. “maaf bang, saye tak bermaksod macam tu, jike saye salah maafkan saye, tapi biarkanlah die orang lewat”, jawab Hari. “boleh lewat tapi kamu harus bayar seribu dulu”, Topan coba memberi penawaran. Hari diam sejenak , tak lama ia pun mengeluarkan beberapa uang ribuan dari saku celananya. “jangan Har, jangan kamu berikan uang itu”, Dinda coba mencegah Hari. Yoga teman Topan segera merampas uang yang berada di tangan Hari namun Yoga kalah gesit dengan Hari, Har menggeserkan sedikit tangannya hingga tangan Yoga meraih tempat kosong. Ali yang melihat kejadian itu tidak terima melihat Yoga dipermainkan Hari adik kelas mereka, padahal satu sekolahan tau bahwa Topan cs jawaranya di SD tersebut. Dengan kuat Ali segera mendorong bahu Hari, dengan gesit Har memiringkan bahunya, dengan meminjam tenaga Ali yang tadi mendorongnya, Har menarik lengan Ali lalu kaki Har menjegal kaki Ali. Ali jatuh terjerembab dengan hidung berdarah, akhirnya perkelahian yang tak seimbang tidak dapat dielakkan. Hari dikeroyok oleh 3 orang kakak kelasnya. Hari tak gentar, dengan ilmu bela diri yang diajarkan pakciknya tidak sulit bagi Hari meladeni Topan, Ali dan Yoga yang tak punya keahlian beladiri. Serangan – serangan Topan, Ali dan Yoga dengan mudah dipatahkan Hari, dengan beberapa kali gebrakan saja Topan, Ali dan Yoga terkapar di tanah dengan hidung berdarah dan tak berkutik. Anak – anak yang melihat kejadian itu segera melapor ke kantor, Hari pun dipanggil ke kantor tak lama menyusul Topan, Ali dan Yoga dengan hidung berdarah. Ketika tatapan mereka beradu, terasa ciut nyali Topan, Ali dan Yoga menatap mata Hari yang tajam bagai elang. Dinda dan Azizah pun masuk ke ruangan itu, Dinda bercerita kepada guru yang menangani Hari dan Topan cs bahwa awal permasalahannya dimulai dari pihak Topan cs. Setelah pak guru itu mengetahui duduk permasalahannya, guru tersebut menyuruh Topan cs untuk minta maaf kepada Hari dan berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya. Topan cs pun menjabat tangan Hari, mereka minta maaf kepada Hari, Hari pun memaafkannya. Pak guru itu menyuruh Topan cs, Dinda dan Azizah kembali ke lokal masing – masing sementara Hari di suruh pak guru tetap di kantor ada yang mau dibicarakan. Topan cs, Dinda dan Azizah kembali ke kelas masing – maig. Hari tetap di kantor, pak guru menasehati Hari agar jangan sembarangan menggunakan ilmu bela diri karena dari luka yang dialami Topan cs pak guru itu tau Hari memiliki ilmu bela diri yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Pak guru pun menelepon ibu Hari d puskesmas tempat ibu Hari bertugas. Tak lama Putri pun datang ke sekolahan Hari, pak guru juga mengingatkan ibu Hari agar bisa menasehati anaknya untuk tidak menggunakan ilmu bela diri sembarangan pada orang lain nanti berakibat fatal. Putri meminta maaf kepada pihak sekolah, ia berjanji akan menasehati Hari. Putri pun meminta izin pada pihak sekolah untuk membawa Hari pulang, pak guru tersebut mengizinkannya. Disepanjang perjalanan tak henti Putri mengomel pada Hari. Dinda merasa iba sewaktu ia melihat dari jendela kelasnya. Hari diomeli ibunya karena berkelahi melindungi Dinda dan Azizah begitu juga Azizah dari dalam kelas pada jendela kaca Azizah melihat Hari diomeli ibunya. Di sekolah pikiran Dinda dan Azizah tidak tenang mereka yakin Hari akan dimarahi ibunya karena Har berkelahi adi. Sepulang sekolah Dinda segera menemui Azizah, Dinda minta ditemani ke rumah Hari menerangkan duduk permasalahan perkelahian tersebut kepada ibu Hari. Setibanya di depan pintu masuk perumahan batu aji permai, Azizah mengajak Dinda singgah sebentar ke bengkel ayahnya yang tak jau dari jalan raya di samping kompleks perumahan itu. Azizah menceritakan semuanya kepada ayahnya tentang perkelahian Har disekolah karena melindungi Dinda dan Azizah. Pajar ayah Azizah hanya mengangguk – angguk kepalanya saja karena memang sudah jam makan siang. Pajar menyuruh anggotanya atau karyawan di bengkelnya untuk istirahat makan, mereka pun membereskan alat – alat bengkel. Azizah, Dinda dan ayahnya berjalan menuju rumah Hari.
Di rumah Putri, mereka mendapatkan Hari lagi di hukum ibunya, ia disuruh bertahan berdiri dengan satu kaki oleh ibunya, kedua tangannya di suruh memegang telinga. Hari menuruti perintah ibunya, tak henti – henti Putri menasehati Hari.
“assalamu’alaikum”, terdengar suara mengucapkan salam. “wa’alaikumsalam”, Putri segera menuju pintu depan lalu membukanya, rupanya Pajar, Azizah dan Dinda yang datang. Putri menyuruh mereka untuk masuk di dalam ruang tamu. Pajar, Dinda dan Azizah masih melihat Hari pada posisi semula, Dinda dan Azizah sangat iba dan kasihan melihat Hari gara – gara mereka Hari dimarahi ibunya. Dinda dan Azizah pun menerangkan duduk permasalahannya, Putri pun merasa menyesal dengan tindakannya kepada Hari “kamu nasehati pendekarmu Jar, jangan selalu menunjukkan kehebatannya dengan berkelahi di sekolahan”, ujar Putri. “iyelah kak bia kelak Hari aku bilangkan”, jawab Pajar. Putri pun segera masuk ke kamarnya. Pajar pun mendekati Hari dan ia pun merangkul Hari, mengajak Hari ke rumahnya di susul Dinda dan Azizah. Tak lama Putri keluar dari kamarnya “ Hari bialah ke rumah kak, nanti di rumah ku nasehati Hari”, Pajar pun permisi kepada Putri membawa Hari ke rumahnya. Putri hanya mengangguk pelan, Putri percaya Pajar akan memberi nasehat yang baik buat Hari.
Di rumah Pajar, Mirna ibu Azizah menyiapkan makan siang buat keluarga. Pajar langsung duduk di meja dapur bersama Hari diikuti Azizah dan Dinda, “ayok Dinda, kita makan bersama”, Pajar mengajak Dinda untuk makan bersama. “ayo kak, kita makan yuk”, Azizah menambah perkataan ayahnya, “iye Dinda jangan segan makan di rumah nenek”, sela Mak Biah sambil membantu menantunya menyiapkan makan siang. “awak dah makan Har”, Pajar bertanya pada Har. Har diam sejenak, “blom pakcik”. “ha kalau gitu makan same, ngape suntok na muke, ikak Har”, istri Pajar Mirna bertanya pada Har. “ai, Hari dah kenyang makan di sekolah tadi, puas betumbok dengan kawannye”, Pajar menyahuti perkataan istrinya. “betul ke Har, ape yang dibilang pakcik awak ( kamu )?”, Hari hanya tertunduk, Dinda pun menceritakan masalah sesungguhnya kepada Mak Biah dan tante Mirna.
“ha, kalau gitu bagos kite makan dulu, abes tu baru kite cerite”, ujar Mak Biah lagi, mereka makan dengan lahapnya hanya Hari saja yang hari ini merasa kurang selera makannya karena kejadian tadi. Selesai makan Azizah dibantu Dinda membereskan dan merapikan meja, Pajar masih duduk dimeja makan bersama Mak Biah, dan Mirna istri pajar tak lama Dinda dan Azizah pun bergabung duduk dimeja makan yang telah dirapikan, Pajar membuka pembicaraan. “ betol ke kate Azizah tadi, budak – budak tu tebuntang awak buat?” Hari hanya menunduk dan mengangguk pelan, “ndok har, mengape sampai betumbok?” tanya Mak Biah “die orang mulai nek, Dinda sama Azizah yang mau jajan dihalang – halangi die orang, petame kami ndak betumbok, tapi die orang nyerang duluan, kami pelasahlah” Hari coba membela diri.
Mirna yang mendengar hanya geleng – geleng kepala, “tapi tak musti awak keluakan semua juros yang pakcik ajakan, hingge budak – budak tu jadi tebuntang”, Pajar coba menasehati Hari “ma’afkan saye pakcik saye khilaf”, Hari menyesali perbuatannya. “cukop beberape juros dasar saje, yang awak gunakan jike dalam keadaan tedesak je, baru bise menggunakan juros inti, asal awak tau har, juros – juros itu terletak dari kekuatan tenage lawan yang menyerang kite cukop menarik dan mengganjal dengan kaki kekaki lawan disusol satu pukulan mematikan, kalau macam tu besok awak belaja karate same Tamren, yang kerje dibengkel tu anggota pakcik bia dengan karate awak bise mempertahankan diri jike keadaan tedesak je awak menggunakan silat panglime”, Pajar menjelaskan rahasia ilmu silat panglime kepada Hari. “iyelah pakcik saye akan turuti semue perintah pakcik”, jawab Hari. Mak biah terharu mendengar jawaban Hari, “mak nasehatkan dulu cucu mak itu, aku nak ke bengkel, ayo Dinda om antar sampai ke taksi”, Pajar mengajak Dinda menuju jalan raya, Dinda pun permisi kepada Mak Biah, Azizah, dan ibunya tak lupa Dinda pun pamit pada Har. Pajar menyetop taksi dan membayar ongkos taksi. Ia berpesan kepada supir taksi yang dikenalnya itu untuk mengantar Dinda pulang ke rumahnya. Taksi pun melaju perlahan, Pajar berjalan kembali ke bengkelnya.
Di rumah Mak Biah coba menasehati Hari, “Hari, kalau kite tu punye ilmu mustilah menurot ilmu padi maken die berisi maken die merundok, jangan kite jadi tembereng jadi lupa diri”, ujar Mak Biah. “silat yang diajarkan pakcik awak tu bukan silat sembarangan, itu jurus – jurus sakti yang dulu digunakan pare pendeka gagah pekase seperti Hang Tuah”, Mak Biah menambah ucapannya lalu Mak Biah pun bercerita tentang asal muasal ilmu bela diri yang diajarkan Pajar kepada Hari.
Mak Biah mulai bercerita hikayat hang tuah, alkisah pada masa mudanya. Hang tuah beserta 4 orang sahabatnya yaitu Hang Jebat, Hang Kasturi, Hang Lekir serta Hang Lekiu berhasil membunuh segerombolan perampok yang mengamuk di suatu desa, semua hulubalang – hulubalang kerajaan tak mampu menandingi kesaktian para perampok tersebut namun ilmu kesaktian perampok itu dengan mudah dipatahkan Hang Tuah dan kawan – kawan bahkan dengan ilmu bela diri yang Hang Tuah miliki ia dapat membunuh kawanan perampok itu, perdana menteri Malaka yang melihat bakat Hang Tuah membawanya ke istana dan mempekerjakan Hang Tuah dan sahabatnya di istina tersebut. Semasa pemerintahan Sultan Masyur Shah pada abad ke-15.
Dengan ilmu bela diri yang dimilikinya Hang Tuah membaktikan dirinya di kerajaan itu. Sultan sangat menyayangi Hang Tuah apalagi disaat Hang Tuah berhasil memenangkan pertarungan melawan pihak utusan kerajaan Majapahit yang bernama Taming Sari. Taming Sari memiliki sebuah keris pusaka yang begitu ampuh orang yang memiliki keris itu akan menjadi kebal tak mempan oleh senjata apapun seperti nama pemiliknya keris itu diberi nama keris “Taming Sari”. Di kerajaan Majapahit kehebatan ilmu bela diri Taming Sari sudah tidak diragukan lagi apalagi Taming Sari memiliki keris pusaka yang bisa membuat pemiliknya menjadi kebal, tidak sedikit pendekar yang dikalahkan Taming Sari. Taming Sari selalu keluar sebagai pemenang di setiap pertarungannya karena itu pihak kerajaan Majapahit mengutus Taming Sari dalam suatu pertemuan bertarung melawan Hang Tuah. Taming Sari memandang rendah Hang Tuah sewaktu mereka bertemu dalam suatu pertarungan, ia memandang sebelah mata kepala Hang Tuah. Taming Sari mengatakan Hang Tuah bukanlah tipe seorang pendekar dengan gaya bicaranya yang santun, rendah hati, penyabar dan murah senyum. Taming Sari mengejek Hang Tuah lebih layak menjadi pujangga, Hang Tuah tetap tersenyum menjawab semua cacian Taming Sari dengan bahasa yang santun dengan kerendahan hatinya apalagi Taming Sari melihat Hang Tuah tidak menggunakan senjata apapun kembali Taming Sari mengejek bahwa Hang Tuah hanya mengantarkan nyawanya sia – sia saja karena Taming Sari yakin dan percaya diri, dengan sifat arogan dengan angkuhnya ia yakin dengan mudah dapat membunuh Hang Tuah. Pendekar yang menggunakan senjata saja tidak mampu menandingi kehebatan ilmu bela diri Taming Sari dan keris saktinya apalagi seorang pemuda dari tanah seberang ini, Hang Tuah. Taming Sari begitu memandang rendah Hang Tuah.
Taming Sari segera menghunuskan keris sakti ke arah Hang Tuah, Hang Tuah memiringkan sedikit badannya. Serangan Taming Sari mengenai sasaran yang kosong dengan sigap Hang Tuah menarik tangan kanan Taming Sari yang menggenggam keris, ia menggunakan atau meminjam tenaga Taming Sari yang maju menyerang untuk menjatuhkan Taming Sari, disaat tangannya menarik kaki Hang Tuah pun mengganjal kaki Taming Sari, dengan cepat tangan kiri Hang Tuah menghantam tengkuk Taming Sari yang oleng, Taming Sari pun terjerembab jatuh tersungkur mencium tanah, keris digenggamnya terlepas dengan sigap Hang Tuah melompat merebut keris itu dan menikamkannya ke Taming Sari yang masih oleng berdiri. Taming Sari mati oleh kerisnya sendiri padahal kalau Hang Tuah mau dari awal pertarungan ia sudah bisa mengalahkan Taming Sari. Hang Tuah hanya ingin menjajal kemampuan Taming Sari sampai dimana dengan cara menghindar Hang Tuah bisa mengukur kehebatan ilmu bela diri lawannya kini keris Taming Sari berpindah tangan. Hang Tuah sekarang pemiliknya namun Hang Tuah memberikan keris itu kepada Sultan. Nama Hang Tuah semakin terkenal, ia dijuluki oleh penduduk setempat dengan julukan “Laksmane gagah perkase”, namun sayang, diantara pembesar kerajaan ada yang iri melihat kesuksesan Hang Tuah. Mereka mengatur siasat keji untuk melenyapkan Hang Tuah, mereka menghasut raja dengan menuduh Hang Tuah menjalin kasih dengan dayang Sultan. Sultan termakan hasutan, serta merta ia mnghukum mati Hang Tuah.
Untuk eksekusinya Sultan mempercayakan kepada perdana menterinya. Perdana menterinya tau bahwa Hang Tuah tidak bersalah, ia menyembunyikan Hang Tuah pada suatu tempat, ia ingin menyelesaikan kasus ini. Siapa yang tega menjadi dalangnya di balik semua ini. Sultan dan pembesar kerajaan percaya bahwa Hang Tuah telah mati, ini dibuktikan dengan baju Hang Tuah yang telah berlumuran darah juga cincin dan gelang dari akar milik Hang Tuah yang ditunjukkan perdana menteri pada Sultan. Sultan pun mengangkat Hang Jebat menjadi panglima dan menyerahkan keris Taming Sari kepada Hang Jebat. Dengan keris Taming Sari, Hang Jebat melancarkan pemberontakan balas dendam terhadap Sultan Masyur Shah, ia menganggap keputusan yang diambil Sultan tidak adil dan salah dengan menghukum mati Hang Tuah seharusnya Sultan harus meneliti masalah tersebut baru bisa mengambil tindakan seperti Hang Tuah. Hang Jebat pun tak kalah hebat dalam hal ilmu bela diri apalagi keris sakti Taming Saring di tangannya, menambah kehebatannya tidak ada satu hulubalang dan pendekar lain pun yang bisa mengalahkan Hang Jebat. Hang Jebat membuat situasi yang kelam di istana kerajaan hingga Sultan harus mengungsi. Hang Jebat membunuh pembesar istana yang dulu pernah menghasut Sultan untuk menghukum mati Hang Tuah. Awalnya memang Hang Jebat ingin balas dendam atas kematian sahabatnya namun aura jahat yang berada di keris itu mempengaruhi Hang Jebat. Hang Jebat menjadi arogan dan bertindak semena-mena. Ia terpengaruh oleh hawa jahat yang dipancarkan keris Taming Sari. Dipengungsiannya bersama perdana menteri, Sultan yang merasa bersalah telah menghukum mati Hang Tuah karena Sultan percaya bahwa hanya Hang Tuahlah yang dapat mengalahkan Hang Jebat. Perdana menteri yang mendengar penyesalan Sultan menjelaskan bahwa Hang Tuah belum mati, ia menyembunyikan Hang Tuah di suatu tempat. Sultan pun meminta perdana menterinya memanggil Hang Tuah. Hang Tuah pun menghadap Sultan. Sultan mencabut hukuman Hang Tuah dan mengampuninya. Sultan meminta maaf kepada Hang Tuah atas kekeliruan ini.
Hang Tuah berjanji untuk menyelesaikan masalah ini dengan Hang Jebat. Tak lama Hang Tuah pun menuju istana dimana kini Hang Jebat berada. Sebagai sahabat Hang Tuah menasehati Hang Jebat untuk menyerahkan diri. Ia akan meminta pengampunan Sultan agar Hang Jebat jangan di hukum mati namun Hang Jebat tidak menerimanya, aura jahat dari keris itu menguasai Hang Jebat malah ia mengajak Hang Tuah untuk bertarung. Dari pancaran mata Hang Jebat, Hang Tuah tau bahwa Hang Jebat berada di bawah pengaruh hawa jahat keris Taming Sari. Perkelahian tak terelakkan lagi, setelah melewati pertempuran yang melelahkan beberapa hari di saat mereka bergulingan memperebutkan keris itu, tanpa sengaja keris itu tertikam di perut Hang Jebat. Hang Tuah menyesali kejadian itu, Hang Jebat tidak langsung mati, ia membalut lukanya dengan kain cindai. Kembali ia keluar memasuki perkampungan dan mengamuk, Hang Tuah mengikutinya karena banyak darah yang keluar dari perut Hang Jebat. Ia kehabisan darah dan meninggal di pangkuan Hang Tuah. Hang Tuah menangisi kepergian sahabatnya, ia menggenggam kain cindai yang tadi dipakai Hang Jebat untuk membalut lukanya. ( kain cindai adalah kain tenunan sutra halus yang bermutu tinggi biasanya kain cindai disebut juga dengan kain Limar keistimewaan kain cindai dapat menahan senjata tajam dengan sulaman ayam berganda ikat kembar membuat kain cindai sangat kuat dan bermutu tinggi juga pembuatan kain cindai memerlukan keahlian yang tinggi dari pembuatnya. Ini menyebabkan harganya menjadi sangat mahal biasanya menjadi simbol status sebagai bangsawan dan hartawan. Kain cindai tersebut bisa juga dijadikan senjata yang ampuh bagi pemiliknya ).
Setelah wafatnya Hang Jebat, Hang Tuah kembali membaktikan dirinya pada negerinya untuk membantu Sultan memakmurkan rakyatnya. Petuah Hang Tuah yang sangat terkenal yaitu “takkan melayu hilang di bumi”. Sementara petuah atau ungkapan Hang Jebat yang sangat terkenal ialah “raja adil raja disembah, raja zalim raja disanggah”, suatu maksud untuk menuntut keadilan
Hari sangat tertarik mendengar cerita Mak Biah yang diketahui Mak Biah secara turun temurun dari kakek dan neneknya dengan seksama ia mendengar cerita Mak Biah. “jadi Har, hendaklah awak macam Hang Tuah, selalu tinggi budi pekerti, penyabar dan sayang sesame yang laen, jangan ilmu silat tu menjadi awak temberang dan besa kepale”, ujar Mak Biah selesai menceritakan hikayat Hang Tuah. “iye nek, kami selalu ingat pesan nenek”, jawab Har yang dapat memetik hikmah dari cerita Mak Biah.
“kalau macam tu cepat balek, minta maaf same mamak awak, siap tu belaja, hari ini toksalah ke bengkel, pakcik awak ngertinye itu”, Mak Biah menasehati Har. “iye nek, makasih nek”, Har mencium tangan Mak Biah sebelum pamit kembali ke rumahnya. Mak biah memanggil Har kembali, Har mendatangi Mak Biah “tunggu kejap”, mak Biah masuk ke dalam kamarnya, Har menunggu di luar tak lama Mak Biah keluar dari kamarnya sambil membawa sebuah cincin.
“ini cincen dari tandok ruse, awak pakai Har, awak jage bile mase awak nak betumbok, awak pandang cincen itu, awak ingat pesan ninek karne semue masalah tak harus diselesaikan dengan begadoh”, Mak Biah memberikan cincin dari tanduk rusa itu kepada Hari bermaksud agar Hari selalu ingat pesan Mak Biah untuk tidak menggunakan ilmu bela dirinya pada sembarangan tempat. “makaseh nek, kami janji kami akan rawat cincen ini, kami tak kelahi lagi”, Hari sangat senang menerima pemberian dari Mak Biah berupa cincin dari tanduk rusa, “cincen tu besa, longga di jari awak, pakai je di ibu jari”, ujar Mak Biah lagi. “iye nek”, sahut Har. Har kembali ke rumahnya, Har minta maaf kepada ibunya dan berjanji tidak akan berkelahi lagi. Ibunya memaafkan Hari, ibunya pun bertanya tentang cincin yang berada di ibu jari Har. Har menjelaskan kepada ibunya tentang cincin pemberian neneknya agar Har selalu menjaga cincin itu dan tidak menggunakan lagi ilmu bela dirinya di sembarang tempat.
Putri pun paham maksud cerita Hari, ia segera menyuruh Hari makan, Hari mengatakan sudah makan di rumah neneknya. Putri pun menyuruh Har untuk tidur sebentar, malam saja baru belajar. Hari menuruti perkataan ibunya. Semenjak kejadian itu, kelompok Topan cs menjadi segan sama Hari, mereka sadar bahwa Hari bukan tandingan mereka, dikeroyok pun Hari tetap tangguh, kini Dinda dan Azizah merasa nyaman disekolah mempunyai perlindungan semacam Hari.
Suatu hari sepulang dari bengkel Pajar mengajak Tamrin kerumahnya, Hari, Pajar dan Tamrin berjalan menuju rumah Pajar, setelah istirahat sejenak sambil minum teh Pajar membuka pembicaraannya “tam, besok kau aja har karate, soal honor kau ngaja aku yang baya!, kau kan lame belaja karate, dan paham jurus – jurusnye tolong ajakan itu same har”, ujar Pajar “ape hal bang, Hari kan mured abang, Hari tu hebat besilat, ngape nak belaja karate lagi?” Tamren bertanya keheranan, “itulah masalahnye tam, seminggu yang lalu Hari betumbok, die dikeroyok 3 orang, kate Azizah 3 orang tu tebuntang tesungko kat tanah, tangan, muke, hiung dan bibe orang tu bedarah, padahal Azizah becerite har hanye menarek tangan lawan dan memanjat kaki lawan, har tidak menutupnye dengan satu pukulan, kalau sempat har memukol benyailah budak tu besepai!”, Pajar menghentikan sejenak ceritanya, ia menyalakan rokoknya lalu menyambung pembicaraannya, Tamren mendengar dengan seksama, sementara Hari hanya tertunduk disebelah Pajar, “maksud aku Tam, bialah Har menggunakan jurus – jurus karate yang kau ajarkan kelak sebagai jage diri die, bile dalam keadaan tedesak je die boleh menggunakan silat panglime atau silat laksmane karna kau tau Tam, silat laksmane menyerang titik – titik yang mematikan lawannye”, Pajar menyambung pembicaraannya. Tamren kenal benar dengan Pajar karena Tamren sahabat Pajar sewaktu mangkal di simpang muka kuning. Tamren pun tau dengan silat panglime atau silat laksmane yang dimiliki Pajar menjadikannya orang yang paling disegani baik kawan maupun lawan, kini Tamren paham mengapa Pajar memintanya untuk mengajarkan karate pada Hari seperti halnya Pajar, Tamren pun telah bertobat dan kembali ke jalan yang benar, melihat Tamren yang sudah insaf, Pajar mengajak Tamren untuk bekerja di bengkelnya dan kini Tamren bekerja di bengkel Pajar.
“iyelah kalau macam tu masalahnye, besok aku bisa mulai melatih Har, bise kite mulai besok Har?”, Tamren menoleh Har. “insyaallah pakcik Tamren, mane baek pakciklah kami siap belateh same pakcik”, dengan mantap Har menjawab pertanyaan Tamren. Tak lama Tamren pun pamit pulang kepada Pajar dan keluarganya.
Keesokan harinya Tamren mulai melatih Har, setiap sore Har berlatih tidak memakan waktu yang lama Har belajar karate dari Tamren. Dalam waktu 6 bulan Har sudah mahir menggunakan jurus-jurus karate karena pada dasarnya Har telah menguasai ilmu silat sehingga ia dengan mudah menyerap jurus – jurus karate. Pajar pun masih tetap melatih Har, terus mengasah mata batin Har.
Kini Har telah duduk di bangku SMP bersama Azizah, mereka satu kelas dan satu sekolahan dengan Dinda cuma bedanya Har dan Azizah duduk di kelas satu dan Dinda duduk di kelas tiga. Persahabatan mereka tetap terjalin erat, pada suatu turnamen kejuaraan karate tingkat junior yang diselenggarakan di Batam se Provinsi Kepulauan Riau. Hari keluar sebagai pemenang setelah di final mengalahkan Topan. Semenjak perkelahian waktu SD dulu, Topan belajar karate. Ia berlatih dengan keras dan tekun, ia ingin seperti Har, namun waktu di final ketika ia kembali bertemu dengan Har dalam suatu turnamen kejuaraan karate terbuka tingkat junior, dengan mudah ia dikalahkan Har. Har terlalu tangguh baginya, dendam di hati Topan makin membara, ia ingin kelak membuat perhitungan dengan Har.
Har mewakili propinsi Kepulauan Riau bertanding di turnamen terbuka di tingkat nasional, di tingkat nasional pun Har mampu bertahan menyisihkan beberapa perwakilan dari propinsi lain se Indonesia. Har tampil sebagai juara di tingkat nasional setelah di final mengalahkan perwakilan dari Jakarta, kini Har mewakili Indonesia berlaga di kancah yang lebih besar lagi yaitu turnamen kejuaraan karate terbuka tingkat dunia. Disini Har tampil sebagai juara kedua setelah di final dikalahkan karateka dari Jepang dalam suatu kacurangan yang dilakukan pihak penyelenggara mengatakan perwakilan karateka dari Jepang menang dengan angka yang tipis, pihak penyelengngara tidak ingin melihat perwakilan Jepang dipermalukan karena memang ilmu bela diri karate berasal dari negeri sakura yaitu Jepang. Har tetap bersikap ksatria menerima keputusan itu dengan ke