“Itu Aku”
Jika memang mereka
bilang
Aku tak meradang
Di hujat jalang
Itu namanya
Seperti ini lah
sekarang
Jika benar mereka ujar
Aku sadar
Di cacar binal
Itu benar
Yang kau lihat belum bertukar
Yang jalang
Yang
binal
Yang binatang
Dan yang handal
Itu memang
Itu benar
Itu aku yang hilang sinar
“Siapa yang gila”
Aku
pongah
Dari
butir surgea yang mereka yang mereka anggap debu neraka
Dari
asap Nirwana
Yang
mereka hujat racun dunia
Dari
sepihak Khayangan
Yang
mereka simpulkan awal kehancuran
Ha…ha….ha….ha…ha…
Aku
memang sudah gila!
Gila!
Gila yang membuatku bahagia
Mereka
jangan hanya bisa berkata
Jangan Cuma menghujat
Jangan selalu menghina
Jika
benar ingin membantu
Ajarkan
aku cinta
Bukan
yang mentertawakan aku yang gila
“Sudah”
Sudah….
Aku
sudah jauh melukis hitam
Aku
sudah dalam mewarnai kelam
Tanpa
berkesudah
Telah
Aku telah panjang menulis noda
Aku telah sering merangkai nista
Aku
yang sudah
Aku
yang lelah
Terkadang
lelah
Rindu celah
Di sudut hati yang kini basah
Rindu wajah
Di dalam jiwa yang tengadah
“Sungguh aku buta”
Bibirku
kembali pucat
Setelah
polesan lipstick yang menyala
Pindah
di bahu kuda jantan…
Tak
henti aku berpindah tempat
Mencari
persinggahan sementara
Hanya
demi hangatnya dekapan
Di hati tak ada cita
Hilang sudah rasa
Yang tinggal nafsu belaka
Kenikmatan dunia
Apa
benar aku tercipta
Tanpa
aku dianugrahi cinta
Dari
yang maha kuasa
Karna
…
Setiap
aku berlari untuk mendapatkan cinta
Maka
cinta semakin menjauhi ku yang telah tak berdaya
Jadi
untuk apa?
Untuk
apa aku ada!
Apa hanya sebagai tempat pemuas
nafsu belaka?
Aku hanya sebagai tempat
persinggahan sementara?
Sunggua
aku buta
Buta mengartikan semuanya
Via sangat tersentuh membaca
semua puisi yang di tulis di buku hariannya puisi keputusan Lusi,kehampaan
jiwanya yang coba mencari ketenagan di gemerlapnya dunia malam . Air mata
menetes di pipi Via,Puisi tersebut seakan tepat mengena di hatinya,ia pun
sempat sama seperti Lusi,hanyut di kemilauan dunia yang kelam.
Di buku hariannya Lusi juga menulis
tentang awal pertemuannya dengan Lukman. Disaat ia mabuk berat Lukman lah
membantu Lusi yang tergeletak di pinggir
jalan tak jauh di tempat hiburan disaat Lukman melintasi jalan tersebut,
Lukman membawa Lusi ke rumahnya di bantu Ibu Lukman Lusi pun diberi pertolongan
dan senenjak itu Lusi dekat dengan Lukman ternyata Lukman seorang pemuda yang
sering mengummandangkan Adzan Subuh di Musholla tak jauh di persimpangan jalan
yang sering didengar Via dan Lusi sewaktu melintasi jalan tersebut sewaktu
pulang dari tempat Hiburan Malam.dan dari Lukman lah Lusi banyak mengenal arti hidup,cara bersyukur,dan hidup
ikhlas dan dari tulisannya Lusi telah jatuh hati pada Lukman , Lukman lah orang
yang pertama yang telah merubah hidupnya menjadi lebih baik.Ini terbukti dari
puisi-puisi yang di tulis Lusi setelah mengenal Lukman .
Untuk mu Lukman
Yang
member arti hidup baru
Dan
seorang jiwa yang bersahaja
Membuat
aku terharu
Engkau
Lukman sahabat mulya
Yang mengajarkan aku makna cinta
Dari bilah-bilah aksara surge
Membuat aku ingin berubah
Berubah untuk membuat hidup ini
lebih indah
Lukman
…
Dikau
diciptakan tuhan untuk mengingatkan ku yang telah salah jalan
Untuk
kembali menata iman
Tuhan kalau boleh aku meminta
Carikan aku jodoh yang seperti
Lukman
Yang dapat membimbingku sampai akhir
zaman
Bersujud dan memohon ampunan
Darimu Tuhan…
Baik siang ataupun malam
Untukmu
Lukman aku ucapkan
Terima
kasihku yang mendalam
Yang
tak terkatakan
Untukmu
Lukman
Yang
menyinari di keremangan
“Ternyata hidup ini indah”
Ternyata
hidup ini indah
Hidup ini tenang
Hidup ini damai
Hidup
ini nyaman
Hidup ini tentram
Jika
kita selalu bersyukur
Bersyukur
terpekur disajadah umur
Bersyukur
ikhlas yang tiada luntur
Menatap
mentari pagi
Kala
sinarnya menyelimuti bumi
Sungguh
kedamaian abadi
Merasakan
sejuknya embun pagi
Meresap
sampai ke hati
Butir-butir
rasa yang menyejukkan sanubari
Melihat
siluet senja
Dicakrawala
yang merona jingga
Debur
ombak pantai
Meniti
buih
Nuansa
keindahan jiwa
Karya
cipta yang hakiki
Aku merasakannya
Merasakan cinta itu
Di hati yang berseri
“ Pertahanan KU “
Seperti
terlahir kembali
Aku
menuliskan jalan hidup
Dengan
cara yang berarti
Bagai semula ada
Aku mewarnai alam raya
Dengan cara yang berguna
Terima
kasih tuhan
Yang
telah mengingatkan
Duri
keterpurukan
Terima kasih sang pencipta
Yang telah berusaha
Meluruskan iman di dada
Pada
malam gelap buta
Seorang
hamba yang sangat hina
Menghatur
doa
Mohon
pengampunan semata
Pengampunan
dari pertobatan hamba
Yang
dulu berkubang nista
Berlumpur
dosa
“ KepadaMu Tuhan “
Kepada
Mu tuhan
Yang
menganugrahkan cinta
Ku
serahkan semuanya
Hidup
matiku untuk bersujud
dihadapanMu
Mengharap
ridho dan petunjukMu
Jua
mengharapkan hidayah
Dalam
mengarungi hidup
Dari desah
Yang dihirup
KepadaMu
Tuhan
Yang
menjaga siang dan malam
Raja
penguasa alam
Penentu
akhir zaman
Aku yang
pernah salah jalan
Mengiba
pengampunan
Sesaa hati Ve membawa puisi yang
ditulis Lusi setelah ia mengenal harapan dari puisinya jelaslah Lusi telah
berubah. Lusi ingin kembali ke jalan yang benar. Setelah air mata jatuh dan
tergenang dibuku yang berwarna biru muda itu, Via tidak berusaha untuk
mengusapnya, Biarlah air mata itu disitu.
“ Terima
kasih Lukman yang mengingatkan Lusi sahabatku” bisik kalbu Ve.
3 hari setelah para pelaku
pembunuhan Lusi terungkap dalang dari pembunuhan itu ternyata Hendra mantan
suami Via. Dibalik semua itu Hendra yang merasa sakit hati pada Lusi disaat ia
menanyakan keberadaan Via. Namun Lusi mengatakan bahwa ialah yang menyebabkan
Via kini menjadi seperti itu, merekapun sempat adu mulut. Hendra tidak terima
ketika dikatakan Lusi bahwa ia lelaki yang lemah dan tak berpendirian, lelaki
tak punya prinsip. Itulah yang memicu Hendra menyusun siasat dengan membayar
orang yang tak lain mantan kekasih Lusi untuk membuat perhitungan pada Lusi.
Hendra tidak meminta kepada orang sewaannya untuk menghabisi Lusi, hanya
memberi sedikit pelajaran. Namun keadaan berkata lain, kini Hendra harus
mempertanggungjawabkan buah dari siasat busuknya di meja pengadilan.
Via menarik napas berat. Memang
semenjak ia bercerai dari Hendra dan Hendra menikah dengan Lara, Viapun jarang
mendengar kabar dari mereka karena dokter Larapun mengundurkan diri dari rumah
sakit tempat ia bekerja.
Via kini lebih aktif sebagai juru
bicara diseminar-seminar. Suaranya berapi-api mengingatkan kaum muda agar tak
terjerumus obat-obatan terlarang. Via juga menjelaskan bahwa peran orang tua
sangat penting dalam pergaulan anak-anak mereka, dengan melakukan pendekatan
yang positif membuat sang anak merasa nyaman, perhatian dan kasih saying orang
tua sangat dibutuhkan disini.
Dan bagi anak muda atau orang yang
telah kecanduan obat-obat terlarang, Dokter Via juga menerangkan tahapan-tahapan
yang diambil atau langkah-langkah yang tepat untuk menanggulanginya. Memberi
mereka pengarahan akan bahayanya mengkonsumsi obat-obatan terlarang, membekali
mereka ketrampilan – ketrampilan yang berguna, mengisi hari dengan
kegiatan-kegiatan yang positif.
Juga pencerahan hati dengan siraman
rohani untuk lebih memaknai arti ketuhanan menurut agama dan kepercayaan
masing-masing. Via kini lebih matang, lebih memaknai hidupnya.
Disaat rumah sakit tempat Dokter Ve
bertugas dimintai tenaga ahli bedah yang berpengalaman untuk bertugas dirumah sakit yang membutuhkan keahliannya,
maka dokter Handoyo berharap Ve mau
menerima tawaran ini. Dengan antusias Ve pun menima dan ia siap ditempatkan di
rumah sakit yang dimaksud.
Viapun menelpon ibunya memberitahukan
kabar tersebut. Kedua orangtuapun
mengizinkan dan menyetujui niat baik yang Ve jelaskan itu. Orang tua Ve
juga memberitahukan bahwa dalam waktu dekat mereka akan memindahkan urusan
bisnis atau perusahaan mereka di dalam negeri. Mereka ingin berkumpul
bersama-sama, membayar waktu – waktu yang dulu pernah hilang untuk putri
tercintanya, sang ibu menceitakan juga bahwa ia telah lama tahu keadaan Ve
dulu. Sengaja ibunya merahasiakan itu. Setelah keadaan Ve lebih baik barulah ia
menerangkan semuanya pada suaminya. Tuan Sastroyopun merasa bersalah. Dengan
kembali berkumpul bersama-sama Tuan Sastroyo ingin menembus semua kekhilafannya
selama ini. Ve sangat bahagia mendengar berita ini.
Tak lama setelah orang tua Ve
kembali ke tanah air memindahkan urusan bisnis mereka ke dalam negeri dan
berkumpul bersama-sama kembali, barulah Ve berangkat menuju kota dimana ia
ditempatkan kedua orang tua Ve dan dokter Handoyo beserta istri turut
mengantarkan Ve sampai ke tempat tujuan, Ve sangat bahagia Bik Isahpun turut
mengantar keberangkatannya juga.
Tidak terasa sudah 4 bulan Ve
bertugas di salah satu kota kecil pulau Sumatra jauh dari kebisingan dan hangar
binger ibu kota
tempat dimana dulu ia bertugas. Disini Ve merasa nyaman, orang tuanya pun
sering menanyakan kabar walaupun lewat hubungan telepon, sekedar mengingatkan
untuk selalu menjaga kesehatan. Ve pun tak begitu sulit menyesuaikan diri
dilingkungannya sekarang ini. Dari tempat kuliahpun dulu Ve sudah biasa
bertutur sapa dan bertemu dengan anak Sumatra. Memang diakui dari logat
biasanya terdengar agak keras, namun tidaklah sekeras hati yang mengucapkan.
Di kota Kisaran kabupaten asahan
propinsi sumatera utara kini dokter Via mengabdikan dirinya sebagai ahli medis
disalah satu rumah sakit yang berada di kota
kecil nan sejuk itu. Disini Ve melewati hari-harinya dengan keceriaan. Jiwa
gotong royong, kebersamaan, keramahan masyarakt di sini masih terasa kental. Ve
dapat merasakan keakraban tersebut masyarakat dalam taraf hidup yang sederhana selalu menjaga kerukunan antar
umat manapun suku, terlihat jelas keharmonisan dalam hubungan kemasyarakatan
ini disini Ve menemukan kedamaian hati.
Pagi itu Ve baru saja tiba di rumah
sakit tempat dimana ia bertugas seorang perawat memberitahukannya bahwa adan
pasien yang membutuhkan tenaganya,
Dokter Ve pun bergegas menuju ruangan operasi diruangan itu tergolek anak kecil
ditemani gadis kecil yang mendekap anak itu. Tak jauh dari tempat itu berdiri
wanita paruh baya. Tersentuh dan tereyah hati dokter Ve melihat pemandangan
itu. Gadis kecil itu coba mendekap adiknya dan mencoba menenangkan tangis
adiknya yang mengalami luka dibagian telapak kakinya. Dokter Ve memperkirakan
umur gadis kecil itu berkisar 11 atau 12 tahunan. Sementara anak kecil yang
didekapnya itu berkisar umur 7 atau 8 tahunan. Dokter Ve coba tersenyum memberi
ketenangan dan menghampiri wanita paruh baya yang berada di ruangan itu.
“ Ibu
orang tuanya?” ujar Ve lembut
“ Tidak
bu dokter, aku tetangganya, tadi dongar si gabe manjorit manangis, ku datangi
lah dio, ku kiro si gabe bagaduh samo kakaknyo, rupanyo kakinyo berdarah
tapijak bosi tuo, langsunglah ku bawa kamari”, jawab wanita paruh baya dengan
logat malayu asahannya yang kental.
Ve mengangguk pelan dan tetap
tersenyum. Kembali Ve berkata dengan dengan ekor mata melirik gadis kecil yang
tetap memeluk kepala adiknya. “ Memangnya adiknya main dimana, sampe terpijak
besi tu ? “
“
Di depan rumah la bu dokter, padahal sudah aku bilang jangan main disitu, main
juga dia terpijaklah besi itu. Gasbe ini susah bu dokter tak mau dibilangi,
asik melawan saja!” celoteh gadis kecil itu.
Kembali wanita paruh baya itu
menimpali. “ Bapak si Duma ini buk dokter pengumpul besi tuo. Ia juga membuka
usaho bengkel taralis bosi, desi pagi tadi io sudah berangkat ke lima puluh katanyo
mau memasang pagar bosi orang yang menampahnyo, biasa kalau bapak si Duma
kamano-mano mengurus pakarjaannyo, akulah dimintanyo untuk manengok-nengok si
Duma sama si gabe ini, omak orang ini sudah meninggal duo tahun yang lalu, ku
lihat kaki si gabe badarah aku takut ado kenapo-napo”
Dokter Ve merasa iba melihat kedua anak kecil itu, entah mengapa hatinya
tersentuh sekali. Lalu dokter Ve mengobati luka Gabe. Kini Gabepun tidak
menangis seperti tadi, hanya tinggal tersedu. Dokter Ve pun meminta agar Gabe
istirahat dulu, ditemani Duma kakaknya. Tak lama wanita paruh baya itupun pamit
pulang dan berjanji nanti siang kembali kesini untuk mengantarkan makanan buat
Gabe dan Duma.
Selesai mengobati luka si Gabe, dari
perawatnya sedikit banyak dokter Ve diceritakan tentang keluarga si Duma.
Ayahnya bernama Pistar Harahap. Sementara ibunya si Duma bernama Nauli
Sitompul. Ibunya sudah dua tahun meninggal dunia, mereka biasa membeli besi tua
dari orang-orang yang menjual kepada mereka, mengumpulnya dan menjualnya
kembali.
Dulu ayah Duma dicap warga sekitar
dengan julukan preman kampong. Kerjanya hanya duduk di warung tuak dan bermain
catur, sampai-sampai si Gabe itu ia panggil dengan sebutan Kastel. Sekalipun
dijuluki preman, ayah Duma tidak pernah mau mengganggu orang sekitarnya, ia
juga termasuk orang yang periang dan penuh dengan kelakar. Namun semenjak
istrinya meninggal, ayahnya Duma benar-benar berubah, ia benar-benar menjalani kehidupan
dengan penuh tanggung jawab. Ve hanya tertegun mendengar penjelasan perawat
yang sedikit banyak tahu keadaan keluarga Duma. Entah mengapa perasaan Ve
mengatakan untuk lebih dekat dengan keluarga Duma.
Selesai makan siang dikantin rumah
sakit dokter Ve kembali menjenguk Gabe dan Duma. Ketika mengetahui bahwa wanita
paruh baya tadi yang berjanji untuk kembali belum datang membawa makanan buat
Gabe dan Duma, dokter Ve meminta perawatnya untuk membelikan makanan. Agak
tersipu malu, Duma dan Gabe makan dengan lahapnya, menyantap makanan yang
dibelikan dokter Ve. Tak lupa Duma mengucapkan terima kasih kepada bu dokter
yang sudi memberikan makanan buat ia dan adiknya.
Tidak lama berselang wanita paruh
baya yang biasa disapa Wak ijah oleh Duma datang, beliau minta maaf karena agak
telat mengantarkan makanan buat Duma dan Gabe. Selesai makan mereka saling
bertukar cerita, Ve merasa cepat akrab dengan mereka.
Karena rumah mereka satu jurusan,
dokter Ve mengantarkan mereka ke rumah mereka. Tak lupa dokter Ve mengingatkan
Duma agar nanti sore selesai mandi Gabe diminta untuk ke rumahnya untuk
mengobati lukanya. Dumapun mengiyakan perkataan dokter Via. Malamnya Duma dan
Gabe yang ditemani ayahnya menemui dokter Via di kediamannya. Ayah Duma merasa
tidak enak ketika dengan halus dokter Via menolak untuk dikembalikan uang
pengobatan wakyu Gabe dirawat di rumah sakit pagi tadi. Juga dengan halus
dokter Ve menolak uang yang diberikan ayah si Duma kepadanya kali ini. Disaat
Gabe meringis menahan perih waktu dokter Via membersihkan lukanya, ayahnya
Pistar harahap bergumam dengan sedikit candaan segar.
“bah!!
bagaimana kau ini Kastel, baru begitu saja sudah tidak tahan. Jadi laki-laki
itu harus kuat. Percuma saja kau diberi gelar kawan – kawan bapak sikastel,
kastel itu benteng, benteng itu kokoh, jadi kau harus kokoh jangan cengeng”.
Geli hati Ve mendengar ucapan bapaknya Gabe, karena hobi main catur anaknya pun
diberi gelar dengan bidak catur, ada-ada saja gumam Ve dalam hati.Dan Gabepun
berusaha untuk tidak cengeng dihadapan ayahnya setelah mendengar perkataan
tadi.
Selesai dokter Ve mengobati luka
Gabe, merekapun bercerita seadanya, dalam benak Ve karena mendengar perkataan
perawatnya tadi siang, tentulah ayah si gabe ini berperawatan yang sangar
dengan julukan nya preman Kampung.ternyata tidak semua jauh meleset dari
perkiraan Via.sebenarnya ayah si Duma dan si Gabe, Pistar Harahap, tegolong pria
yang cukup tampan hanya saja ia jarang memperhatikan kerapihan nya karna hidup
di pasaran membuat ia tampil apa adanya dengan omongan yang ceplas ceplos dan
candaan yang khas,Via merasa betah berbicara dengan ayah nya si Duma dan si Gabe.
Sejak saat itu hubungan mereka menjadi akrab. Duma
dan Gabe sering bekunjung ke rumah Dokter Via,sekedar bertanya tentang
pelajaran Sekolah dan disaat waktu luang ada libur.Via menyempatkan diri
singgah ke rumah Duma sekedar maembawa duma dan Gabe jalan-jalan, Via ingin
memberi Perhatian pada duma dan Gabe
yang telah ditinggal ibunya menghadap Ilahi.duma dan Gabe merasakan kembali
kasih saying yang dulu sempat Hilang Via pun meminta Duma dan Gabe untuk tidak
memangggil dirinya Buk Dokter melainkan dengan sebutan Tante,Duma dan Gabe
sangat senang memiliki seorang tante yang sangat sayang pada mereka.
Via pun merasa nyaman bila dekat
atau berbicara dengan ayah si Duma,entah lah ada suatu perasaan Damai dan
tenang yang belum pernah ia rasakan
sekalipun dulu sewaktu bersama Hendra,dari ketenagan jiwa rasa cinta Via tumbuh
kepada Pistar.
Sementara Pistar tidak terlalu
berharap banyak dari Via, dengan keadaanya karna ia sadar dia tidak berani
untuk melangkah lebih jauh.bagi Pistar ia
taj ubah bagai Pungguk yang merindukan rembulan hanya dapat memandang
sinarnya tanpa bias merangkuhnya, biar yang kelak menentukan saat ini biarlah
jalani saja apa adanya yang sudi memperhatikanDuma dan Gabe juga sudi menjadi
sahabatny,hati Pistar sudah menjadi sangat bahagia.
Via pun selalu tersenyum mendengar
perkataan Pistar ayahnya si Duma dan si Gabe, karna si Pistar sering berkata
yang membuat hati Via geli di dalam pembicaraan mereka.Via sering
tersenyum-senyum dan menahan tawa dengan candaan pistar. Pernah suatu hari
mereka bercerita”Bang,kalau di rumah jangan panggil saya Buk Dokter,panggil
saya Alvia.Via, atau Ve. Itu lebih enak kedengarannya”ucap Via
perlahan.”Bah,kau suruh aku memanggil nama kau Buk Dokter, sempat nanti dengar
mamakku aku memanggil nama kau saja.matilah aku!sedang aku bercanda saja
kemaren dengar mamak ku habis aku di
repetinya!”jawab Pistar tertahan.Ve mengulum senyum nya mendengar perkataan
Pistar “Mengapa begitu,”sela Ve kembali sambil tersenyum “taukah Bu Dokter
kerasnya repet mamakku itu?”,Ve menggelang kecil.”kalau kau mau tau Bu Dokter
bagaimana kerasnya repet mamakku itu besok ku bawa ke stasiun kereta api,
macemana keras bunyi kereta itu mau berangkat, macam itu juga keras repet mamakku
itu .” Ve yang mendengar coba menata tawa kembali Pistar menambahkan perkataan nya “kau
juga mau tau Buk Dokter, panjangnya repet mamakku itu”Pistar sengaja menggantung
kan ucapanya, Ve mengangguk pelan sambil mengatup mulutnya dengan kedua
tangannya “sepanjang kereta api itulah, kalau kereta api berhenti sebentar di stasiun,
begitu juga mamakku paling berhenti sebentar membetulkan letak tembakau sirih
di mulutnya itu. Habis itu mulai merepet lagi. Kalau dia merasa belum puas
merepet aku pun mau dikejarnya pakai sapu lidi,kalau macam begitu lari lah aku
pakai jurus langkah seribu. Satu kompi mengejar aku, aku tak akan lari, ku
tantang mereka satu-satu tapi kalau mamakku yang mengejar aku pakai sapu, larilah
aku!”
Tawa
Via pun meledak ,ia merasa sangat geli mendengar perkataan Pistar, sementara
Pistar masih dalam keadaan serius.”Inilah lemahnya awak ini,awak lagi
betul-betul serius Bu Dokter malah ketawa-ketawa,hai naseb awak inilah
SiSuarsaiar, hidup untuk diketawakan orang-orang”canda Pistar.
“Ah
abang Pistar, begitu saja marah”goda Via masih menyisakan tawanya. ”Bukan,bukan
begitu Bu Dokter waktu itu kemaren mamakku dengar kau panggil aku Bang Pistar
saja,aku sudah kena sembur,di bilang mamakku aku yang menggatal untuk di
panggil abang, biasanya Buk Dokter orang
yang sudah berkeluarga di panggil dengan anak pertamanya seperti aku
inilah anak pertama ku si Duma dipanggilah aku Pak Duma atau Bapak siduma dari Boru
Panggoroan itu”tukas Pistar menerangkan.
“Siap
pak Duma”ucap Via mantap sambil menyunggingkan senyum termanisnya. “Bah,sudah
macam Komandan Bataliyon pulak Buk Dokter buat aku ini,jadi malu aku ini,tapi
Buk Dokter nama Buk Dokter kan Alvia kalau di panggil Via masih maklum tapi
mengapa di panggil Ve pulak!”.
“O.Ve itu nama kecil ku
bang,disekolah dulu teman-teman ku biasa memanggilku Via sedang dirumah aku
dipanggil Ve”terang Via pada Pistar. “apalah arti sebuah nama bang,”canda Via
kembali. “eiiiiiiiiit jangan salah kau Buk Dokter kata mamakku nama itu dibuat
punya makna yang besar,nama itu seperti doa dan harapan yang baik itu kata
mamakku.Seperti nama ku Pistar Harahap. Pistar itu artinya Pintar kalau Harahap
itu Marga ku Buk Dokter dari Bapak,Ve pun mengangguk pelan coba mengerti
penjelasan Pistar. Kembali menerangkan “juga si Duma itu nama panjang nya
Dumaris Marsaulita Harahap,mamakku juga yang kasi nama itu. Maksud aku dulu pingin anak pertama ku kuberi
nama Madona Harahap tapi habis kupingku dijewernya waktu aku kasi tau madona
artis cantik orang barat bukan orang batak.Dumaris marsaulita itu kata
mamakku artinya Megah dan banyak
kecantikannya baik luar maupun dalam,setelah ku pikir-pikir tak apalah bagus
juga nama itu,si Madona harahap menjadi si Duma Harahap beda tipislah, “sebelas
dua belas”. “lain lagi si Gabe Buk Dokter ,kalau si Gabe Bapak aku yang kasi
nama,dulu karna aku hobi bermain catur ku buat anak kedua ku itu si Kastel itu
Buk Dokter sebutan benteng di Permainan catur,Bapak ku marah katanya kalau buat
nama jangan asal-asal,nama Gabe Patar Harahap itu menjadi terlihat terkenal
bah!kalau ku Pikir-pikir mantap juga Bapak sama anak ku kasi nama!” . Via hanya
termengun mendengar penjelasan Pistar ayah si Duma dan si Gabe.
Via pun berkenalan dengan orang tua Pistar
yang tak lain Opung siDuma, sewaktu mereka menjenguk anak dan cucu mereka. Dari
cerita ibunya Pistar sedikit banyak Via tau tentang Pistar yang dulunya gemar
berkelahi dan hobi bermain catur dan ibunya paling tidak suka melihat Pistar
minum tuak,dan bernyanyi di kedai tuak. Tapi syukurlah saat ini pistar telah
berubah,paling kalau Pistar bermain catur satu atau dua teman nya saja yang
datang ke rumah. Kalau hatinya sepi Pistar hanya bernyayi di rumah berteman kan
gitar memeng. Saat ini Pistar belum berpikiran untuk mencari pengganti
pendamping hidupnya,bagi Pistar saat ini anak-anak lebih penting.
Pistar juga pernah bercerita kepada
Via sekalipun Ibunya suka mengomel,namun mengenai kebahagiaan anaknya ibunya
tidak memaksakan kehendak nya.pernah juga si ibu berkeinginan menjodohkan
Pistar dengan Paribannya tapi dengan halus Pistar menolak ibunya pun
mengalah,bagi ibunya Pistar yang menjalani
hidupnya,Pistarlah yang tau dengan siapa kelak ia hanya merasa
bahagia,yang terpenting Pistar tetap dalam norma-norma dan aturan-aturan yang
tidak bertentangan dengan agama.
Via pun sangat suka mendengar lagu
yang di lantunkan Pistar,selain pintar bernyanyi Pistar juga bisa merubah
lagu,Via sangat senang lagu-lagu ubahan Pistar,Pistar pernah mengatakan “ memang sih tak semua orang Batak bernynyi
tapi rata-rata kalau mendengarkan orang batak bernyanyi merdu lewat pun tak
sadar ,…. “canda Pistar saat itu. Diantara lagu- lagu ubahan Pistar,Via sangat
suka lagu yang tersisa dan Akhir Kisah ciptaan Pistar,Via sering mendendangkan
lagu tersebut seorang diri disaat waktu luang atau sedang santai.
Cipt. Iwan Sekopdarat
“Akhir
Kisah”
Dari
apa yang telah ku ucapkan
Soal
hati tak harus di paksakan
Dengan
kisah uang sangat merumitkan
Mungkinkah
bertahan
Atau
di hentikan
Dari rasa yang teah kita bina
Sudah cukup kita saling menjaga
Dengan apa yang telah dilalui
Haruskah begini,berakhir disini
Reff
Mengapa
semua ini,ataukah harus begini
Kisah
yang kita jalani
Berakhir
sampai disini
Mengapa
ini terjadi,ataukah memeng begini
Rasa
yang didalam hati
Berakhir
sampai disini
Akhir kisah dari rasa ini
Berakhir sampai disini
Mata indah yang pernah kita lewati
Berakhir sampai disini
Cipt. Iwan sekopdarat
Yang Tersisa
(Sengaja
penulis tidak menuliskan lirik lagu yang tersisa,ini berharap para pembaca
dapat mendengar kan langsung Lagu tersebut di Youtube diPencarian Iwan
sekopdarat)
Bulan ramadhan kali ini Ve menyambutnya dengan
penuh kebahagiaan dan keikhlasan,disaat berbuka puasa biasanya Ve mengajak Duma
dan Gabe untuk makan bersama-sama lalu mereka sholat bersama di Surau yang tak
begitu jauh dari rumah Via,tak jarang Via membelikan makanan sekedarnya lalu di
rumah Duma mereka berbuka puasa bersama.
Sebenarnya berat rasa Ve
meninggalkan mereka disaat menjelang lebaran karna kepada Orang tua nya pun Ve
telah berjanji untuk berkumpul bersama di rumah orang tuanya di Jakarta,kepada
Pistar Ve sempat mengutarakan ingin membawa Duma dan Gabe jalan-jalan namun
halus Pistar menolaknya “ nantilah kalau ada libur kami maen-maen kesana”ujar
Pistar datar.
Hari kemenangan ayang penuh
kedamaian dirasakan,Via dengan
kebahagiaan berkumpul bersama keluarga,di rumah orang tua nya di Jakarta ,Via
juga sempat bertemu dengan Lukman disaat selesai Sholat Hari Raya Idul Fitri di
halaman Musholla lukman masih tetap seperti dulu,masih sendiri Lugu dan
bersahaja,mereka bercerita sekadarnya saling menanyakan kabar masing-masing.
Sementara disaat orang –orang
merayakan di hari kemenangan itu,Pistar ayah siDuma masuk Rumah Sakit.ternyata
Pistar menderita Penyakit Lever yang sudah akut.mungkin ini disebabkan karna
dulu Pistar sering minum tuak. Sejenis minuman keras, tanpa makan terlebih
dahulu . keesokan harinya Pistar meminta Dokter yang menanganinya untuk pulang,Pistar memaksakan
dirinya agar terlihat sehat selikali pun Dokter masih melarangnya Pulang.
Setiba nya di rumah Pistar berusaha untuk tetap tegar di hadapan
anak-anaknya,Pistar tak ingin
keluarganya bersedih disaat menyambut Kemenangan.Pistar pun menyempatkan dirinya
membawa Buah Hatinya jalan-jalan malamnya sepulang dari tempat rekreasi itulah
Pistar kembali Pingsan dan pergi untuk selama-lamanya. Begitu terpukul hati
Duma dan Gabe dulu ia ditinggal oleh ibunya dan kini ayahnya pun dipanggil
menyusul yang Maha Kuasa derita batin
yang sangat berat dirasakan Duma dan Gabe kehilangan kedua orang tuanya disaat
mereka masih sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang keduanya.
Derai air mata opung Duma seakan
tiada henti ,membayang kan nasib cucunya yang kini yatim piatu, ia terus
memeluk cucunya tersebut seakan memberi kekuatan batin, peluk tangis pun pecah
bagi yang melihatnya.
Tidak terasa sudah seminggu sudah Via di
Jakarta berkumpul bersama kedua orang tuanya,kini ia kembali ke tempat ia
ditugaskan , rindunya telah membubung kepada Duma dan Gabe juga Pistar.
Malam nya ketika Via menjejakkan kakinya kembali di
Kisaran Via langsung menuju rumah Duma,membawakan oleh-oleh buat Duma Gabe dan juga Pistar, Via juga sempat heran ketika di
halaman rumah Duma ia berpapasan dengan banyak orang yang mengenakan kopiah dan
satu persatu meninggalkan rumah Duma.
Di dalam rumah Via disambut dengan
derai air mata oleh pihak keluarga yang dilanda musibah,opung Duma pun
menceritakan perihal kematian Pistar,bumi terasa gelap bagi Via,air matanya pun
tak terbendung lagi Via menangis dan sangat pilu sambil memeluk Duma dan Gabe .
Duma dan Gabe pun turut menangis Pilu kerabat keluarga yang melihat ini semua
turut larut dalam derai air mata,Duma pun menyerahkan amplop putih bersih
kepada Via dan tantenya.
Setelah isak tangis Via sedikit
mereda ia pun membuka amplop putih tersebut dan membaca isi surat Duma juga mengatakan bahwa surat itu juga
ditulis setelah ayah baru keluar dari rumah sakit. Yah mungkin saja Pistar tau,
bahwa hidupnya tak akan lama karna itu karna itu ia menuliskan surat itu untuk
Dokter Alavia.
Kisaran,Maret 2013
Buat
Dokter Alvia
Assalamualaikum.wr.wb
Sebelumnya aku minta maaf pada Buk
dokter karna aku terlalu lancang menulis surat ini,aku pun selalu berdoa semoga
Buk dokter dan keluarga tetap dalam
keadaan sehat walfiat tak kurang satu apapun,juga dalam limpahan rahmat dan karunia Yang Maha Kuasa.
Aku tak tau harus mulai dari
mana,karna memang aku tak pintar menulis
surat sekalipun aku diberi nama mamakku si Pistar,tapi kalau soal surat
menyurat aku tak pintar . yang aku tau sebentar lagi Buk Dokter ulang tahun
,aku bingung mau kasi kado apa ?
Mau aku belikan baju atau celana
aku tak paham ukurannya,mau beli pakaian dalam mati lah aku kalau tau mamakku
nanti habislah di kejarnya pakai sapu ,tapi tak apa-apa walau pun begitu aku tetap sayang mamakku. dulu Buk Dokter pernah bertanya
seberapa besar rasa sayangku sama mamakku kalau Buk Dokter mau tau berapa
besarnya maka sebesar rasa sayang Buk Dokter pada Tuhan ,segitu juga rasa sayang
ku pada mamakku .
Asal
tau Buk Dokter didunia ini yang ku
takutkan Cuma dua,pertama kalau Tuhan marah. Kedua kalau mamakku yang marah .
“Bah mau cerita ulang tahun malah merempet kemana-mana lama-lama aku ketularan
mamakku tukang merepet (mengomel).
Kalau
nanti Buk Dokter ku beri kado berupa uang,apalagi itu, Buk Dokter lebih banyak
dari uang ku,ketika ku Tanya Duma kado apa yang
pantas, sebab ku pikir siDuma pun perempuan walaupun masih kecil tak
salah aku bertanya ,asal jangan sama mamakku saja bisa mati aku.
Duma
bilang,buat kan saja tante Via lagu,lirik nya ditulis dikertas sebagai kado
buat tante. Bah ternyata yang mantaplah
ide siDuma itu paten kali kurasa. Karna itu lagu ini ku buat khusus untuk Buk
Dokter dan lirik dari lagu tersebut kutulis di kertas ini ,semoga Buk Dokter
sudi menerima ksdo ku yang tak seberapa ini .
Ach terkadang
aku berkhayal kalau suatu saat Duma dan Gabe memanggil dengan sebutan
mamak,tentu Duma dan Gabe merasa bahagia,tapi Buk Dokter jangan marah dulu aku hanya berandai-andai s\hanya
bercanda jangan terlalu dimasukan ke hati,ke kantong saja. ha…ha….ha…
Dan ini
Buk Dokter lirik lagu dari lagu Ciptaan
ku khusus berat Buk Dokter sebagai kado dihari jadi mu.
“Dengan
Lagu”
Hanya
kata yang ku rangkai
Untuk
diri mu yang terindah
Hanya
lagu dari nada
Untuk
dirimu yan terindah
Dan bila dengan lagu ini
Membuatmu tak suka
Maafkan lah aku
Dan bila dengan nada ini
Membuat tersiksa
Maafkan lah aku
Reef
Jika
nanti diriku telah pergi
Lagu ini
tak akan pernah mati
Jika
nanti detak waktu berhenti
Nada ini
akan abadi,hooo…oo…
Untukmu
selamanya
Yang
terindah bagiku
Wassalam
Dari ku.
Pistar Harahap
Berlinang
air mata Ve,membaca surat yang ditulis Pistar ayah si Duma.
Keesokan
harinya setelah mereka berziarah ke makam Pistar dengan tanah merah yang lagi basah dokter Via
memeluk hangat Duam adan Gabe dengan bibir
bergetar setengah berbisik Dokter Via Berujar
“Duma,Gabe
Panggil aku Mamak!”
Sekian
BIODATA
PENULIS
Lahir
di Dabo Singkep, kepulauan Riau pada tanggal 26 Januari 1976, terlahir dengan
nama kecil yang akrab disapa Iwan, tumbuh dan basar dikampung Sekopdarat ( Dabo
Singkep ) beragama islam berjenis kelamin laki – laki.
Kini menetap di Kisaran, Asahan Sumatera Utara, berpropesi sebagai pedagang
sayuran dipasar kartini Kisaran dan juga pedagang di pasar Kaget ( Pekan )
disekitar kota Kisaran.
Adapun beberapa karya tulis Iwan Sekop Darat :
1.
Tentang
Rindu (
Novel )
2.
Tentang Rindu
2 (
Novel )
3.
Layang – layang
Zaman (
Novel )
4.
Fatwa
Cinta (
Kumpulan Puisi Sair & Sajak )
5.
Primadona Diujung
Trotoar (
Novel )
6.
Madah
Aksara (Novel
dan Kumpulan Sajak )
7.
Tiang – tiang
Aksara (Novel
dan Kumpulan Sajak)
8.
Do’a
Simarjan (
Novel )
9.
Sulaman
Aksara (
Kumpulan Puisi Sair & Sajak )
10. Dilema
Hati Menyinta (
Novel )
11. Pasukan
Pramuka (
Novel )
12. Bilur –
bilur
tinta (
Kumpulan Puisi Sair & Sajak )
13. Buih
Debur Riak
Cinta (
Kumpulan Puisi Sair & Sajak )
14.
Bingkisan
Ramadhan (
Cerpen dan kumpulan sajak )
15. Helai
Rindu
( Cerpen drama dan kumpulan sajak )
16. Nektar
Cinta
( Novel )