kumpulan Sajak, cerpen, drama : HELAI RINDU Bag. 2
oleh Gurindam Kelana pada 21 November 2012 pukul 10:19 ·
Kuncup layu mekar tangkai hati
Diperjalanan hidupku yang tak sempurna merindukanmu sudah lebih dari cukup bagiku untuk mengerti akan rasa yang tak harus saling memiliki”bisik batin amat sambil melitik cincin yang melingkar di jari kelingkingnya satu cincin tempahan yang terbuat dari besi putih yang banyak mengisahkan kenangan baginya sementara sebentuk cincin belah rotan melingkar di jari manis pada tangan yang sama menandakan bahwa ia kini telah mengikat jalinan kasih suci.
Suatu merindu vocalis last cild yang melantunkan lagu andalannya mereka seluruh nafas ini di ringtone telepon selulernya Amar menyentakkan ia dari lamurannya getar dari hp tersebut menyadarkan amar dengan cepat ia merogoh saku celananya sekilas amar tersenyum membaca satu nama panggilan masuk hpnya tertera tulisan “jagoanku” amar segara menekan tombol hijau dan menjawab panggilan tersebut”halo,assalamu’alaikum, ada apa ma ? ujar amar dalam telepon selulernya.
“walaikumsalam wr.wb nggak ada pa-pa pa,Cuma ini jagoan papa mau ngomong”
Dari seberang sana amar mendengar suara istrinya dan suara anak kecil yang tak lain anak mereka si jagoan sedikit merengek manja pada ibunya
“cini ma,mali ma,aldo mau ngomong ama papa”amar yang mendengar dari hpnya tersenyum geli.
Tak lama terdengar suara jagoannya”allo pa”di cana ujan nggak ? dicini ujan lebat sekali,kata mama hali ini papa cepat pulang kan ?”
“ia aldo, papa udah pulang kerja,ini lagi di halte nunggu taksi.disini hujannya juga lebat sekali”
“papa jangan main ujan ya,ntar cakit nanti kalau ujannya reda cepat pulang ya pa”
Dengan polosnya aldo yang masih berumur 3 tahun mengingatkan ayahnya.
Sambil menahan tawa geli amar pun menjawab”ok aldo. Jagoan papa,papa janji ngak main hujan,ntar kalau hujannya reda papa pasti cepat pulang,do’akan ya,sekarang hpnya ditutup ya aldo ganteng atau kasih sama mama tak baik hujan-hujan nelpon dan satu lagi salam buat mama”oke pa!”jawab aldo.
“pa.hati-hati ya” ujar suara lembut seorang wanita yang tak lain ibu si aldo,istrinya.
“iya ma”
“yok pa, assalamualaikum”
“walaikumsalam wr.wb”jawab amar kembali ia memasukkan hp ke dalam saku celananya.
Awan kelabu terus memayungi membasahi kota,rintik hujan menari turun ke bumi seakan lama redanya. Amar menarik nafas berta ia masih bersandar di salah satu tiang halte. Disisi kiri dan kanannya beberapa orang seperti dirinya,berteduh sambil menuggu huja reda dengan pikiran yang berkecamuk di otak mereka masing-masing.
Amar merogoh saku bajunya mengeluarkan sebungkus sempurna. Mengambil sebatang dan menyulutnya kembali ia memasukan sigaret beserta jippo kedalam saku bajunya.
Satu tarikan nafas ia hisap dalam-dalam rokok yang terjepit di sela-sela jemari dan mengeluarkan dengan helaan nafas yang perlahan-lahan. Beberapa kali di ulanginya. Amar mengedarkan pandanganya ke jalan raya. Siapa tahu ada taksi yang lewat dan menghampirinya untuk dapat ditumpangi. Siang ini jalanan tidak begitu ramai.
Di bawah siraman curah hujan hanya satu dua mobil yang lewat itu pun rata-rata kendaraan pribadi. Mungkin saja para supir taksi enggan menjalankan kendaraan mereka disaat hujan lebat seperti ini.
Satu fortuner berwarna silver melintas pelan melewati halte. Mobil tersebut berhenti dan kembali mundur secara perlahan. Tepat dimana amar bersandar fortuner berhenti dengan tidak mematikan mesinnya kaca depan sisi mobil dibuka. Seorang wanita berwajah manis sedikit ragu memanggil satu nama “amar”!
Amar yang disebut namanya tersentak , ia pun terhenyak memandang wajah seorang wanita yang sedang menyetir sambil berguman amar menyebut satu nama lirih “tiara”
“amarkan!” kembali wanita tersebut menyakinkan penglihatannya menaikkan sedikit alis matanya ia sengaja bersuara tertahan melawan curah hujan yang semakin deras.
“iya tiara,aku amar” sahut dengan suara tertahan.
Wanita itu membukakan sedikit pintu mobil sisi kiri dan mempersilahkan amar untuk masuk ke dalam mobilnya.
Amarpun menghampiri mobil sambil berlari kecil membuka pintu lalu masuk dan duduk di samping wanita itu.
Wanita cantik yang bernama tiara itu segera menggantikan gigi porseneleng menginjak perlahan pedal gas. Mobil pun berjalan melaju di tengah rintik hujan.
Di dalam mobil suasana seakan hening,amar merasa kaku,lidahnya terasa keluh tak tau entah apa yang harus ia ucapkan,padahal barusan saja terlintas di benaknya wajah wanita yang kini sedang disampingnya.
Namun tidak dengan gaya seperti sekarang ini,yang lebih feminism menambah aura kecantikannya.
Amar melirik tangan tiara yang sedang menyetir pada jari kelingking kiri tiara melingkar satu cincin yang terbuat dari tempahan besi putih sama seperti yang di pakai amar saat ini.
Cincin yang dulu diberikan amar pada tiara,bukti dari cinta amar.
Yach kenangan 13 tahun silam sewaktu mereka masih duduk dibangku SMA. Melewati hari bersama dengan tawa dan canda,bercengkrama merangkai cerita merajut asmara. Amar pun memandang jari manis tiara masih tercetak samar bekas atau tanda sebentuk cicncin yang pernah melingkar disana”apakah gerangan tentangmu tiara” bisik batin amar tanpa sengaja.
Amar tersadar dengan tangan kanannya ia menggenggam jari jemarinya sendiri. Berharap tiara tidak melihat cincin yang sama di jari kelingking kirinya.
Melihat sikap amar,tiara hanya tersenyum sewaktu amar bersandar ditiang halte tiara telah memperhatikan cincin itu walau wajah kini sedikit berubah,namun dengan cincin itu ia yakin bahwa itu amar,,,,
“mar kita singgah sebentar yuk,perutku mulai keroncongan,apalagi ditambah hujan selebat ini”
Ucap tiara memecah kesunyian.
“terserah kamu tiara mana baiknya”
Jawab amar pelan,jujur saat ini perut amar pun keroncongan,amar sengaja tidak makan dikantin yang bersebrangan dengan kantor dimana ia bekerja karena amar ingin makan dirumah bersama jagoan dan istrinya.
“aku ingin ngobrol banyak sama kamu,sudah lama kita tidak bertemu. Kamu tidak banyak berubah mar,tetap seperti dulu,tapi nanti sajalah ngobrolnya,hari hujan jalanan sangat licin aku harus hati-hati menyetirnya. Amar pun mengangguk pelan mengiayakan perkataan tiara.
Tak lama mobil pun berbelok arah dari jalan raya menuju restoran mewah. Amar dan tiara keluar dari mobil setelah memarkirkan mobilnya dihalaman pakir restoran tersebut.
Sambil berlari kecil mencoba menghindar dari rintik hujan mereka pun masuk ke dalam restoran itu. Mengambil tempat duduk di pojok bangunan berasitektur kuno tiara pun memesan makanan dan minum,an di ikuti oleh amar tak banyak yang mereka bicarakan sambil menuggu pesanan mereka tiba.
Selesai makan kembali tiara memulai pembicaraan…
“mar,kamu sekarang agak gemukkan, oh ya kamu sudah berkeluarga ?
“sudah ra,”ucap amar singkat.
“udah berapa anaknya mar ?” Tanya tiara kembali sambil menyedot ujung pipet dengan bibir mungilnya meminum jus mangga kesukaannya.
“sudah,baru satu ra”jawab amar masih kaku.
Sejenak mereka saling tatap amar segera menepis igauan dibenaknya. Sementara tiara sadar mengapa amar begitu dingin padanya.
“amar apakah engkau masih membenciku ?”
Amar yang ditanya hanya menatap langit-langit bubung atap restoran dimana mereka duduk pikirannya jauh menerawang terlalu sakit baginya untuk kembali mengenang kisah pilu dahulu,cinta pertamanya yang di khianati.
“Maafkan aku Mar, aku benar-benar menyesal, kini aku sadari bahwa sangat berartinya dirimu bagiku”
Sebutir air mata tergenang dipelupuk palung mata Tiara, berkaca-kaca tanpa merasa sebukir jatuh dan tetesnya mengambang di pipi tiara.
Amar yang tadinya dingin dan kaku luluh dengan air mata itu. Amar memandang jauh bola mata Tiara dimata Tiara ia melihat suatu penyesalan yang teramat dalam, Amar menemukan suatu kegersangan dan kekecewaan rasa di bola mata yang indah itu, dengan ujung jari Amar menyeka air mata itu, mengusapkan lembut hingga pipi itu merona, getar itu masih terasa
Tiara terpenjam saat usapan jari Amar di pipinya masih segar dalam ingatannya kenangan indah 13 tahun silam, jemari dari tangan yang dulu pernah menggenggam tangannya dengan kasih saying yang tulus, membelai rambutnya, menemaninya dengan ikhlas, namun karena keegoannya ia mengkhianati cinta dari lelaki yang mungkin takkan pernah dapat ditemuinya lagi seperti ini lagi, dan kini lelaki itu kembali hadir dihadapannya.
“sudahlah Tiara, jauh sebelumnya aku sudah memaafkan semuanya, sebenarnya tiada yang salah diantara kita. Dan tak ada yang perlu dimaafkan. Mungkin sudah takdir perjalanan cinta pertamaku kandas di tengah jalan berakhir duku diujung pilu, disaat aku sungguh merindu, hingga rindu itu bagai helai yang layu. Semoga dari semua itu aku dapat memetik hikmahnya”
Tiara segera meraih tangan Amar yang tadinya mengusap lembut, meletak kembali kepipinya butir yang tadi tergenang, dipalung yang berkaca kini mengalir deras, menganak sungai menyiram tangan Amar, Tiara tak kuasa mendengar pernyataan Amar, air matanya bercucuran, Tiara menvonis dirinya atas kelukaan Amar dari rasa yang ia anggap dulu tidak mengapa. “Amar masih bolehkah aku mendapat kesempatan atau diberi sedikit waktu untuk ku menebus semua itu?” dengan cincin tempahan besi putih yang masih melingkar di jari Amar, tiara berharap diberi waktu atas kesempatan untuk ia membuktikan bahwa ia benar-benar menyesal.
Amar memandang iba, sesakit apapun ia dulu, hanya ialah yang tau. Namun dengan air mata Amar luruh jua dari hati yang paling dalam rasanya semakin temaram, setidaknya Tiara adalah hal yang terindah disepenggal perjalanan cintanya.
Amar coba tersenyum dari patahan senyum yang lama hilang. Amar mencoba berusaha menguasai emosi di jiwanya dan berusaha untuk tidak berkata yang dapat menyakiti perasaan Tiara saat ini. Walaupun ia dulu pernah tersakiti oleh wanita yang sama. Menurut Amar membalas perbuatan dengan perbuatan atau perkataan yang sama tidaklah tindakan yang tepat bagi lelaki pecinta sejati. Amar mencari kata yang tepat untuk menjawab semuanya.
Kembali Tiara berujar “ masih banyak yang ingin ku ceritakan padamu Mar, tentang hidupku, perjalanan cintaku, dan perceraianku, namun saat ini izinkan aku dengan membiarkan tanganmu di pipiku sejenak menumpahkan segala sesal hati gundah jiwa, usap lembutmu sungguh membuatku bahagia Mar”
Amar hanya menarik napas berat, helaan teramat dari helai rindu yang teramat berat.
Diluar hujan tak lagi deras, hanya rintik terbias awan kelola sedikit puca pasi, diujung aksara asa merias, pelangi menampakkan nuansa simponi alam dalam kuas di helai rindu yang seutas.
Namun bunyi ringtone dari pelantun tembang “seluruh nafas ini” oleh grup band Lastcild memantapkan Amar untuk menjawab semua pernyataan Tiara, Amar merogoh saku celananya, menggenggam telepon seluler dan membaca satu nama yang tertera di hpnya. “ Jagoanku”
“ Luruhku”
Cipt. Iwan Sekopdarat
Mencintaimu, sulit bagiku
Sekalipun dirimu masa laluku
Merangkai hari
Indah bersamamu
Mencintaimu buatku tak pasti
Disaat hati ada yang memiliki
Haruskah ada hati
Yang akan tersakiti
Demi cinta kita kini, ho..o..
Reff : Maafkan aku, bukan tak cinta
Mungkin takdir kita
Harus berpisah
Maafkan aku, bukan tak sayang lagi
Namun ku tak bias
Menyakitinya
Jika benar engkau cinta
Mengapa dulu kau pilih dia
Biarlah, kisah kita yang ada
Menjadi kenangan yang abadi
Selamanya,,,,
( Lagu Luruhku dapat dilihat dan didengar di Youtube dipencarian Iwansekopdarat )
TEMARAM
Yang hilang
Yang terjengkang
Rindu dendam
Remuk redam
Yang masih
Yang tersisih
Rindu benci
Silih berganti
Yang jauh
Yang tersentuh
Rindu layu
Letih lesu
Yang lalu
Yang termangu
Rindu membaur
Hancur lebur
Yang malang
Yang terkekang
Rindu temaram
Siang malam
KUJADIKAN KAU
Ku jadikan kau lilin kecil di hatiku
Api cinta
Menerangi kelok jalan parit rasa
Bias cahaya helai rindu
Ku jadikan kau setetes embun dalam jiwaku
Di sanubari
Menyejukkan hati
Melembabkan muara kalbu
Kujadikan kau sekuntum bunga
Yang tak pernah layu
Mekar selalu
Ditaman hati insane dunia
Kujadikan kau pelita disukma
Selalu bersinar
Tiada pudar
Dan bernuansa sepanjang masa
MERINDUKAN MU
Merindukanmu
Membuat aku lupa
Lupa akan alam sekitarku
Merindukanmu
Membuat aku terlena
Terlena akan angan yang membisu
Merindukanmu
Membuat aku tak tentu
Tak tentu dari apa yang aku tau
Merindukanmu
Membuat aku hanyut
Hanyut ditengah laut cintaku
Merindukanmu
Membut aku larut
Larut dengan apa yang tidak bisa aku sebut
Merindukanmu
Membuat aku takut
Takut jika kelak rasa ini kan terhanyut
Merindukanmu
Membuat aku galau
Galau disaat hati sedang kacau
Merindukanmu
Membuat aku terpuruk
Terpuruk di rasa yang teramat remuk
DRAMA ALAM
Pagi nan cerah, kicau burung bersautan, lembutnya sinar sang surya tumpah kebumi memayungi keindahan panorama alam jagat raya ini. Semilir angin bertiup memainkan helai daun bambu desirannya bak buluh perindu. Sepoinya mengalun syahdu gemerik air menari turut serta membaur dengan alam meliuk kesana kemari menuruni lembah dan dataran tinggi melewati bebatuan dan hamparan pasir di bumi. Dari unsur-unsurnya mereka melakoni perannya masing-masing menjadikan satu kesatuan hingga terciptanya keindahan yang alami. Diantara unsur-unsur alam yang banyak terdapat di muka bumi, angin, tanah, pohon, air dan matahari selalu bercengrama setiap hari, mereka selalu bercanda bercengkerama, diselingi tawa ceria mereka tekenal dengan julukan 5 sahabat, banyak yang merasa iri melihat keakraban mereka, seperti biasa pagi yang cerah ini mereka kembali bercengkerama
Angin : Selamat pagi sahabat,
( dengan berhembus lembut sang angin menyapa tanah, pohon, air dan matahari)
Seakan dikomandai secara serempak yang disapa balik menyapa “ pagi Juga”
Matahari : aih, angin,kamu pagi-pagi sudah tebar pesona
Angin : yang tebar pesona sebenarnya aku atau kamu matahari,aku hanya berhembus pelan,sementara kamu pagi-pagi sudah sinar sana sini,unjuk gigi,,ha….ha….ha….
( Tanah, Pohon dan air ikut tertawa geli melihat matahari tersenyum manyun )
Tanaha : hai angin. Kurasa matahari tidak terlalu pamer,nyatanya kalau malam ia istirahat tidur, sedang kamu baik siang atau malam teruuuus jalan-jalan apa ngak capek,
( ucapan tanah sedekah membantu matahari )
Yang tadinya manyun kini tersenyum berseri
Matahari : kena lu,,,ha…..ha….ha….
( sontak yang lain ikut tertawa,kini malah berbalik angin pula yang tersenyum kecut)
Pohon : ah kamu tanah, jadi kecil hati nanti teman kita ini jangan sampai ia merajuk kelak ia tak mau berhembus lagi
Matahari : lihat hembusannya juga
( matahari sengaja menggantungkan ucapannya )
Air : maksud loe
( air pun mengeryitkan alisnya dengan meliuk melewati bebatuan )
Matahari : itu loh kalau berhembus dari bawah badan manusia alias kentut …..bauuu..hahahaha
( kembali tawa mereka meledak angin pun jadi tersipu dan ikut tertawa menahan geli )
Pohon : tapi teman kita si angin ini banyak jasanya juga, apalagi pada malam hari ia bukan hanya jalan – jalan saja ia juga banyak membantu nelayan.
Tanah : ia lah pohon karena engkau dapat melantunkan lagu jiwa dari suara buluh perindumu dengan bantuan angin, maka engkau membelanya padahal semalam engkau membela air dan matahari
Air : wah,,,,si pohon mulai plin plan kayak lagu dangdut kebarat kau ikut ke timur kau turut
( air kembali menari menirukan tarian penyanyi dangdut membuat yang memandangnya menjadi geli)
Pohon : tidak juga kok,selain campur tangan angin dalam hal perkembang biakanku,aku juga butuh kalian,baik itu matahari,air,dan tanah,emang kalau ngak ada tanah aku mau berpijak kemana ?
Air : berpijak padaku saja
Angin ; hanyut dong,kalau ngak karamlah hahahahahaha…….
( kembali mereka tertawa bersama )
Matahari : iya memang, kita sudah punya peran masing-masing
Tanah ; peran yang harus kita lakoni sekalipun sulit bagi kita untuk mengerti
Pohon : peran dari panggung alam yang natural
Air : seperti aku yang tiada henti menari dan menjadi sumber kehidupan
Angin : juga aku yang tak berhenti menyapa baik siang atau malam dan sangat dibutuhkan
Matahari : aku juga ikut serta menjaga alam raya
Tanah : aku pun begitu sebagai wadah tempat berpijak
Pohon : dan aku yang menjadi paru-paru dunia jantung alam raya
Matahari : tak terasa hari telah senja,teman-teman aku pamit dulu ya,sampai ketemu esok hari
( matahari pun melambaikan tangannya dib alas lambaian ke 4 sahabatnya dengan senyum ceria berharap esok dapat kembali bercengkrama )
Disenja yang merona silaut cakrawala bernuansa jingga, petang datang,rembang mengambang,bertabur bintang,malam hari kian mencekam seakan direncanakan berpuluh-puluh tangan manusia yang tak bertanggung jawab melakukan pembantaian. Malam itu pohon – pohon mati bertumbangan di mutilasi menjadi beberapa bagian,digunakan mereka untuk kepentingan sendiri,mereka meratakannya dan membakar semua tanpa sisa, gelegak amarah angin memuncak ketika ia juga melihat sahabatnya air teraniaya,tangan – tangan yang tak bertanggung jawab melemparkan limbah berbahaya kepada nyawa air,tiada henti air menangis. Ketika ia tau kini ia telah bercampur dengan racun yang sangat berbahaya,ekosistem – ekosistem yang dilewatinya mati bergelimpangan terminum dirinya yang telah terlarut dengan racun seakan – akan ia sebagai mesin pembunuh yang kejam, tak kalah tragis ketika angin melihat tanah penuh lobang disana sini rongga – rongga besar yang mengorek isi perutnya, tangan – tangan yang tak bertanggung jawab terus mengeruk isi perut tanah mengambil semua harta yang terpendam seua tanpa terkecuali tanah meratap iba tak berdaya namun tangan – tangan itu terus meraja lela.
Miris hati bulan dan bintang melihat angin yang dirundung kedukaan teramat dalam atas perlakuan tangan – tangan tak bertanggung jawab membuat sahabat angin menderita dan tersiksa teramat sangat.
Bulan : kuatkan hatimu angin, bersabarlah
Bintang : aku pun turut berduka cita dan prihatin atas nasib sahabat – sahabatmu
Angin : bulan bintang, terima kasih kalian telah sudi menemaniku dan menyemangati aku disaat aku di rundung kedukaan yang tak terhingga ini. Ku harap kelak kalian mau menjadi saksi atas semua yang telah berlaku pada sahabat – sahabatku ini.
Bulan : baiklah angin nanti aku dan bintang akan bersaksi menjadi saksi dari tindakan yang semena – mena ini.
Bintang : tabahkan hatimu angin perbanyaklah do’a minta petunjuk dari yang maha kuasa.
Angin : ah, andai saja matahari melihat semua kejadian ini tentu jiwanya juga terguncang hebat.
( desah lirih angin setengah berbisik )
Bulan : angin, sebentar lagi aku kembali keperaduan jika nanti aku bertemu matahari maka akan kuceritakan semua yang telah berlaku dan yang menimpa nasib sahabat – sahabat mu itu.
Bintang : ia angin kelak kalau bertemu akan kami ceritakan
Angin : bulan. Bintang sekali lagi terima kasih, aku tak tau harus bilang apalagi atas budi baik yang kalian buat padaku mencari teman dalam malang susah sekali.
Bulan : baiklah sang angin, kami telah berada di penghujung malam, subuh sebentar lagi hilang berganti pagi yang menjelang kami pamit dulu.
Angin : ya bulan,
( angin pun membalas lambaian tangan bulan dan bintang )
Tidak seperti pagi kemarin, sang surya seakan malas menampakkan sinarnya ia masih tetap berselimut awan kelabu, di persimpangan jalan ia bertemu bulan dan bintang dan dari keduanya ia mendapat kabar kemalangan atas nasib yang di derita sahabat – sahabatnya. Sengaja ia membiarkan dirinya terselimuti gulungan awan kelabu hingga sinar pun tampak buram, seburam hatinya.
Sementara tangan – tangan yang tak bertanggung jawab gegap gempita berpesta pora, mereka menikmati hasil curian mereka dengan lagaknya, tak kalah pongah mereka pun membangun gedung – gedung pencakar langit yang menjulang tinggi di atas bangkai sahabat angin dan matahari, mengoperasikan pabrik – pabrik industry dengan cerobong asap yang sengaja di pamerkan kepada matahari dan cerobongnya berkeluaran asap hitam dan gas beracun
Angin : duhai sahabatku matahari tiada guna engkau bermuram durja apa kita harus terima dengan perlakuan tidak adil seperti ini.
(matahari yang mendengar sapaan angin seakan mendapat semangat baru, ia sibak awan kelabu dan bersinar terang, teriknya seakan membakar bukti dari gejolak jiwanya dari sedih dan marah-marah berkobar)
Matahari : benar ujarmu kawan dengan membunuh teman kita pohon, menganiaya air juga menyiksa tanah dengan sengaja mereka telah menabuh gendering perang pada kita. Musuh jangan dicari kalau bertemu jangan lari sekali melangkah kehadapan pantang surut kebelakang sekali layar terkembang pantang surut ketangkalan.
Angin : jika benar itu pilihan dengan mantap kita melawan.
Tanah : sekalipun aku terluka sampai titik darah penghabisan aku akan berjuang mati-matian walaupun kelak aku menjadi butir debu atau bahkan tinggal abu. Aku terima.
Air : seorang sahabat telah pergi kehidupan rasa mati ia pergi karena disakiti maka aku akan membuat perhitungan mati kepada tangan yang menyakiti seperti tanah aku juga terluka namun tak membuat niatku surut untuk membela sekalipun sampai aku menguap menjadi bintik embun lalu sirna aku akan terus berupaya.
Matahari : baiklah kalau begitu,antarkanlah hai angina sap tebal dan gas beracun dari cerobong pabrik industry mereka lubangi lapisan ozon cakrawala ini agar aku dapat membakar mereka dengan sinarku yang tak lagi bersahabat lewat celah itu.
Dengan cepat angin mengantarkan asap dan gas beracun itu membuat lubang – lubang pelapisan atmosfir dari celah lubang tersebut matahari mulai menyeringai marah dengan tamparan sinarnya membuat tangan – tangan yang tak bertanggung jawab terkelepar mereka lari yang kepanasan yang teramat sangat air pun tak tinggal diam ia terus mengguyur dari atas dengan lebatnya dengan siraman sederas-derasnya membanjiri seluruh permukaan,tangan – tangan yang bertanggung jawab mulai di landa kepanikan begitu juga tanah laksana banteng yang terluka ia membuat patahan-patahan pada dirinya dan menghempaskan dirinya separuh patahan jauh ke dasar baik itu di lautan maupun di dataran menjadi gempa yang teramat dasyat satu-satu tangan-tangan tak bertanggung jawab mulai bergelimpangan. Barulah pada sasat itu tangan-tangan yang tak bertanggung jawab menyesal dengan apa yang telah ia perbuat namun saying penyesalan sudah tiada guna mereka semua harus terima dengan apa ang mereka buat. Dari arah lautan angin membawa gelombang besar menggulung permukaan daratan gempa yang dibilang merka tsunami sungguh dasyat menyapu bumi ditambah raungan badai topan putting beliung memporakporandakkan yang ada semua jika para sahabat ini mengamuk tiada yang bias menahan gejolak alam selain dia yang dapat menahan yaitu Tuhan.
Sengaja para sahabat menyisakan tangan – tangan yang tidak berdosa menjauhkannya dari amuk gejolak mereka kepada tangan – tangan yang tidak berdosa tangan – tangan yang sering berdo’a tangan – tangan yang menjaga dan memelihara alam dan lingkungan tangan yang saying sesame.
Angin , matahari, air dan tanah member nasehat …
“ ini;lah akibat jika tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab merusak lingkungan siapa saja yang menyemai dia yang menuai siapa yang menanam ia yang memetik”
Kepada tangan-tangan yang tidak berdosa. Ke 4 sahabat ini pun berpesan untuk selalu menjaga bumi nusantara permata khatulistiwa, ceritakan pada dunia akibatnya jika kami dilakukan semena-mena kami rindu saat indah seperti dulu, jangan jadikan kami helai rindu yang gugur dan layu.
Mutiara tertulis tinta
Indonesia
Permata di nusantara
Indonesia
Beragam adat dan budaya
Indonesia
Indah elok panorama
Indonesia
Banyak berjajar pulau-pulau
Bagaikan intan yang berkilau
Laut hutan dan tanah ini
Bak permadani
Reff merah putih berkibar
Di bumi pertiwi
Semangat yang berkobar
Anak negeri
Tunjukkan pada dunia
Bumi nusantara
Harumkanlah nama
Indonesia
( Lagu ini dapat dilihat dan didengar di Youtube dipencarian Iwansekopdarat)
“ Goresan Tinta ”
Aku mencari obat
Dari rindu yang teramat sangat
Susah sungguh penat
Tiada penawar yang tepat
Dan aku kian sekarat
Bermula sebab
Angan tak berjawab
Rindu terjerembab
Helainya tiada mujarab
Inilah akibat
Jika rasa tersekat
Rindu yang tercuat
Ketika jiwa angkat bicara
Goresannya mencairkan rasa
Melalui tinta
Yang menari dari batang pena
Melalui tinta
Yang menulis aksara merangkai kata
Melalui cinta
Helai rindu rayu cumbu rasa
Mungkin tiada obat
Atau sukar untuk didapat
Namun dengan tinta yang tersemat
Jadikanlah ia suatu keindahan kalimat
Warna Rindu
Biru rindu
Haru pilu
Seharu ku merindu
Sepilu kini rasaku
Sebening cinta
Kerling rasa
Dikerling aku terpara
Dirasa aku merana
Rona rindu
Rayu cumbu
Dirayu aku termangu
Dicumbu tak tentu
Putih cinta
Lirih kata
Lirih yang kini kurasa
Kataku terbata
Helai rindu
Pudar layu
Pudar kian berdebu
Menjadi layu dan berabu
Ujar – ujar
Sebut menyebut
Mengerang di padang jurang
Ujar meratap malang
Pilu wajah semaput
Sahut menyahut
Gendering perang berkumandang
Nanar tatap jalang
Rindu pun telah hanyut
Renta temaram kata
Dibilas sekali cuci
Tersiksa tiada tara
Pilunya setiap hari
Di cinta bertanam dusta
Dihati menuai benci
Selaksa menggenggam bara
Rindu terlepas tapak jari
Disamudera di benua
Tetap baut bergerigi
Menyemat mor pasanganya
Jika ras telah mendua
Dan rindu terbagi bagi
Alamat cinta karam adanya
Rinduku
Rinduku….
Pejamkan matamu
Dan lihat aku
Lihat dengan mata bathin
Mata batin sukma jiwa
Rinduku
Peluk aku
Dan dekap aku
Rengkuh aku angan
Ruang angan sudut rasa
Rinduku
Dengarlah desah kalbu
Yang dihela bayu
Bambangku dalam baying
Ragu untaian pualam kata
Dengan mata terpejam
Memeluk dan mendekapku
Mendengarkanku
Membuka tabir makna
Bingkai rasa dalam cinta
Rasa Hati
Tak sekayu tak seinci
Ketika rindu berakhir benci
Menyibak rasa menyalak tawa
Gelora aksara gejolak jiwa
Wadah belanga dari batu
Patah cinta hilang rindu
Waktu menjelang jaman berselang
Angan terkenang rindu terlarang
Bagai peniti dalam peti
Hati sepi rasa mati
Yang tak Pernah
Yang tak pernah mati
Adalah cinta ini
Yang tak pernah pergi
Adalah rindu ini
Cinta…
Aku menyeru nama
Lirih sedu sedan
Perih kelukaan
Aku kebasahan
Disaat cahaya menyapa
Rindu….
Aku menghela sukma
Kenang berhampiran
Baying bergelimpangan
Aku kekeringan
Diluasnya laut dan samudera
Yang tak pernah
Pernah dan musnah
Selalu ada
Diantara waktu
Menyeru cinta
Menghela rindu
Dengan Cinta
Kan kubuktikan dengan cinta
Menemanimu hingga di penghujung senja
Menjagamu sampai ku menutup mata
Bersama diperjalanan hidup yang tak sempurna
Selalu hingga akhir ujung waktu
Kan kubuktikan dengan cinta
Mengusap lembut luka disaat kau kecewa
Mendekap haru suara kalau kau merana
Jangan pernah ada air mata
Jangan singgah perih luka lara
Kan kubuktikan dengan cinta
Jika itu yang membuat engkau bahagia
Sekalipun takdir tak mempertemukan kita
Asal engkau bahagia
Semua kulakukan
Walau nyawa menjadi taruhan
Semua kulakukan
Hingga korban perasaan
Atas bukti cinta
Turut hati ikhlas rasa
Nafas Hidupku
Cipt: Iwan sekop darat
Kekasihku
Dengar bisik hatiku
Detak denyut jantungku
Hanya untukmu
Kekasihku
Lihat rajuk jiwaku
Hela nafas nadiku
Hanya untukmu
Reff Rasa ini
Hadirkan bahagia
Sungguh aku cinta
Dirimu
Malam ini
Rindu bergelora
Sungguh ku tak bisa
Tanpamu
Sungguh aku cinta
Melebihi nafas ini
Sungguh ku tak bisa
Hidup tanpamu
( Lagu ini dapat dilihat dan didengar di Youtube dipencarian Iwansekopdarat)
Insan Asmara
Kerling bintang bulan tersipu
Kerlip mata bibir membisu
Tersipu di sela usap bayu
Membisu di hela desah kalbu
Maklumat rasa
Melerai syahdu
Hakikat cinta
Dari sehelai rindu
Nilai cinta
Dipersimpangan rindu
Tikungan asmara
Isyarat rindu
Menggetar jiwa
Mendebarkan rasa
Hingga berdiri bulu roma
Angan bak rebab yang bertalu
Insan asmara
Yang merindu
Yang menyinta
Aku Cinta
Kau yang kucinta
Dengarlah desir angin
Ditepi pantai
Kala debur ombak
Riak meniti buih
Menyapa karang terjal
Menyeru pancang jermal
Dan berhenti dihamparan
Pasir putih
Lagu cinta irama jiwa
Yang ku ibaratkan
Kau yang ku rindu
Lihatlah rembulan
Yang mengambang diangkasa
Sinar lembut purnama
Kerlip cahaya bintang
Pijar asmara
Gelora letupan rasa
Diperaduan gemuruh dada
Sudut angan ujung malam
Bisik rindu lirih sukma
Aku cinta
Sungguh
Dipersimpangan rasa
Kumerindu
Hanya engkau yang ku cinta
Diperjalanan hidup yang tak sempurna
Ku tak berdaya
Tertancap olehmu panah asmara
Dari cerita tanpa ujung
Dan alur yang tiada berakhir
Aku tersanjung
Dengan alunan untaian syair
Dikisah kasih kau dan aku
Sungguh hal terindah bagiku
Untuk merindu
Pecinta yang mati merindu
Sebuah perjuangan yang tak sia-sia
Diujung sisa waktu meregang nyawa
Mati merindu
Pengorbanan dari pengharapan cinta
Dan pengharapan cinta akan perjuangan rasa
Sekalipun mati merindu
Menyisakan aksara yang dihela
Perjuangan cinta di helai kalbu
Kisah pecinta yang mati merindu
Aku Dan Rasa
Ku kayuh biduk rindu
Di lautan cinta
Hatiku karam disana
Tiang hanyut asmara pilu
Kusibak angin lalu
Diawan cinta
Rasaku mengambang disana
Tergenang benci dan rindu
Ku hela nafas waktu
Hanya engkau pengobat rindu
Penawar bisu
Penyakit derita asmaraku
Baris rasa
Belah-belah,membela kata
Terhalang dari dawat tinta
Milah-milah,memilah cinta
Terkadang hati tersangkut dusta
Basah-basah,merendam kasa
Buluh dipilin beranyam ganda
Resah-pesah,memendam rasa
Rindulah semakin bergelora
Timang-timang anak tercinta
Merdu mulut suam aksara
Timbang-timbang,menimbang rasa
Rindu hanyut karam asmara
Kunang-kunang menerang mata
Kelu telah mata terasa
Kenang-kenang mengenang cinta
Rindu punah rasa tersiksa
Panjang-panjang,memanjang asa
Tinta diberi kapulaga
Pandang-pandang,memandang rasa
Cinta dihati rindu di dada
Ikan Tamban,Ikan Biles
Cipt : Iwan sekop Darat
Naik perahu ketanjung pinang…sayang
Singgah sebentar pulau penyengat
Adek slalu yang abang kenag…sayang
Tiada pudar dikau ku ingat
Negeri pantun tanah gurindam…sayang
Segantang lada bumi melayu
Hati dituntun menadah iman …sayang
Sepanjang masa budi tak layu
Ikan tamban ikan biles
Digoreng anak melayu
Berdendang jangan menangis
Gembira kita selalu
Dipulau lingga tanah istana,sayang
Raja bertitah disinggasana
Adat budaya harus dijaga…sayang
Jangan punah ditelan masa
Layar dikembang awak kemudi..sayang
Beraket kita pergi ke hulu
Yang dikenang di dalam hati,,,sayang
Pulau singkep tanah asalku
( Lagu ini dapat dilihat dan didengar di Youtube dipencarian Iwansekopdarat)
Biodata Penulis
Lahir di dabosingkep, Kepulauan Riau pada tanggal 26 Januari 1976, terlahir dengan nama kecil yang akrab di sapa iwan. Tumbuh dan besar di kampung sekop darat(Dabosingkep ) beragama islam, berjenis kelamin laki-laki.
Kini menetap di Kisaran, Asahan Sumatera Utara, berpropesi sebagai pedagang sayuran di Pasar Kartini,Kiasaran dan juga pedagang di pasar kaget ( pekan) di sekitar kota kisaran.
Adapun beberapa karya tulis Iwan Sekop Darat.
1. Tentang Rindu
2. Tentang Rindu 2
3. Layang-Layang Zaman
4. Fatwa Cinta
5. Primadona Di ujung Trotoar
6. Madah Aksara
7. Tiang-Tiang Aksara
8. Do’a Si Marjan
9. Sulaman Aksara
10. Dilema Hati Menyinta
11. Pasukan Pramuka (Kisah Anak Pulau Dibalik Seragam Pramuka )
12. Bilur – Bilur Tinta ( Kumpulan Sajak )
13. Buih Debur Riak Cinta ( Kumpulan Sajak )
14. Bingkisan Ramadhan
15. Helai Rindu
Diperjalanan hidupku yang tak sempurna merindukanmu sudah lebih dari cukup bagiku untuk mengerti akan rasa yang tak harus saling memiliki”bisik batin amat sambil melitik cincin yang melingkar di jari kelingkingnya satu cincin tempahan yang terbuat dari besi putih yang banyak mengisahkan kenangan baginya sementara sebentuk cincin belah rotan melingkar di jari manis pada tangan yang sama menandakan bahwa ia kini telah mengikat jalinan kasih suci.
Suatu merindu vocalis last cild yang melantunkan lagu andalannya mereka seluruh nafas ini di ringtone telepon selulernya Amar menyentakkan ia dari lamurannya getar dari hp tersebut menyadarkan amar dengan cepat ia merogoh saku celananya sekilas amar tersenyum membaca satu nama panggilan masuk hpnya tertera tulisan “jagoanku” amar segara menekan tombol hijau dan menjawab panggilan tersebut”halo,assalamu’alaikum, ada apa ma ? ujar amar dalam telepon selulernya.
“walaikumsalam wr.wb nggak ada pa-pa pa,Cuma ini jagoan papa mau ngomong”
Dari seberang sana amar mendengar suara istrinya dan suara anak kecil yang tak lain anak mereka si jagoan sedikit merengek manja pada ibunya
“cini ma,mali ma,aldo mau ngomong ama papa”amar yang mendengar dari hpnya tersenyum geli.
Tak lama terdengar suara jagoannya”allo pa”di cana ujan nggak ? dicini ujan lebat sekali,kata mama hali ini papa cepat pulang kan ?”
“ia aldo, papa udah pulang kerja,ini lagi di halte nunggu taksi.disini hujannya juga lebat sekali”
“papa jangan main ujan ya,ntar cakit nanti kalau ujannya reda cepat pulang ya pa”
Dengan polosnya aldo yang masih berumur 3 tahun mengingatkan ayahnya.
Sambil menahan tawa geli amar pun menjawab”ok aldo. Jagoan papa,papa janji ngak main hujan,ntar kalau hujannya reda papa pasti cepat pulang,do’akan ya,sekarang hpnya ditutup ya aldo ganteng atau kasih sama mama tak baik hujan-hujan nelpon dan satu lagi salam buat mama”oke pa!”jawab aldo.
“pa.hati-hati ya” ujar suara lembut seorang wanita yang tak lain ibu si aldo,istrinya.
“iya ma”
“yok pa, assalamualaikum”
“walaikumsalam wr.wb”jawab amar kembali ia memasukkan hp ke dalam saku celananya.
Awan kelabu terus memayungi membasahi kota,rintik hujan menari turun ke bumi seakan lama redanya. Amar menarik nafas berta ia masih bersandar di salah satu tiang halte. Disisi kiri dan kanannya beberapa orang seperti dirinya,berteduh sambil menuggu huja reda dengan pikiran yang berkecamuk di otak mereka masing-masing.
Amar merogoh saku bajunya mengeluarkan sebungkus sempurna. Mengambil sebatang dan menyulutnya kembali ia memasukan sigaret beserta jippo kedalam saku bajunya.
Satu tarikan nafas ia hisap dalam-dalam rokok yang terjepit di sela-sela jemari dan mengeluarkan dengan helaan nafas yang perlahan-lahan. Beberapa kali di ulanginya. Amar mengedarkan pandanganya ke jalan raya. Siapa tahu ada taksi yang lewat dan menghampirinya untuk dapat ditumpangi. Siang ini jalanan tidak begitu ramai.
Di bawah siraman curah hujan hanya satu dua mobil yang lewat itu pun rata-rata kendaraan pribadi. Mungkin saja para supir taksi enggan menjalankan kendaraan mereka disaat hujan lebat seperti ini.
Satu fortuner berwarna silver melintas pelan melewati halte. Mobil tersebut berhenti dan kembali mundur secara perlahan. Tepat dimana amar bersandar fortuner berhenti dengan tidak mematikan mesinnya kaca depan sisi mobil dibuka. Seorang wanita berwajah manis sedikit ragu memanggil satu nama “amar”!
Amar yang disebut namanya tersentak , ia pun terhenyak memandang wajah seorang wanita yang sedang menyetir sambil berguman amar menyebut satu nama lirih “tiara”
“amarkan!” kembali wanita tersebut menyakinkan penglihatannya menaikkan sedikit alis matanya ia sengaja bersuara tertahan melawan curah hujan yang semakin deras.
“iya tiara,aku amar” sahut dengan suara tertahan.
Wanita itu membukakan sedikit pintu mobil sisi kiri dan mempersilahkan amar untuk masuk ke dalam mobilnya.
Amarpun menghampiri mobil sambil berlari kecil membuka pintu lalu masuk dan duduk di samping wanita itu.
Wanita cantik yang bernama tiara itu segera menggantikan gigi porseneleng menginjak perlahan pedal gas. Mobil pun berjalan melaju di tengah rintik hujan.
Di dalam mobil suasana seakan hening,amar merasa kaku,lidahnya terasa keluh tak tau entah apa yang harus ia ucapkan,padahal barusan saja terlintas di benaknya wajah wanita yang kini sedang disampingnya.
Namun tidak dengan gaya seperti sekarang ini,yang lebih feminism menambah aura kecantikannya.
Amar melirik tangan tiara yang sedang menyetir pada jari kelingking kiri tiara melingkar satu cincin yang terbuat dari tempahan besi putih sama seperti yang di pakai amar saat ini.
Cincin yang dulu diberikan amar pada tiara,bukti dari cinta amar.
Yach kenangan 13 tahun silam sewaktu mereka masih duduk dibangku SMA. Melewati hari bersama dengan tawa dan canda,bercengkrama merangkai cerita merajut asmara. Amar pun memandang jari manis tiara masih tercetak samar bekas atau tanda sebentuk cicncin yang pernah melingkar disana”apakah gerangan tentangmu tiara” bisik batin amar tanpa sengaja.
Amar tersadar dengan tangan kanannya ia menggenggam jari jemarinya sendiri. Berharap tiara tidak melihat cincin yang sama di jari kelingking kirinya.
Melihat sikap amar,tiara hanya tersenyum sewaktu amar bersandar ditiang halte tiara telah memperhatikan cincin itu walau wajah kini sedikit berubah,namun dengan cincin itu ia yakin bahwa itu amar,,,,
“mar kita singgah sebentar yuk,perutku mulai keroncongan,apalagi ditambah hujan selebat ini”
Ucap tiara memecah kesunyian.
“terserah kamu tiara mana baiknya”
Jawab amar pelan,jujur saat ini perut amar pun keroncongan,amar sengaja tidak makan dikantin yang bersebrangan dengan kantor dimana ia bekerja karena amar ingin makan dirumah bersama jagoan dan istrinya.
“aku ingin ngobrol banyak sama kamu,sudah lama kita tidak bertemu. Kamu tidak banyak berubah mar,tetap seperti dulu,tapi nanti sajalah ngobrolnya,hari hujan jalanan sangat licin aku harus hati-hati menyetirnya. Amar pun mengangguk pelan mengiayakan perkataan tiara.
Tak lama mobil pun berbelok arah dari jalan raya menuju restoran mewah. Amar dan tiara keluar dari mobil setelah memarkirkan mobilnya dihalaman pakir restoran tersebut.
Sambil berlari kecil mencoba menghindar dari rintik hujan mereka pun masuk ke dalam restoran itu. Mengambil tempat duduk di pojok bangunan berasitektur kuno tiara pun memesan makanan dan minum,an di ikuti oleh amar tak banyak yang mereka bicarakan sambil menuggu pesanan mereka tiba.
Selesai makan kembali tiara memulai pembicaraan…
“mar,kamu sekarang agak gemukkan, oh ya kamu sudah berkeluarga ?
“sudah ra,”ucap amar singkat.
“udah berapa anaknya mar ?” Tanya tiara kembali sambil menyedot ujung pipet dengan bibir mungilnya meminum jus mangga kesukaannya.
“sudah,baru satu ra”jawab amar masih kaku.
Sejenak mereka saling tatap amar segera menepis igauan dibenaknya. Sementara tiara sadar mengapa amar begitu dingin padanya.
“amar apakah engkau masih membenciku ?”
Amar yang ditanya hanya menatap langit-langit bubung atap restoran dimana mereka duduk pikirannya jauh menerawang terlalu sakit baginya untuk kembali mengenang kisah pilu dahulu,cinta pertamanya yang di khianati.
“Maafkan aku Mar, aku benar-benar menyesal, kini aku sadari bahwa sangat berartinya dirimu bagiku”
Sebutir air mata tergenang dipelupuk palung mata Tiara, berkaca-kaca tanpa merasa sebukir jatuh dan tetesnya mengambang di pipi tiara.
Amar yang tadinya dingin dan kaku luluh dengan air mata itu. Amar memandang jauh bola mata Tiara dimata Tiara ia melihat suatu penyesalan yang teramat dalam, Amar menemukan suatu kegersangan dan kekecewaan rasa di bola mata yang indah itu, dengan ujung jari Amar menyeka air mata itu, mengusapkan lembut hingga pipi itu merona, getar itu masih terasa
Tiara terpenjam saat usapan jari Amar di pipinya masih segar dalam ingatannya kenangan indah 13 tahun silam, jemari dari tangan yang dulu pernah menggenggam tangannya dengan kasih saying yang tulus, membelai rambutnya, menemaninya dengan ikhlas, namun karena keegoannya ia mengkhianati cinta dari lelaki yang mungkin takkan pernah dapat ditemuinya lagi seperti ini lagi, dan kini lelaki itu kembali hadir dihadapannya.
“sudahlah Tiara, jauh sebelumnya aku sudah memaafkan semuanya, sebenarnya tiada yang salah diantara kita. Dan tak ada yang perlu dimaafkan. Mungkin sudah takdir perjalanan cinta pertamaku kandas di tengah jalan berakhir duku diujung pilu, disaat aku sungguh merindu, hingga rindu itu bagai helai yang layu. Semoga dari semua itu aku dapat memetik hikmahnya”
Tiara segera meraih tangan Amar yang tadinya mengusap lembut, meletak kembali kepipinya butir yang tadi tergenang, dipalung yang berkaca kini mengalir deras, menganak sungai menyiram tangan Amar, Tiara tak kuasa mendengar pernyataan Amar, air matanya bercucuran, Tiara menvonis dirinya atas kelukaan Amar dari rasa yang ia anggap dulu tidak mengapa. “Amar masih bolehkah aku mendapat kesempatan atau diberi sedikit waktu untuk ku menebus semua itu?” dengan cincin tempahan besi putih yang masih melingkar di jari Amar, tiara berharap diberi waktu atas kesempatan untuk ia membuktikan bahwa ia benar-benar menyesal.
Amar memandang iba, sesakit apapun ia dulu, hanya ialah yang tau. Namun dengan air mata Amar luruh jua dari hati yang paling dalam rasanya semakin temaram, setidaknya Tiara adalah hal yang terindah disepenggal perjalanan cintanya.
Amar coba tersenyum dari patahan senyum yang lama hilang. Amar mencoba berusaha menguasai emosi di jiwanya dan berusaha untuk tidak berkata yang dapat menyakiti perasaan Tiara saat ini. Walaupun ia dulu pernah tersakiti oleh wanita yang sama. Menurut Amar membalas perbuatan dengan perbuatan atau perkataan yang sama tidaklah tindakan yang tepat bagi lelaki pecinta sejati. Amar mencari kata yang tepat untuk menjawab semuanya.
Kembali Tiara berujar “ masih banyak yang ingin ku ceritakan padamu Mar, tentang hidupku, perjalanan cintaku, dan perceraianku, namun saat ini izinkan aku dengan membiarkan tanganmu di pipiku sejenak menumpahkan segala sesal hati gundah jiwa, usap lembutmu sungguh membuatku bahagia Mar”
Amar hanya menarik napas berat, helaan teramat dari helai rindu yang teramat berat.
Diluar hujan tak lagi deras, hanya rintik terbias awan kelola sedikit puca pasi, diujung aksara asa merias, pelangi menampakkan nuansa simponi alam dalam kuas di helai rindu yang seutas.
Namun bunyi ringtone dari pelantun tembang “seluruh nafas ini” oleh grup band Lastcild memantapkan Amar untuk menjawab semua pernyataan Tiara, Amar merogoh saku celananya, menggenggam telepon seluler dan membaca satu nama yang tertera di hpnya. “ Jagoanku”
“ Luruhku”
Cipt. Iwan Sekopdarat
Mencintaimu, sulit bagiku
Sekalipun dirimu masa laluku
Merangkai hari
Indah bersamamu
Mencintaimu buatku tak pasti
Disaat hati ada yang memiliki
Haruskah ada hati
Yang akan tersakiti
Demi cinta kita kini, ho..o..
Reff : Maafkan aku, bukan tak cinta
Mungkin takdir kita
Harus berpisah
Maafkan aku, bukan tak sayang lagi
Namun ku tak bias
Menyakitinya
Jika benar engkau cinta
Mengapa dulu kau pilih dia
Biarlah, kisah kita yang ada
Menjadi kenangan yang abadi
Selamanya,,,,
( Lagu Luruhku dapat dilihat dan didengar di Youtube dipencarian Iwansekopdarat )
TEMARAM
Yang hilang
Yang terjengkang
Rindu dendam
Remuk redam
Yang masih
Yang tersisih
Rindu benci
Silih berganti
Yang jauh
Yang tersentuh
Rindu layu
Letih lesu
Yang lalu
Yang termangu
Rindu membaur
Hancur lebur
Yang malang
Yang terkekang
Rindu temaram
Siang malam
KUJADIKAN KAU
Ku jadikan kau lilin kecil di hatiku
Api cinta
Menerangi kelok jalan parit rasa
Bias cahaya helai rindu
Ku jadikan kau setetes embun dalam jiwaku
Di sanubari
Menyejukkan hati
Melembabkan muara kalbu
Kujadikan kau sekuntum bunga
Yang tak pernah layu
Mekar selalu
Ditaman hati insane dunia
Kujadikan kau pelita disukma
Selalu bersinar
Tiada pudar
Dan bernuansa sepanjang masa
MERINDUKAN MU
Merindukanmu
Membuat aku lupa
Lupa akan alam sekitarku
Merindukanmu
Membuat aku terlena
Terlena akan angan yang membisu
Merindukanmu
Membuat aku tak tentu
Tak tentu dari apa yang aku tau
Merindukanmu
Membuat aku hanyut
Hanyut ditengah laut cintaku
Merindukanmu
Membut aku larut
Larut dengan apa yang tidak bisa aku sebut
Merindukanmu
Membuat aku takut
Takut jika kelak rasa ini kan terhanyut
Merindukanmu
Membuat aku galau
Galau disaat hati sedang kacau
Merindukanmu
Membuat aku terpuruk
Terpuruk di rasa yang teramat remuk
DRAMA ALAM
Pagi nan cerah, kicau burung bersautan, lembutnya sinar sang surya tumpah kebumi memayungi keindahan panorama alam jagat raya ini. Semilir angin bertiup memainkan helai daun bambu desirannya bak buluh perindu. Sepoinya mengalun syahdu gemerik air menari turut serta membaur dengan alam meliuk kesana kemari menuruni lembah dan dataran tinggi melewati bebatuan dan hamparan pasir di bumi. Dari unsur-unsurnya mereka melakoni perannya masing-masing menjadikan satu kesatuan hingga terciptanya keindahan yang alami. Diantara unsur-unsur alam yang banyak terdapat di muka bumi, angin, tanah, pohon, air dan matahari selalu bercengrama setiap hari, mereka selalu bercanda bercengkerama, diselingi tawa ceria mereka tekenal dengan julukan 5 sahabat, banyak yang merasa iri melihat keakraban mereka, seperti biasa pagi yang cerah ini mereka kembali bercengkerama
Angin : Selamat pagi sahabat,
( dengan berhembus lembut sang angin menyapa tanah, pohon, air dan matahari)
Seakan dikomandai secara serempak yang disapa balik menyapa “ pagi Juga”
Matahari : aih, angin,kamu pagi-pagi sudah tebar pesona
Angin : yang tebar pesona sebenarnya aku atau kamu matahari,aku hanya berhembus pelan,sementara kamu pagi-pagi sudah sinar sana sini,unjuk gigi,,ha….ha….ha….
( Tanah, Pohon dan air ikut tertawa geli melihat matahari tersenyum manyun )
Tanaha : hai angin. Kurasa matahari tidak terlalu pamer,nyatanya kalau malam ia istirahat tidur, sedang kamu baik siang atau malam teruuuus jalan-jalan apa ngak capek,
( ucapan tanah sedekah membantu matahari )
Yang tadinya manyun kini tersenyum berseri
Matahari : kena lu,,,ha…..ha….ha….
( sontak yang lain ikut tertawa,kini malah berbalik angin pula yang tersenyum kecut)
Pohon : ah kamu tanah, jadi kecil hati nanti teman kita ini jangan sampai ia merajuk kelak ia tak mau berhembus lagi
Matahari : lihat hembusannya juga
( matahari sengaja menggantungkan ucapannya )
Air : maksud loe
( air pun mengeryitkan alisnya dengan meliuk melewati bebatuan )
Matahari : itu loh kalau berhembus dari bawah badan manusia alias kentut …..bauuu..hahahaha
( kembali tawa mereka meledak angin pun jadi tersipu dan ikut tertawa menahan geli )
Pohon : tapi teman kita si angin ini banyak jasanya juga, apalagi pada malam hari ia bukan hanya jalan – jalan saja ia juga banyak membantu nelayan.
Tanah : ia lah pohon karena engkau dapat melantunkan lagu jiwa dari suara buluh perindumu dengan bantuan angin, maka engkau membelanya padahal semalam engkau membela air dan matahari
Air : wah,,,,si pohon mulai plin plan kayak lagu dangdut kebarat kau ikut ke timur kau turut
( air kembali menari menirukan tarian penyanyi dangdut membuat yang memandangnya menjadi geli)
Pohon : tidak juga kok,selain campur tangan angin dalam hal perkembang biakanku,aku juga butuh kalian,baik itu matahari,air,dan tanah,emang kalau ngak ada tanah aku mau berpijak kemana ?
Air : berpijak padaku saja
Angin ; hanyut dong,kalau ngak karamlah hahahahahaha…….
( kembali mereka tertawa bersama )
Matahari : iya memang, kita sudah punya peran masing-masing
Tanah ; peran yang harus kita lakoni sekalipun sulit bagi kita untuk mengerti
Pohon : peran dari panggung alam yang natural
Air : seperti aku yang tiada henti menari dan menjadi sumber kehidupan
Angin : juga aku yang tak berhenti menyapa baik siang atau malam dan sangat dibutuhkan
Matahari : aku juga ikut serta menjaga alam raya
Tanah : aku pun begitu sebagai wadah tempat berpijak
Pohon : dan aku yang menjadi paru-paru dunia jantung alam raya
Matahari : tak terasa hari telah senja,teman-teman aku pamit dulu ya,sampai ketemu esok hari
( matahari pun melambaikan tangannya dib alas lambaian ke 4 sahabatnya dengan senyum ceria berharap esok dapat kembali bercengkrama )
Disenja yang merona silaut cakrawala bernuansa jingga, petang datang,rembang mengambang,bertabur bintang,malam hari kian mencekam seakan direncanakan berpuluh-puluh tangan manusia yang tak bertanggung jawab melakukan pembantaian. Malam itu pohon – pohon mati bertumbangan di mutilasi menjadi beberapa bagian,digunakan mereka untuk kepentingan sendiri,mereka meratakannya dan membakar semua tanpa sisa, gelegak amarah angin memuncak ketika ia juga melihat sahabatnya air teraniaya,tangan – tangan yang tak bertanggung jawab melemparkan limbah berbahaya kepada nyawa air,tiada henti air menangis. Ketika ia tau kini ia telah bercampur dengan racun yang sangat berbahaya,ekosistem – ekosistem yang dilewatinya mati bergelimpangan terminum dirinya yang telah terlarut dengan racun seakan – akan ia sebagai mesin pembunuh yang kejam, tak kalah tragis ketika angin melihat tanah penuh lobang disana sini rongga – rongga besar yang mengorek isi perutnya, tangan – tangan yang tak bertanggung jawab terus mengeruk isi perut tanah mengambil semua harta yang terpendam seua tanpa terkecuali tanah meratap iba tak berdaya namun tangan – tangan itu terus meraja lela.
Miris hati bulan dan bintang melihat angin yang dirundung kedukaan teramat dalam atas perlakuan tangan – tangan tak bertanggung jawab membuat sahabat angin menderita dan tersiksa teramat sangat.
Bulan : kuatkan hatimu angin, bersabarlah
Bintang : aku pun turut berduka cita dan prihatin atas nasib sahabat – sahabatmu
Angin : bulan bintang, terima kasih kalian telah sudi menemaniku dan menyemangati aku disaat aku di rundung kedukaan yang tak terhingga ini. Ku harap kelak kalian mau menjadi saksi atas semua yang telah berlaku pada sahabat – sahabatku ini.
Bulan : baiklah angin nanti aku dan bintang akan bersaksi menjadi saksi dari tindakan yang semena – mena ini.
Bintang : tabahkan hatimu angin perbanyaklah do’a minta petunjuk dari yang maha kuasa.
Angin : ah, andai saja matahari melihat semua kejadian ini tentu jiwanya juga terguncang hebat.
( desah lirih angin setengah berbisik )
Bulan : angin, sebentar lagi aku kembali keperaduan jika nanti aku bertemu matahari maka akan kuceritakan semua yang telah berlaku dan yang menimpa nasib sahabat – sahabat mu itu.
Bintang : ia angin kelak kalau bertemu akan kami ceritakan
Angin : bulan. Bintang sekali lagi terima kasih, aku tak tau harus bilang apalagi atas budi baik yang kalian buat padaku mencari teman dalam malang susah sekali.
Bulan : baiklah sang angin, kami telah berada di penghujung malam, subuh sebentar lagi hilang berganti pagi yang menjelang kami pamit dulu.
Angin : ya bulan,
( angin pun membalas lambaian tangan bulan dan bintang )
Tidak seperti pagi kemarin, sang surya seakan malas menampakkan sinarnya ia masih tetap berselimut awan kelabu, di persimpangan jalan ia bertemu bulan dan bintang dan dari keduanya ia mendapat kabar kemalangan atas nasib yang di derita sahabat – sahabatnya. Sengaja ia membiarkan dirinya terselimuti gulungan awan kelabu hingga sinar pun tampak buram, seburam hatinya.
Sementara tangan – tangan yang tak bertanggung jawab gegap gempita berpesta pora, mereka menikmati hasil curian mereka dengan lagaknya, tak kalah pongah mereka pun membangun gedung – gedung pencakar langit yang menjulang tinggi di atas bangkai sahabat angin dan matahari, mengoperasikan pabrik – pabrik industry dengan cerobong asap yang sengaja di pamerkan kepada matahari dan cerobongnya berkeluaran asap hitam dan gas beracun
Angin : duhai sahabatku matahari tiada guna engkau bermuram durja apa kita harus terima dengan perlakuan tidak adil seperti ini.
(matahari yang mendengar sapaan angin seakan mendapat semangat baru, ia sibak awan kelabu dan bersinar terang, teriknya seakan membakar bukti dari gejolak jiwanya dari sedih dan marah-marah berkobar)
Matahari : benar ujarmu kawan dengan membunuh teman kita pohon, menganiaya air juga menyiksa tanah dengan sengaja mereka telah menabuh gendering perang pada kita. Musuh jangan dicari kalau bertemu jangan lari sekali melangkah kehadapan pantang surut kebelakang sekali layar terkembang pantang surut ketangkalan.
Angin : jika benar itu pilihan dengan mantap kita melawan.
Tanah : sekalipun aku terluka sampai titik darah penghabisan aku akan berjuang mati-matian walaupun kelak aku menjadi butir debu atau bahkan tinggal abu. Aku terima.
Air : seorang sahabat telah pergi kehidupan rasa mati ia pergi karena disakiti maka aku akan membuat perhitungan mati kepada tangan yang menyakiti seperti tanah aku juga terluka namun tak membuat niatku surut untuk membela sekalipun sampai aku menguap menjadi bintik embun lalu sirna aku akan terus berupaya.
Matahari : baiklah kalau begitu,antarkanlah hai angina sap tebal dan gas beracun dari cerobong pabrik industry mereka lubangi lapisan ozon cakrawala ini agar aku dapat membakar mereka dengan sinarku yang tak lagi bersahabat lewat celah itu.
Dengan cepat angin mengantarkan asap dan gas beracun itu membuat lubang – lubang pelapisan atmosfir dari celah lubang tersebut matahari mulai menyeringai marah dengan tamparan sinarnya membuat tangan – tangan yang tak bertanggung jawab terkelepar mereka lari yang kepanasan yang teramat sangat air pun tak tinggal diam ia terus mengguyur dari atas dengan lebatnya dengan siraman sederas-derasnya membanjiri seluruh permukaan,tangan – tangan yang bertanggung jawab mulai di landa kepanikan begitu juga tanah laksana banteng yang terluka ia membuat patahan-patahan pada dirinya dan menghempaskan dirinya separuh patahan jauh ke dasar baik itu di lautan maupun di dataran menjadi gempa yang teramat dasyat satu-satu tangan-tangan tak bertanggung jawab mulai bergelimpangan. Barulah pada sasat itu tangan-tangan yang tak bertanggung jawab menyesal dengan apa yang telah ia perbuat namun saying penyesalan sudah tiada guna mereka semua harus terima dengan apa ang mereka buat. Dari arah lautan angin membawa gelombang besar menggulung permukaan daratan gempa yang dibilang merka tsunami sungguh dasyat menyapu bumi ditambah raungan badai topan putting beliung memporakporandakkan yang ada semua jika para sahabat ini mengamuk tiada yang bias menahan gejolak alam selain dia yang dapat menahan yaitu Tuhan.
Sengaja para sahabat menyisakan tangan – tangan yang tidak berdosa menjauhkannya dari amuk gejolak mereka kepada tangan – tangan yang tidak berdosa tangan – tangan yang sering berdo’a tangan – tangan yang menjaga dan memelihara alam dan lingkungan tangan yang saying sesame.
Angin , matahari, air dan tanah member nasehat …
“ ini;lah akibat jika tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab merusak lingkungan siapa saja yang menyemai dia yang menuai siapa yang menanam ia yang memetik”
Kepada tangan-tangan yang tidak berdosa. Ke 4 sahabat ini pun berpesan untuk selalu menjaga bumi nusantara permata khatulistiwa, ceritakan pada dunia akibatnya jika kami dilakukan semena-mena kami rindu saat indah seperti dulu, jangan jadikan kami helai rindu yang gugur dan layu.
- Bumi Nusantara *
Mutiara tertulis tinta
Indonesia
Permata di nusantara
Indonesia
Beragam adat dan budaya
Indonesia
Indah elok panorama
Indonesia
Banyak berjajar pulau-pulau
Bagaikan intan yang berkilau
Laut hutan dan tanah ini
Bak permadani
Reff merah putih berkibar
Di bumi pertiwi
Semangat yang berkobar
Anak negeri
Tunjukkan pada dunia
Bumi nusantara
Harumkanlah nama
Indonesia
( Lagu ini dapat dilihat dan didengar di Youtube dipencarian Iwansekopdarat)
“ Goresan Tinta ”
Aku mencari obat
Dari rindu yang teramat sangat
Susah sungguh penat
Tiada penawar yang tepat
Dan aku kian sekarat
Bermula sebab
Angan tak berjawab
Rindu terjerembab
Helainya tiada mujarab
Inilah akibat
Jika rasa tersekat
Rindu yang tercuat
Ketika jiwa angkat bicara
Goresannya mencairkan rasa
Melalui tinta
Yang menari dari batang pena
Melalui tinta
Yang menulis aksara merangkai kata
Melalui cinta
Helai rindu rayu cumbu rasa
Mungkin tiada obat
Atau sukar untuk didapat
Namun dengan tinta yang tersemat
Jadikanlah ia suatu keindahan kalimat
Warna Rindu
Biru rindu
Haru pilu
Seharu ku merindu
Sepilu kini rasaku
Sebening cinta
Kerling rasa
Dikerling aku terpara
Dirasa aku merana
Rona rindu
Rayu cumbu
Dirayu aku termangu
Dicumbu tak tentu
Putih cinta
Lirih kata
Lirih yang kini kurasa
Kataku terbata
Helai rindu
Pudar layu
Pudar kian berdebu
Menjadi layu dan berabu
Ujar – ujar
Sebut menyebut
Mengerang di padang jurang
Ujar meratap malang
Pilu wajah semaput
Sahut menyahut
Gendering perang berkumandang
Nanar tatap jalang
Rindu pun telah hanyut
Renta temaram kata
Dibilas sekali cuci
Tersiksa tiada tara
Pilunya setiap hari
Di cinta bertanam dusta
Dihati menuai benci
Selaksa menggenggam bara
Rindu terlepas tapak jari
Disamudera di benua
Tetap baut bergerigi
Menyemat mor pasanganya
Jika ras telah mendua
Dan rindu terbagi bagi
Alamat cinta karam adanya
Rinduku
Rinduku….
Pejamkan matamu
Dan lihat aku
Lihat dengan mata bathin
Mata batin sukma jiwa
Rinduku
Peluk aku
Dan dekap aku
Rengkuh aku angan
Ruang angan sudut rasa
Rinduku
Dengarlah desah kalbu
Yang dihela bayu
Bambangku dalam baying
Ragu untaian pualam kata
Dengan mata terpejam
Memeluk dan mendekapku
Mendengarkanku
Membuka tabir makna
Bingkai rasa dalam cinta
Rasa Hati
Tak sekayu tak seinci
Ketika rindu berakhir benci
Menyibak rasa menyalak tawa
Gelora aksara gejolak jiwa
Wadah belanga dari batu
Patah cinta hilang rindu
Waktu menjelang jaman berselang
Angan terkenang rindu terlarang
Bagai peniti dalam peti
Hati sepi rasa mati
Yang tak Pernah
Yang tak pernah mati
Adalah cinta ini
Yang tak pernah pergi
Adalah rindu ini
Cinta…
Aku menyeru nama
Lirih sedu sedan
Perih kelukaan
Aku kebasahan
Disaat cahaya menyapa
Rindu….
Aku menghela sukma
Kenang berhampiran
Baying bergelimpangan
Aku kekeringan
Diluasnya laut dan samudera
Yang tak pernah
Pernah dan musnah
Selalu ada
Diantara waktu
Menyeru cinta
Menghela rindu
Dengan Cinta
Kan kubuktikan dengan cinta
Menemanimu hingga di penghujung senja
Menjagamu sampai ku menutup mata
Bersama diperjalanan hidup yang tak sempurna
Selalu hingga akhir ujung waktu
Kan kubuktikan dengan cinta
Mengusap lembut luka disaat kau kecewa
Mendekap haru suara kalau kau merana
Jangan pernah ada air mata
Jangan singgah perih luka lara
Kan kubuktikan dengan cinta
Jika itu yang membuat engkau bahagia
Sekalipun takdir tak mempertemukan kita
Asal engkau bahagia
Semua kulakukan
Walau nyawa menjadi taruhan
Semua kulakukan
Hingga korban perasaan
Atas bukti cinta
Turut hati ikhlas rasa
Nafas Hidupku
Cipt: Iwan sekop darat
Kekasihku
Dengar bisik hatiku
Detak denyut jantungku
Hanya untukmu
Kekasihku
Lihat rajuk jiwaku
Hela nafas nadiku
Hanya untukmu
Reff Rasa ini
Hadirkan bahagia
Sungguh aku cinta
Dirimu
Malam ini
Rindu bergelora
Sungguh ku tak bisa
Tanpamu
Sungguh aku cinta
Melebihi nafas ini
Sungguh ku tak bisa
Hidup tanpamu
( Lagu ini dapat dilihat dan didengar di Youtube dipencarian Iwansekopdarat)
Insan Asmara
Kerling bintang bulan tersipu
Kerlip mata bibir membisu
Tersipu di sela usap bayu
Membisu di hela desah kalbu
Maklumat rasa
Melerai syahdu
Hakikat cinta
Dari sehelai rindu
Nilai cinta
Dipersimpangan rindu
Tikungan asmara
Isyarat rindu
Menggetar jiwa
Mendebarkan rasa
Hingga berdiri bulu roma
Angan bak rebab yang bertalu
Insan asmara
Yang merindu
Yang menyinta
Aku Cinta
Kau yang kucinta
Dengarlah desir angin
Ditepi pantai
Kala debur ombak
Riak meniti buih
Menyapa karang terjal
Menyeru pancang jermal
Dan berhenti dihamparan
Pasir putih
Lagu cinta irama jiwa
Yang ku ibaratkan
Kau yang ku rindu
Lihatlah rembulan
Yang mengambang diangkasa
Sinar lembut purnama
Kerlip cahaya bintang
Pijar asmara
Gelora letupan rasa
Diperaduan gemuruh dada
Sudut angan ujung malam
Bisik rindu lirih sukma
Aku cinta
Sungguh
Dipersimpangan rasa
Kumerindu
Hanya engkau yang ku cinta
Diperjalanan hidup yang tak sempurna
Ku tak berdaya
Tertancap olehmu panah asmara
Dari cerita tanpa ujung
Dan alur yang tiada berakhir
Aku tersanjung
Dengan alunan untaian syair
Dikisah kasih kau dan aku
Sungguh hal terindah bagiku
Untuk merindu
Pecinta yang mati merindu
Sebuah perjuangan yang tak sia-sia
Diujung sisa waktu meregang nyawa
Mati merindu
Pengorbanan dari pengharapan cinta
Dan pengharapan cinta akan perjuangan rasa
Sekalipun mati merindu
Menyisakan aksara yang dihela
Perjuangan cinta di helai kalbu
Kisah pecinta yang mati merindu
Aku Dan Rasa
Ku kayuh biduk rindu
Di lautan cinta
Hatiku karam disana
Tiang hanyut asmara pilu
Kusibak angin lalu
Diawan cinta
Rasaku mengambang disana
Tergenang benci dan rindu
Ku hela nafas waktu
Hanya engkau pengobat rindu
Penawar bisu
Penyakit derita asmaraku
Baris rasa
Belah-belah,membela kata
Terhalang dari dawat tinta
Milah-milah,memilah cinta
Terkadang hati tersangkut dusta
Basah-basah,merendam kasa
Buluh dipilin beranyam ganda
Resah-pesah,memendam rasa
Rindulah semakin bergelora
Timang-timang anak tercinta
Merdu mulut suam aksara
Timbang-timbang,menimbang rasa
Rindu hanyut karam asmara
Kunang-kunang menerang mata
Kelu telah mata terasa
Kenang-kenang mengenang cinta
Rindu punah rasa tersiksa
Panjang-panjang,memanjang asa
Tinta diberi kapulaga
Pandang-pandang,memandang rasa
Cinta dihati rindu di dada
Ikan Tamban,Ikan Biles
Cipt : Iwan sekop Darat
Naik perahu ketanjung pinang…sayang
Singgah sebentar pulau penyengat
Adek slalu yang abang kenag…sayang
Tiada pudar dikau ku ingat
Negeri pantun tanah gurindam…sayang
Segantang lada bumi melayu
Hati dituntun menadah iman …sayang
Sepanjang masa budi tak layu
Ikan tamban ikan biles
Digoreng anak melayu
Berdendang jangan menangis
Gembira kita selalu
Dipulau lingga tanah istana,sayang
Raja bertitah disinggasana
Adat budaya harus dijaga…sayang
Jangan punah ditelan masa
Layar dikembang awak kemudi..sayang
Beraket kita pergi ke hulu
Yang dikenang di dalam hati,,,sayang
Pulau singkep tanah asalku
( Lagu ini dapat dilihat dan didengar di Youtube dipencarian Iwansekopdarat)
Biodata Penulis
Lahir di dabosingkep, Kepulauan Riau pada tanggal 26 Januari 1976, terlahir dengan nama kecil yang akrab di sapa iwan. Tumbuh dan besar di kampung sekop darat(Dabosingkep ) beragama islam, berjenis kelamin laki-laki.
Kini menetap di Kisaran, Asahan Sumatera Utara, berpropesi sebagai pedagang sayuran di Pasar Kartini,Kiasaran dan juga pedagang di pasar kaget ( pekan) di sekitar kota kisaran.
Adapun beberapa karya tulis Iwan Sekop Darat.
1. Tentang Rindu
2. Tentang Rindu 2
3. Layang-Layang Zaman
4. Fatwa Cinta
5. Primadona Di ujung Trotoar
6. Madah Aksara
7. Tiang-Tiang Aksara
8. Do’a Si Marjan
9. Sulaman Aksara
10. Dilema Hati Menyinta
11. Pasukan Pramuka (Kisah Anak Pulau Dibalik Seragam Pramuka )
12. Bilur – Bilur Tinta ( Kumpulan Sajak )
13. Buih Debur Riak Cinta ( Kumpulan Sajak )
14. Bingkisan Ramadhan
15. Helai Rindu