Kamis, 28 Maret 2013

NEKTAR CINTA Bag. 2



“Itu Aku”
Jika memang mereka bilang
Aku tak meradang
Di hujat jalang
Itu namanya
Seperti ini lah sekarang
Jika benar mereka ujar
Aku sadar
Di cacar binal
Itu benar
Yang kau lihat belum bertukar
Yang jalang
                                    Yang binal
                                                Yang binatang
                                                            Dan yang handal
Itu memang
Itu benar
Itu aku yang hilang sinar

“Siapa yang gila”
Aku pongah
Dari butir surgea yang mereka yang mereka anggap debu neraka
Dari asap Nirwana
Yang mereka hujat racun dunia
Dari sepihak Khayangan
Yang mereka simpulkan awal kehancuran
Ha…ha….ha….ha…ha…
Aku memang sudah gila!
                        Gila!
            Gila yang membuatku bahagia
Mereka jangan hanya bisa berkata
            Jangan Cuma menghujat
            Jangan selalu menghina
Jika benar ingin membantu
Ajarkan aku cinta
Bukan yang mentertawakan aku yang gila


“Sudah”
Sudah….
Aku sudah jauh melukis hitam
Aku sudah dalam mewarnai kelam
Tanpa berkesudah
            Telah
            Aku telah panjang menulis noda
            Aku telah sering merangkai nista
Aku yang sudah
Aku yang lelah
Terkadang lelah
            Rindu celah
            Di sudut hati yang kini basah
            Rindu wajah
            Di dalam jiwa yang tengadah


“Sungguh aku  buta”
Bibirku kembali pucat
Setelah polesan lipstick yang menyala
Pindah di bahu kuda jantan…
Tak henti aku berpindah tempat
Mencari persinggahan sementara
Hanya demi hangatnya dekapan
Di hati tak ada cita
Hilang sudah rasa
Yang tinggal  nafsu belaka
Kenikmatan dunia
Apa benar aku tercipta
Tanpa aku dianugrahi cinta
Dari yang maha kuasa
Karna …
Setiap aku berlari untuk mendapatkan cinta
Maka cinta semakin menjauhi ku yang telah tak berdaya
Jadi untuk apa?
Untuk apa aku ada!
            Apa hanya sebagai tempat pemuas nafsu belaka?
            Aku hanya sebagai tempat persinggahan sementara? 
            Sunggua aku buta
            Buta mengartikan semuanya

Via sangat tersentuh membaca semua puisi yang di tulis di buku hariannya puisi keputusan Lusi,kehampaan jiwanya yang coba mencari ketenagan di gemerlapnya dunia malam . Air mata menetes di pipi Via,Puisi tersebut seakan tepat mengena di hatinya,ia pun sempat sama seperti Lusi,hanyut di kemilauan dunia yang kelam.
            Di buku hariannya Lusi juga menulis tentang awal pertemuannya dengan Lukman. Disaat ia mabuk berat Lukman lah membantu Lusi yang tergeletak di pinggir  jalan tak jauh di tempat hiburan disaat Lukman melintasi jalan tersebut, Lukman membawa Lusi ke rumahnya di bantu Ibu Lukman Lusi pun diberi pertolongan dan senenjak itu Lusi dekat dengan Lukman ternyata Lukman seorang pemuda yang sering mengummandangkan Adzan Subuh di Musholla tak jauh di persimpangan jalan yang sering didengar Via dan Lusi sewaktu melintasi jalan tersebut sewaktu pulang dari tempat Hiburan Malam.dan dari Lukman lah Lusi banyak   mengenal arti hidup,cara bersyukur,dan hidup ikhlas dan dari tulisannya Lusi telah jatuh hati pada Lukman , Lukman lah orang yang pertama yang telah merubah hidupnya menjadi lebih baik.Ini terbukti dari puisi-puisi yang di tulis Lusi setelah mengenal Lukman .

Untuk mu Lukman
Yang member arti  hidup baru
Dan seorang jiwa yang bersahaja
Membuat aku terharu
Engkau Lukman sahabat mulya
            Yang mengajarkan aku makna cinta
            Dari bilah-bilah aksara surge
            Membuat aku ingin berubah
            Berubah untuk membuat hidup ini lebih indah
Lukman …
Dikau diciptakan tuhan untuk mengingatkan ku yang telah salah jalan
Untuk kembali menata iman
            Tuhan kalau boleh aku meminta  
            Carikan aku jodoh yang seperti Lukman
            Yang dapat membimbingku sampai akhir zaman
            Bersujud dan memohon ampunan
            Darimu Tuhan…
            Baik siang ataupun malam
Untukmu Lukman aku ucapkan
Terima kasihku yang mendalam
Yang tak terkatakan
Untukmu Lukman
Yang menyinari di keremangan





“Ternyata hidup ini indah”
Ternyata hidup ini indah
                Hidup ini tenang
                  Hidup ini damai
                    Hidup ini nyaman
                      Hidup ini tentram
Jika kita selalu bersyukur
Bersyukur terpekur disajadah umur
Bersyukur ikhlas yang tiada luntur
Menatap mentari pagi
Kala sinarnya menyelimuti bumi
Sungguh kedamaian abadi
Merasakan sejuknya embun pagi
Meresap sampai ke hati
Butir-butir rasa yang menyejukkan sanubari
Melihat siluet senja
Dicakrawala yang merona jingga
Debur ombak pantai
Meniti buih
Nuansa keindahan jiwa
Karya cipta yang hakiki
            Aku merasakannya
            Merasakan cinta itu
            Di hati yang berseri


“ Pertahanan KU “
Seperti terlahir kembali
Aku menuliskan jalan hidup
Dengan cara yang berarti
            Bagai semula ada
            Aku mewarnai alam raya
            Dengan cara yang berguna

Terima kasih tuhan
Yang telah mengingatkan
Duri keterpurukan
            Terima kasih sang pencipta
            Yang telah berusaha
            Meluruskan iman di dada
Pada malam gelap buta
Seorang hamba yang sangat hina
Menghatur doa
Mohon pengampunan semata
Pengampunan dari pertobatan hamba
Yang dulu berkubang nista
Berlumpur dosa
“ KepadaMu Tuhan “
Kepada Mu tuhan
Yang menganugrahkan cinta
Ku serahkan semuanya
Hidup matiku untuk bersujud
dihadapanMu
Mengharap ridho dan petunjukMu
Jua mengharapkan hidayah
Dalam mengarungi hidup
            Dari desah
            Yang dihirup
KepadaMu Tuhan
Yang menjaga siang dan malam
Raja penguasa alam
Penentu akhir zaman
Aku yang pernah salah jalan
Mengiba pengampunan

Sesaa hati Ve membawa puisi yang ditulis Lusi setelah ia mengenal harapan dari puisinya jelaslah Lusi telah berubah. Lusi ingin kembali ke jalan yang benar. Setelah air mata jatuh dan tergenang dibuku yang berwarna biru muda itu, Via tidak berusaha untuk mengusapnya, Biarlah air mata itu disitu.
“ Terima kasih Lukman yang mengingatkan Lusi sahabatku” bisik kalbu Ve.
            3 hari setelah para pelaku pembunuhan Lusi terungkap dalang dari pembunuhan itu ternyata Hendra mantan suami Via. Dibalik semua itu Hendra yang merasa sakit hati pada Lusi disaat ia menanyakan keberadaan Via. Namun Lusi mengatakan bahwa ialah yang menyebabkan Via kini menjadi seperti itu, merekapun sempat adu mulut. Hendra tidak terima ketika dikatakan Lusi bahwa ia lelaki yang lemah dan tak berpendirian, lelaki tak punya prinsip. Itulah yang memicu Hendra menyusun siasat dengan membayar orang yang tak lain mantan kekasih Lusi untuk membuat perhitungan pada Lusi. Hendra tidak meminta kepada orang sewaannya untuk menghabisi Lusi, hanya memberi sedikit pelajaran. Namun keadaan berkata lain, kini Hendra harus mempertanggungjawabkan buah dari siasat busuknya di meja pengadilan.
            Via menarik napas berat. Memang semenjak ia bercerai dari Hendra dan Hendra menikah dengan Lara, Viapun jarang mendengar kabar dari mereka karena dokter Larapun mengundurkan diri dari rumah sakit tempat ia bekerja.
            Via kini lebih aktif sebagai juru bicara diseminar-seminar. Suaranya berapi-api mengingatkan kaum muda agar tak terjerumus obat-obatan terlarang. Via juga menjelaskan bahwa peran orang tua sangat penting dalam pergaulan anak-anak mereka, dengan melakukan pendekatan yang positif membuat sang anak merasa nyaman, perhatian dan kasih saying orang tua sangat dibutuhkan disini.
            Dan bagi anak muda atau orang yang telah kecanduan obat-obat terlarang, Dokter Via juga menerangkan tahapan-tahapan yang diambil atau langkah-langkah yang tepat untuk menanggulanginya. Memberi mereka pengarahan akan bahayanya mengkonsumsi obat-obatan terlarang, membekali mereka ketrampilan – ketrampilan yang berguna, mengisi hari dengan kegiatan-kegiatan yang positif.
            Juga pencerahan hati dengan siraman rohani untuk lebih memaknai arti ketuhanan menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Via kini lebih matang, lebih memaknai hidupnya.
            Disaat rumah sakit tempat Dokter Ve bertugas dimintai tenaga ahli bedah yang berpengalaman untuk bertugas  dirumah sakit yang membutuhkan keahliannya, maka dokter Handoyo  berharap Ve mau menerima tawaran ini. Dengan antusias Ve pun menima dan ia siap ditempatkan di rumah sakit  yang dimaksud.
            Viapun menelpon ibunya memberitahukan kabar tersebut. Kedua orangtuapun  mengizinkan dan menyetujui niat baik yang Ve jelaskan itu. Orang tua Ve juga memberitahukan bahwa dalam waktu dekat mereka akan memindahkan urusan bisnis atau perusahaan mereka di dalam negeri. Mereka ingin berkumpul bersama-sama, membayar waktu – waktu yang dulu pernah hilang untuk putri tercintanya, sang ibu menceitakan juga bahwa ia telah lama tahu keadaan Ve dulu. Sengaja ibunya merahasiakan itu. Setelah keadaan Ve lebih baik barulah ia menerangkan semuanya pada suaminya. Tuan Sastroyopun merasa bersalah. Dengan kembali berkumpul bersama-sama Tuan Sastroyo ingin menembus semua kekhilafannya selama ini. Ve sangat bahagia mendengar berita ini.
            Tak lama setelah orang tua Ve kembali ke tanah air memindahkan urusan bisnis mereka ke dalam negeri dan berkumpul bersama-sama kembali, barulah Ve berangkat menuju kota dimana ia ditempatkan kedua orang tua Ve dan dokter Handoyo beserta istri turut mengantarkan Ve sampai ke tempat tujuan, Ve sangat bahagia Bik Isahpun turut mengantar keberangkatannya juga.
            Tidak terasa sudah 4 bulan Ve bertugas di salah satu kota kecil pulau Sumatra jauh dari kebisingan dan hangar binger ibu kota tempat dimana dulu ia bertugas. Disini Ve merasa nyaman, orang tuanya pun sering menanyakan kabar walaupun lewat hubungan telepon, sekedar mengingatkan untuk selalu menjaga kesehatan. Ve pun tak begitu sulit menyesuaikan diri dilingkungannya sekarang ini. Dari tempat kuliahpun dulu Ve sudah biasa bertutur sapa dan bertemu dengan anak Sumatra. Memang diakui dari logat biasanya terdengar agak keras, namun tidaklah sekeras hati yang mengucapkan.
            Di kota Kisaran kabupaten asahan propinsi sumatera utara kini dokter Via mengabdikan dirinya sebagai ahli medis disalah satu rumah sakit yang berada di kota kecil nan sejuk itu. Disini Ve melewati hari-harinya dengan keceriaan. Jiwa gotong royong, kebersamaan, keramahan masyarakt di sini masih terasa kental. Ve dapat merasakan keakraban tersebut masyarakat dalam taraf hidup  yang sederhana selalu menjaga kerukunan antar umat manapun suku, terlihat jelas keharmonisan dalam hubungan kemasyarakatan ini disini Ve menemukan kedamaian hati.
            Pagi itu Ve baru saja tiba di rumah sakit tempat dimana ia bertugas seorang perawat memberitahukannya bahwa adan pasien  yang membutuhkan tenaganya, Dokter Ve pun bergegas menuju ruangan operasi diruangan itu tergolek anak kecil ditemani gadis kecil yang mendekap anak itu. Tak jauh dari tempat itu berdiri wanita paruh baya. Tersentuh dan tereyah hati dokter Ve melihat pemandangan itu. Gadis kecil itu coba mendekap adiknya dan mencoba menenangkan tangis adiknya yang mengalami luka dibagian telapak kakinya. Dokter Ve memperkirakan umur gadis kecil itu berkisar 11 atau 12 tahunan. Sementara anak kecil yang didekapnya itu berkisar umur 7 atau 8 tahunan. Dokter Ve coba tersenyum memberi ketenangan dan menghampiri wanita paruh baya yang berada di ruangan itu.
“ Ibu orang tuanya?” ujar Ve lembut
“ Tidak bu dokter, aku tetangganya, tadi dongar si gabe manjorit manangis, ku datangi lah dio, ku kiro si gabe bagaduh samo kakaknyo, rupanyo kakinyo berdarah tapijak bosi tuo, langsunglah ku bawa kamari”, jawab wanita paruh baya dengan logat malayu asahannya yang kental.
            Ve mengangguk pelan dan tetap tersenyum. Kembali Ve berkata dengan dengan ekor mata melirik gadis kecil yang tetap memeluk kepala adiknya. “ Memangnya adiknya main dimana, sampe terpijak besi tu ? “
“ Di depan rumah la bu dokter, padahal sudah aku bilang jangan main disitu, main juga dia terpijaklah besi itu. Gasbe ini susah bu dokter tak mau dibilangi, asik melawan saja!” celoteh gadis kecil itu.
Kembali wanita paruh baya itu menimpali. “ Bapak si Duma ini buk dokter pengumpul besi tuo. Ia juga membuka usaho bengkel taralis bosi, desi pagi tadi io sudah berangkat ke lima puluh katanyo mau memasang pagar bosi orang yang menampahnyo, biasa kalau bapak si Duma kamano-mano mengurus pakarjaannyo, akulah dimintanyo untuk manengok-nengok si Duma sama si gabe ini, omak orang ini sudah meninggal duo tahun yang lalu, ku lihat kaki si gabe badarah aku takut ado kenapo-napo”
            Dokter Ve merasa iba melihat  kedua anak kecil itu, entah mengapa hatinya tersentuh sekali. Lalu dokter Ve mengobati luka Gabe. Kini Gabepun tidak menangis seperti tadi, hanya tinggal tersedu. Dokter Ve pun meminta agar Gabe istirahat dulu, ditemani Duma kakaknya. Tak lama wanita paruh baya itupun pamit pulang dan berjanji nanti siang kembali kesini untuk mengantarkan makanan buat Gabe dan Duma.
            Selesai mengobati luka si Gabe, dari perawatnya sedikit banyak dokter Ve diceritakan tentang keluarga si Duma. Ayahnya bernama Pistar Harahap. Sementara ibunya si Duma bernama Nauli Sitompul. Ibunya sudah dua tahun meninggal dunia, mereka biasa membeli besi tua dari orang-orang yang menjual kepada mereka, mengumpulnya dan menjualnya kembali.
            Dulu ayah Duma dicap warga sekitar dengan julukan preman kampong. Kerjanya hanya duduk di warung tuak dan bermain catur, sampai-sampai si Gabe itu ia panggil dengan sebutan Kastel. Sekalipun dijuluki preman, ayah Duma tidak pernah mau mengganggu orang sekitarnya, ia juga termasuk orang yang periang dan penuh dengan kelakar. Namun semenjak istrinya meninggal, ayahnya Duma benar-benar berubah, ia benar-benar menjalani kehidupan dengan penuh tanggung jawab. Ve hanya tertegun mendengar penjelasan perawat yang sedikit banyak tahu keadaan keluarga Duma. Entah mengapa perasaan Ve mengatakan untuk lebih dekat dengan keluarga Duma.
            Selesai makan siang dikantin rumah sakit dokter Ve kembali menjenguk Gabe dan Duma. Ketika mengetahui bahwa wanita paruh baya tadi yang berjanji untuk kembali belum datang membawa makanan buat Gabe dan Duma, dokter Ve meminta perawatnya untuk membelikan makanan. Agak tersipu malu, Duma dan Gabe makan dengan lahapnya, menyantap makanan yang dibelikan dokter Ve. Tak lupa Duma mengucapkan terima kasih kepada bu dokter yang sudi memberikan makanan buat ia dan adiknya.
            Tidak lama berselang wanita paruh baya yang biasa disapa Wak ijah oleh Duma datang, beliau minta maaf karena agak telat mengantarkan makanan buat Duma dan Gabe. Selesai makan mereka saling bertukar cerita, Ve merasa cepat akrab dengan mereka.
            Karena rumah mereka satu jurusan, dokter Ve mengantarkan mereka ke rumah mereka. Tak lupa dokter Ve mengingatkan Duma agar nanti sore selesai mandi Gabe diminta untuk ke rumahnya untuk mengobati lukanya. Dumapun mengiyakan perkataan dokter Via. Malamnya Duma dan Gabe yang ditemani ayahnya menemui dokter Via di kediamannya. Ayah Duma merasa tidak enak ketika dengan halus dokter Via menolak untuk dikembalikan uang pengobatan wakyu Gabe dirawat di rumah sakit pagi tadi. Juga dengan halus dokter Ve menolak uang yang diberikan ayah si Duma kepadanya kali ini. Disaat Gabe meringis menahan perih waktu dokter Via membersihkan lukanya, ayahnya Pistar harahap bergumam dengan sedikit candaan segar.
“bah!! bagaimana kau ini Kastel, baru begitu saja sudah tidak tahan. Jadi laki-laki itu harus kuat. Percuma saja kau diberi gelar kawan – kawan bapak sikastel, kastel itu benteng, benteng itu kokoh, jadi kau harus kokoh jangan cengeng”. Geli hati Ve mendengar ucapan bapaknya Gabe, karena hobi main catur anaknya pun diberi gelar dengan bidak catur, ada-ada saja gumam Ve dalam hati.Dan Gabepun berusaha untuk tidak cengeng dihadapan ayahnya setelah mendengar perkataan tadi.
Selesai dokter Ve mengobati luka Gabe, merekapun bercerita seadanya, dalam benak Ve karena mendengar perkataan perawatnya tadi siang, tentulah ayah si gabe ini berperawatan yang sangar dengan julukan nya preman Kampung.ternyata tidak semua jauh meleset dari perkiraan Via.sebenarnya ayah si Duma dan si Gabe, Pistar Harahap, tegolong pria yang cukup tampan hanya saja ia jarang memperhatikan kerapihan nya karna hidup di pasaran membuat ia tampil apa adanya dengan omongan yang ceplas ceplos dan candaan yang khas,Via merasa betah berbicara dengan ayah nya si Duma dan si Gabe.
            Sejak  saat itu hubungan mereka menjadi akrab. Duma dan Gabe sering bekunjung ke rumah Dokter Via,sekedar bertanya tentang pelajaran Sekolah dan disaat waktu luang ada libur.Via menyempatkan diri singgah ke rumah Duma sekedar maembawa duma dan Gabe jalan-jalan, Via ingin memberi Perhatian pada duma dan  Gabe yang telah ditinggal ibunya menghadap Ilahi.duma dan Gabe merasakan kembali kasih saying yang dulu sempat Hilang Via pun meminta Duma dan Gabe untuk tidak memangggil dirinya Buk Dokter melainkan dengan sebutan Tante,Duma dan Gabe sangat senang memiliki seorang tante yang sangat sayang pada mereka.
            Via pun merasa nyaman bila dekat atau berbicara dengan ayah si Duma,entah lah ada suatu perasaan Damai dan tenang yang  belum pernah ia rasakan sekalipun dulu sewaktu bersama Hendra,dari ketenagan jiwa rasa cinta Via tumbuh kepada Pistar.
            Sementara Pistar tidak terlalu berharap banyak dari Via, dengan keadaanya karna ia sadar dia tidak berani untuk melangkah lebih jauh.bagi Pistar ia  taj ubah bagai Pungguk yang merindukan rembulan hanya dapat memandang sinarnya tanpa bias merangkuhnya, biar yang kelak menentukan saat ini biarlah jalani saja apa adanya yang sudi memperhatikanDuma dan Gabe juga sudi menjadi sahabatny,hati Pistar sudah menjadi sangat bahagia.
            Via pun selalu tersenyum mendengar perkataan Pistar ayahnya si Duma dan si Gabe, karna si Pistar sering berkata yang membuat hati Via geli di dalam pembicaraan mereka.Via sering tersenyum-senyum dan menahan tawa dengan candaan pistar. Pernah suatu hari mereka bercerita”Bang,kalau di rumah jangan panggil saya Buk Dokter,panggil saya Alvia.Via, atau Ve. Itu lebih enak kedengarannya”ucap Via perlahan.”Bah,kau suruh aku memanggil nama kau Buk Dokter, sempat nanti dengar mamakku aku memanggil nama kau saja.matilah aku!sedang aku bercanda saja kemaren  dengar mamak ku habis aku di repetinya!”jawab Pistar tertahan.Ve mengulum senyum nya mendengar perkataan Pistar “Mengapa begitu,”sela Ve kembali sambil tersenyum “taukah Bu Dokter kerasnya repet mamakku itu?”,Ve menggelang kecil.”kalau kau mau tau Bu Dokter bagaimana kerasnya repet mamakku itu besok ku bawa ke stasiun kereta api, macemana keras bunyi kereta itu mau berangkat, macam itu juga keras repet  mamakku  itu .” Ve yang mendengar coba menata tawa  kembali Pistar menambahkan perkataan nya “kau juga mau tau Buk Dokter, panjangnya repet mamakku itu”Pistar sengaja menggantung kan ucapanya, Ve mengangguk pelan sambil mengatup mulutnya dengan kedua tangannya “sepanjang kereta api itulah, kalau kereta api berhenti sebentar di stasiun, begitu juga mamakku paling berhenti sebentar membetulkan letak tembakau sirih di mulutnya itu. Habis itu mulai merepet lagi. Kalau dia merasa belum puas merepet aku pun mau dikejarnya pakai sapu lidi,kalau macam begitu lari lah aku pakai jurus langkah seribu. Satu kompi mengejar aku, aku tak akan lari, ku tantang mereka satu-satu tapi kalau mamakku yang mengejar aku pakai sapu, larilah aku!”
Tawa Via pun meledak ,ia merasa sangat geli mendengar perkataan Pistar, sementara Pistar masih dalam keadaan serius.”Inilah lemahnya awak ini,awak lagi betul-betul serius Bu Dokter malah ketawa-ketawa,hai naseb awak inilah SiSuarsaiar, hidup untuk diketawakan orang-orang”canda Pistar.
“Ah abang Pistar, begitu saja marah”goda Via masih menyisakan tawanya. ”Bukan,bukan begitu Bu Dokter waktu itu kemaren mamakku dengar kau panggil aku Bang Pistar saja,aku sudah kena sembur,di bilang mamakku aku yang menggatal untuk di panggil abang, biasanya Buk Dokter orang  yang sudah berkeluarga di panggil dengan anak pertamanya seperti aku inilah anak pertama ku si Duma dipanggilah aku Pak Duma atau Bapak siduma dari Boru Panggoroan itu”tukas Pistar menerangkan.
“Siap pak Duma”ucap Via mantap sambil menyunggingkan senyum termanisnya. “Bah,sudah macam Komandan Bataliyon pulak Buk Dokter buat aku ini,jadi malu aku ini,tapi Buk Dokter nama Buk Dokter kan Alvia kalau di panggil Via masih maklum tapi mengapa di panggil Ve pulak!”.
            “O.Ve itu nama kecil ku bang,disekolah dulu teman-teman ku biasa memanggilku Via sedang dirumah aku dipanggil Ve”terang Via pada Pistar. “apalah arti sebuah nama bang,”canda Via kembali. “eiiiiiiiiit jangan salah kau Buk Dokter kata mamakku nama itu dibuat punya makna yang besar,nama itu seperti doa dan harapan yang baik itu kata mamakku.Seperti nama ku Pistar Harahap. Pistar itu artinya Pintar kalau Harahap itu Marga ku Buk Dokter dari Bapak,Ve pun mengangguk pelan coba mengerti penjelasan Pistar. Kembali menerangkan “juga si Duma itu nama panjang nya Dumaris Marsaulita Harahap,mamakku juga yang kasi nama itu.  Maksud aku dulu pingin anak pertama ku kuberi nama Madona Harahap tapi habis kupingku dijewernya waktu aku kasi tau madona artis cantik orang barat bukan orang batak.Dumaris marsaulita itu kata mamakku  artinya Megah dan banyak kecantikannya baik luar maupun dalam,setelah ku pikir-pikir tak apalah bagus juga nama itu,si Madona harahap menjadi si Duma Harahap beda tipislah, “sebelas dua belas”. “lain lagi si Gabe Buk Dokter ,kalau si Gabe Bapak aku yang kasi nama,dulu karna aku hobi bermain catur ku buat anak kedua ku itu si Kastel itu Buk Dokter sebutan benteng di Permainan catur,Bapak ku marah katanya kalau buat nama jangan asal-asal,nama Gabe Patar Harahap itu menjadi terlihat terkenal bah!kalau ku Pikir-pikir mantap juga Bapak sama anak ku kasi nama!” . Via hanya termengun mendengar penjelasan Pistar ayah si Duma dan si Gabe.
            Via pun berkenalan dengan orang tua Pistar yang tak lain Opung siDuma, sewaktu mereka menjenguk anak dan cucu mereka. Dari cerita ibunya Pistar sedikit banyak Via tau tentang Pistar yang dulunya gemar berkelahi dan hobi bermain catur dan ibunya paling tidak suka melihat Pistar minum tuak,dan bernyanyi di kedai tuak. Tapi syukurlah saat ini pistar telah berubah,paling kalau Pistar bermain catur satu atau dua teman nya saja yang datang ke rumah. Kalau hatinya sepi Pistar hanya bernyayi di rumah berteman kan gitar memeng. Saat ini Pistar belum berpikiran untuk mencari pengganti pendamping hidupnya,bagi Pistar saat ini anak-anak lebih penting.
            Pistar juga pernah bercerita kepada Via sekalipun Ibunya suka mengomel,namun mengenai kebahagiaan anaknya ibunya tidak memaksakan kehendak nya.pernah juga si ibu berkeinginan menjodohkan Pistar dengan Paribannya tapi dengan halus Pistar menolak ibunya pun mengalah,bagi ibunya Pistar yang menjalani  hidupnya,Pistarlah yang tau dengan siapa kelak ia hanya merasa bahagia,yang terpenting Pistar tetap dalam norma-norma dan aturan-aturan yang tidak bertentangan dengan agama.
            Via pun sangat suka mendengar lagu yang di lantunkan Pistar,selain pintar bernyanyi Pistar juga bisa merubah lagu,Via sangat senang lagu-lagu ubahan Pistar,Pistar pernah mengatakan  “ memang sih tak semua orang Batak bernynyi tapi rata-rata kalau mendengarkan orang batak bernyanyi merdu lewat pun tak sadar ,…. “canda Pistar saat itu. Diantara lagu- lagu ubahan Pistar,Via sangat suka lagu yang tersisa dan Akhir Kisah ciptaan Pistar,Via sering mendendangkan lagu tersebut seorang diri disaat waktu luang atau sedang santai.
Cipt. Iwan Sekopdarat
“Akhir Kisah”
Dari apa yang telah ku ucapkan
Soal hati tak harus di paksakan
Dengan kisah uang sangat merumitkan
Mungkinkah bertahan
Atau di hentikan
            Dari rasa yang teah kita bina
            Sudah cukup kita saling menjaga
            Dengan apa yang telah dilalui
            Haruskah begini,berakhir disini
Reff
Mengapa semua ini,ataukah harus begini
Kisah yang kita jalani
Berakhir sampai disini
Mengapa ini terjadi,ataukah memeng begini
Rasa yang didalam hati
Berakhir sampai disini
            Akhir kisah dari rasa ini
            Berakhir sampai disini
            Mata indah yang pernah kita lewati
            Berakhir sampai disini
Cipt. Iwan sekopdarat
Yang Tersisa
(Sengaja penulis tidak menuliskan lirik lagu yang tersisa,ini berharap para pembaca dapat mendengar kan langsung Lagu tersebut di Youtube diPencarian Iwan sekopdarat)
 Bulan ramadhan kali ini Ve menyambutnya dengan penuh kebahagiaan dan keikhlasan,disaat berbuka puasa biasanya Ve mengajak Duma dan Gabe untuk makan bersama-sama lalu mereka sholat bersama di Surau yang tak begitu jauh dari rumah Via,tak jarang Via membelikan makanan sekedarnya lalu di rumah Duma mereka berbuka puasa bersama.
            Sebenarnya berat rasa Ve meninggalkan mereka disaat menjelang lebaran karna kepada Orang tua nya pun Ve telah berjanji untuk berkumpul bersama di rumah orang tuanya di Jakarta,kepada Pistar Ve sempat mengutarakan ingin membawa Duma dan Gabe jalan-jalan namun halus Pistar menolaknya “ nantilah kalau ada libur kami maen-maen kesana”ujar Pistar datar.
            Hari kemenangan ayang penuh kedamaian dirasakan,Via  dengan kebahagiaan berkumpul bersama keluarga,di rumah orang tua nya di Jakarta ,Via juga sempat bertemu dengan Lukman disaat selesai Sholat Hari Raya Idul Fitri di halaman Musholla lukman masih tetap seperti dulu,masih sendiri Lugu dan bersahaja,mereka bercerita sekadarnya saling menanyakan kabar masing-masing.
            Sementara disaat orang –orang merayakan di hari kemenangan itu,Pistar ayah siDuma masuk Rumah Sakit.ternyata Pistar menderita Penyakit Lever yang sudah akut.mungkin ini disebabkan karna dulu Pistar sering minum tuak. Sejenis minuman keras, tanpa makan terlebih dahulu . keesokan harinya Pistar meminta Dokter  yang menanganinya untuk pulang,Pistar memaksakan dirinya agar terlihat sehat selikali pun Dokter masih melarangnya Pulang. Setiba nya di rumah Pistar  berusaha  untuk tetap tegar di hadapan anak-anaknya,Pistar tak  ingin keluarganya bersedih disaat menyambut Kemenangan.Pistar pun menyempatkan dirinya membawa Buah Hatinya jalan-jalan malamnya sepulang dari tempat rekreasi itulah Pistar kembali Pingsan dan pergi untuk selama-lamanya. Begitu terpukul hati Duma dan Gabe dulu ia ditinggal oleh ibunya dan kini ayahnya pun dipanggil menyusul yang Maha Kuasa  derita batin yang sangat berat dirasakan Duma dan Gabe kehilangan kedua orang tuanya disaat mereka masih sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang keduanya.
            Derai air mata opung Duma seakan tiada henti ,membayang kan nasib cucunya yang kini yatim piatu, ia terus memeluk cucunya tersebut seakan memberi kekuatan batin, peluk tangis pun pecah bagi yang melihatnya.
 Tidak terasa sudah seminggu sudah Via di Jakarta berkumpul bersama kedua orang tuanya,kini ia kembali ke tempat ia ditugaskan , rindunya telah membubung kepada Duma dan Gabe juga Pistar.
Malam nya  ketika Via menjejakkan kakinya kembali di Kisaran Via langsung  menuju rumah  Duma,membawakan oleh-oleh buat Duma Gabe dan  juga Pistar, Via juga sempat heran ketika di halaman rumah Duma ia berpapasan dengan banyak orang yang mengenakan kopiah dan satu persatu meninggalkan rumah Duma.
            Di dalam rumah Via disambut dengan derai air mata oleh pihak keluarga yang dilanda musibah,opung Duma pun menceritakan perihal kematian Pistar,bumi terasa gelap bagi Via,air matanya pun tak terbendung lagi Via menangis dan sangat pilu sambil memeluk Duma dan Gabe . Duma dan Gabe pun turut menangis Pilu kerabat keluarga yang melihat ini semua turut larut dalam derai air mata,Duma pun menyerahkan amplop putih bersih kepada Via dan tantenya.
            Setelah isak tangis Via sedikit mereda ia pun membuka amplop putih tersebut dan membaca isi surat  Duma juga mengatakan bahwa surat itu juga ditulis setelah ayah baru keluar dari rumah sakit. Yah mungkin saja Pistar tau, bahwa hidupnya tak akan lama karna itu karna itu ia menuliskan surat itu untuk Dokter Alavia.

Kisaran,Maret 2013
Buat
Dokter Alvia
Assalamualaikum.wr.wb

Sebelumnya aku minta maaf pada Buk dokter karna aku terlalu lancang menulis surat ini,aku pun selalu berdoa semoga  Buk dokter dan keluarga tetap dalam keadaan sehat walfiat tak kurang satu apapun,juga dalam limpahan  rahmat dan karunia Yang Maha Kuasa.
Aku tak tau harus mulai dari mana,karna memang aku tak pintar  menulis surat sekalipun aku diberi nama mamakku si Pistar,tapi kalau soal surat menyurat aku tak pintar . yang aku tau sebentar lagi Buk Dokter ulang tahun ,aku bingung mau kasi kado apa ?
Mau aku belikan baju atau celana aku tak paham ukurannya,mau beli pakaian dalam mati lah aku kalau tau mamakku nanti habislah di kejarnya pakai sapu ,tapi tak  apa-apa walau pun begitu aku tetap sayang  mamakku. dulu Buk Dokter pernah bertanya seberapa besar rasa sayangku sama mamakku kalau Buk Dokter mau tau berapa besarnya maka sebesar rasa sayang Buk Dokter pada Tuhan ,segitu juga rasa sayang ku pada mamakku .
Asal tau Buk Dokter didunia ini yang  ku takutkan Cuma dua,pertama kalau Tuhan marah. Kedua kalau mamakku yang marah . “Bah mau cerita ulang tahun malah merempet kemana-mana lama-lama aku ketularan mamakku tukang merepet (mengomel).
Kalau nanti Buk Dokter ku beri kado berupa uang,apalagi itu, Buk Dokter lebih banyak dari uang ku,ketika ku Tanya Duma kado apa yang  pantas, sebab ku pikir siDuma pun perempuan walaupun masih kecil tak salah aku bertanya ,asal jangan sama mamakku saja bisa mati aku.
Duma bilang,buat kan saja tante Via lagu,lirik nya ditulis dikertas sebagai kado buat tante. Bah  ternyata yang mantaplah ide siDuma itu paten kali kurasa. Karna itu lagu ini ku buat khusus untuk Buk Dokter dan lirik dari lagu tersebut kutulis di kertas ini ,semoga Buk Dokter sudi menerima ksdo ku yang tak seberapa ini .
Ach   terkadang aku berkhayal kalau suatu saat Duma dan Gabe memanggil dengan sebutan mamak,tentu Duma dan Gabe merasa bahagia,tapi Buk Dokter jangan marah  dulu aku hanya berandai-andai s\hanya bercanda jangan terlalu dimasukan ke hati,ke kantong saja. ha…ha….ha…
Dan ini Buk Dokter  lirik lagu dari lagu Ciptaan ku khusus berat Buk Dokter sebagai kado dihari jadi mu.

“Dengan Lagu”
Hanya kata yang ku rangkai
Untuk diri mu yang terindah
Hanya lagu dari nada
Untuk dirimu yan terindah
            Dan bila dengan lagu ini
            Membuatmu tak suka
            Maafkan lah aku
            Dan bila dengan nada ini
            Membuat tersiksa
            Maafkan lah aku
Reef
Jika nanti diriku telah pergi
Lagu ini tak akan pernah mati
Jika nanti detak waktu berhenti
Nada ini akan abadi,hooo…oo…
Untukmu selamanya
Yang terindah bagiku

Wassalam
            Dari ku.
            Pistar Harahap

Berlinang air mata Ve,membaca surat yang ditulis Pistar ayah si Duma.
Keesokan harinya setelah mereka berziarah ke makam Pistar dengan  tanah merah yang lagi basah dokter Via memeluk hangat  Duam adan Gabe dengan bibir bergetar setengah berbisik Dokter Via Berujar
“Duma,Gabe Panggil aku Mamak!”

Sekian













BIODATA PENULIS
Lahir di Dabo Singkep, kepulauan Riau pada tanggal 26 Januari 1976, terlahir dengan nama kecil yang akrab disapa Iwan, tumbuh dan basar dikampung Sekopdarat ( Dabo Singkep ) beragama islam berjenis kelamin laki – laki.
            Kini menetap di Kisaran, Asahan Sumatera Utara, berpropesi sebagai pedagang sayuran dipasar kartini Kisaran dan juga pedagang di pasar Kaget ( Pekan ) disekitar kota Kisaran.
            Adapun beberapa karya tulis Iwan  Sekop Darat :
1.      Tentang Rindu                                                    ( Novel )
2.      Tentang Rindu 2                                                 ( Novel )
3.      Layang – layang Zaman                                     ( Novel )
4.      Fatwa Cinta                                                        ( Kumpulan Puisi Sair & Sajak )
5.      Primadona Diujung Trotoar                               ( Novel )
6.      Madah Aksara                                                    (Novel dan Kumpulan Sajak )
7.      Tiang – tiang Aksara                                          (Novel dan Kumpulan Sajak)
8.      Do’a Simarjan                                                    ( Novel )
9.      Sulaman Aksara                                                 ( Kumpulan Puisi Sair & Sajak )
10.  Dilema Hati Menyinta                                         ( Novel )
11.  Pasukan Pramuka                                                 ( Novel )
12.  Bilur – bilur tinta                                                 ( Kumpulan Puisi Sair & Sajak )
13.  Buih Debur Riak Cinta                                        ( Kumpulan Puisi Sair & Sajak )
14.  Bingkisan Ramadhan                                           ( Cerpen dan kumpulan sajak )
15.  Helai Rindu                                                          ( Cerpen drama dan kumpulan sajak )
16.  Nektar Cinta                                                         ( Novel )