Selasa, 20 November 2012

Kumpulan Sajak cerpen dan drama : HELAI RINDU Bag. 1

Kumpulan Sajak cerpen dan drama : HELAI RINDU Bag. 1

oleh Gurindam Kelana pada 21 November 2012 pukul 10:13 ·
Sekapur Sirih
Assalamu’alaikum Wr.Wb
            Alhamdulillah puji dan syukur kehadhirat Allah S.W.T saya ucapkan atas selesainya buku ini. Tanpa ridho dan petunjuk dari-Nya mustahil buku ini dapat dirampungkan. Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada teman – teman yang membantu dalam menyelesaikan buku ini.
            Buku yang berisi beberapa buah puisi, sajak, cerpen, dan drama, goresan tinta yang tertuang berpeluk bayang helai – helai rindu bak selayang pandang untaian kalbu.


Kisaran,           Desember 2012
Penulis


Iwan Sekop Darat




“HELAI RINDU”

Helai rindu berguguran
Berganti kuncup baru mekar
Putik rasa yang bergelayut di tangkai angan
Di mayang cinta yang tiada pudar
Ku jemur helai demi helai
Berharap mentari mengusap basah
Hati bercengkrama di ujung lerai
Mengharap sinar malah gerimis yang mendesah
Tak kering helai rindu semu
Panas setahun tiada berarti
Dihela setetes embun diawan kelabu
Sukma helai kebasahan sehari-hari
Siang pergi malam datang
Riang temaram hilang
Malam hengkang pagi mejelang
Terjengkang hati mengenang
Satu-satu helai rindu berguguran
Mendekap angan diasa pandang
Bulir embun berterbangan
Mencurah helai yang kini diatas ilalang


“AKANKAH”
Kuanggap cinta ketika pandang menyeruak mata
Kusangka rindu saat meniti berlalu syahdu
Kukira sayang waktu rupa mengikut bayang
Adakah asmara sebagaimana engkau rasa
Kuanggap kasih ketika rasa tlah memilih
Kusangka hati saat berniat kan mengerti
Kukira ragu waktu berpacu mengejar semu
Akankah cemburu semestinya engkau tahu ?
Laksana layang terputus benang
Seumpama suara tak berkumandang
Ibarat punai yang terlepas tapak tangan
Selaksa buih mengejar gelombang dilautan
Bak kayuh tiada tentu kemudi dan buritan
Asmara kenang mengenang
Cemburu yang terpanggang
Asmara angan berangan
Cemburu berhampiran

“ISBAT RINDU”

Dicawan candu isbat rindu
Suguh menyila hidang
Sila hati bertamu
Rengek ejek berkumandang
Tepi jurang nafsu
Kisi riang gejolak
Ringkih mengelegak
Akhir merayap cemburu

Sepeminum tiada waktu
Memacu saling kejar
Seumpama penentu
Cawan tlah tertukar
Terlena candu isbat rindu
Lalai menggenap hari
Lupa separuh diri
Termakan bujuk rayu semu
Tertumpah ditepak cawan
Menggenang bergelimpangan
Meruah seka sudut tangan
Dibuang sayang di makan jangan

“ Satu Dari Sekian “

Satu dari sekian banyak tanya
Aku berharap ya
Satu dari sekian banyak jawab
Aku berharap tidak
Satu dari sekian banyak akibat
Aku berharap t’lah
Hanya desah ucap ya atau tidak
Dari sekian banyak Tanya
Dan beribu jawab
Hanya lirih hela t’lah atau nah
Dari sekian banyak sebab
Dan berjuta akibat
Adakah lupa akan Tanya
Hingga jawab pun sempat
Akankah lalai akan sebabnya
Hingga akibatnya lewat.

“ Racun Madu “

Terkenang racun terlalu indah untuk dinikmati
Sehingga lupa kemana penawar hendak dicari
Bisanya hingga sampai ke ulu hati
Melumpuhkan syaraf dan sel ataupun urat nadi

Adakalanya madu susah untuk dimiliki
Karna lebah mulai enggan berbagi
Membiarkan sari di telan sendiri
Meninggalkan sarang dengan air liur yang tak berarti

Mengapa saat ini racun mudah dicari
Sementara madu sulit untuk didapati
            Mungkin saja racun banyak peminat
            Sekalipun tinggal bangkai hidup sekarat
Mungkin saja racun t’lah menang dari pemungutan suara
Hingga dengan temberang ia tampil sebagai jawara
Ataukah sama sekali tiada tau
Yang mana dikatakan racun
Dan sulit menentukan
Yang mana seharusnya racun
“Tak Lagi”
Rimbun semak tak lagi bergoyang
Ragu kaku pandang jalang
Hitam aspal jalan tak lagi bertapak
Lenguh desah hela muak
Kuncup mekar layu tak lagi mendapat sinar
Jemu erang tampak nanar
Kemana berlabuh kemana bersandar
Yang digenggam luruh yang dikepal pudar
Hanya tinggal serpih
Tinggal serpih
Hanya tinggal bias
Helai rindu yang kian berdebu
Kini helaipun berabu
“Angan Bisu”
Berbisik angin beradu
Semilir enggan bercumbu
Aku rindu
Di alam cinta
Di buai rasa
Aku lena
Gemeretak denting beretalu
Gelegak genderang tabuh
Aku ragu
Desir ombak badai tenggara
Hembus bayu barat daya
Aku lupa
Rapuh tongkat angan bisu
Mengantang asap kelabu
Aku cemburu
Tiap inci
Seiring waktu
Pacu berburu
Aku benci
Aku rindu
Aku cemburu

“Aku Telah”
Jika kretek tak lagi singgah
Di ujung bibir keluh basah
Asap tak lagi membuat celah
Dengan lingkaran penuh atau setengah
Berarti aku telah . . . .
Andai cawan tetap penuh tak berseruput
Dengan tinta warna mantap sedikit pekat
Tepakpun tampak diam tak tersenggol sikut
Berarti aku tamat . . . .
Dan kuas tak sempat tercelup noda
Noda tinta hilang aksara
Berserakan di keeping kata
Berarti aku tiada .  . . . .
Tetap hening diperaduan tiada lerai
Tinggal perca dari sutra sang berzurai
Hanya sisa helai-helai
Berarti aku usai
“Sisa Aksara Rayu”
Bak roman picisan
Yang dianggap sebelah mata oleh banyak pujangga
Dengan babak tiada akhir
Mungkin itu yang banyak disimpulkan penyair
Atau hanya satu igauan
Yang dirangkumkan banyak sastrawan
Bertumpuk-tumpuk naskah usang
Semua bertema usang
Cinta dan cinta
Ah…! Terlalu  banyak !
Banyak sudah aksara ditulis tentangnya
Bagai tiada lagi celah yang tak tertembus
Seumpama pintu telah terbuka olehnya
Bertelanjang dan tak  berbungkus
Hingga sulit sulit bagiku untuk merangkai
Merangkai kata tersisa
Sisa dari aksara rayu yang dipakai
Yang tak sempat dikutip pemiliknya

“Akhir Satu Babak”

lamat-lamat masih terdengar lantunan merdu yang didendangkan wanita paru baya dari kamar depan “ai mak tak de lagu lain ke, itu-itu teros asek lancang kuneng belayar malam, sakejap lagi tetido la linaktu, sesekali lagi laen la, kan sekarang la betabo lagu, baek lagu-lagu boyband atu lagu anak band”.
Batin Amir sambil tersenyum geli membayangkan seandainya ibunya hamdik menyanyikan salah satu lagu barat favoritnya, “ih, kelak kualat bekhayal yang bukan-bukan, puah siseh!”. Batin hamdik lagi coba menepis khayalannya, Hamdik masih berdiri didepan cermin lemari merapikan rambut dengan menggunakan sisir, sekali lagi membetulkan lipatan kera bajunya, sejenak Hamdik terpaku tertunduk dengan tatapan kosong diujung ubin pada pecahan keramik kusam yang tak sempat tertambal disudut ruangan tengah kamarnya.
Berbagai pernyataan masih berkecamuk dipikiran Hamdik “haruskan kukatakan pada Tania bahwa aku cemburu?”. Atau aku harus menunggu, menunggu sampai aku tahu benar atau juga aku tak perlu bertanya tentang itu, hingga api cemburu itu terus membakar hatiku, sungguh tersiksa.
“ah wanita, terlalu sulit aku untuk menebaknya”.
Hamdik pun melemparkan pandangan keatas menatap langit-langit rumah yang berplapon putih kusam, terdapat jua sedikit rona noda disudut plapon ruangan kamarnya, mungkin saja rembesan air pada atap seng yang sedikit bocor hingga membentuk noda pada plapon kamarnya.
Sekali lagi Hamdik mendengar dengan suara pelan, sang ibu kembali mendendangkan lagu yang sama, Hamdik dapat menebak bahwa adiknya Limah yang masih berusia lima tahun kini mulai terlelap, HAmdik tau benar karena lagu tersebut juga dinyanyikan untuk menidurkannya semasa kecil. Hamdik tak sempat bertanya kepada ibunya berapa kali ibunya mengulangi menyanyikan lagu tersebut. Yang Hamdik tahu jika ibunya mengulangi lagu itu kembali Hamdik telah terlelap dibuai alunan merdu tembang lancing kuning. Dalam hati Hamdik mengikuti setiap lirik yang dinyanyikan ibunya. Bagi Hamdik lirik lancing kuning seperti surat Al Fatiha yang sering dibaca saat dia shalat.
Berapa raka’at yang harus tegak, begitu juga surat Al Fatiha yang harus diucap. Semua terekam jelas dibenak dan bagai air yang mengalir disaat Hamdik menghapalnya. Pada perjalanan cintanya seakan Hamdik mengupas lirik lancang kuning, menyelaraskan dengan apa yang dialaminya saat ini.
“ Lancang Kuning….
Lancang kuning berlayar malam
Laksana perjalan cintaku yang mengarungi bahtera rasa & angan
Haluan menuju
Haluan menuju ke laut dalam
Sebagaimana berlayar hendaklah tau arah
Semua yang kelak dihadapi dengan tetap berpedoman pada haluan
“ Kalau nahkoda
Kalau nahkoda kuranglah paham
Hai kuranglah paham
Selaksa laksmana yang paham kemana kemudi diarahkan kemana haluan ditambatkan kemana buritan dilabuhkan dengan membaca arah mata angin taulah ia kapan layar di kembang karna sekali layar terlambang pantang surut ke tangkahan.
            “ Alamatlah kapal
            Alamatlah kapal akan tenggelam
Akibat dari kecerobahan rasapun menjadi karam, buah dari kelalaian, haluan pun tak bertujuan, yang berlayar malam dengan nahkoda yang hawas dan sigap, mengarungi lautan menuju laut dalam, hingga kapal selamat sampai tujuan, melewati berbagai rintangan, hambatan, dan cobaan, dari terpaan badai gelombang bahkan topan, ini semua tak lepas bagi nahkoda yang dapat menggunakan alam sebagai metodenya, dalam menentukan haluan, baik itu dengan ilmu perbintangan, cara melihat bulan, juga merasakan desir angin yang bertiup dari arah mana,pahamlah nakhoda kapan kapal bertolak,kapan jua ditambatkan selalu tawajhu dengan sifat tawadhu kepada sang penjaga malam penguasa alam memelihara siang dan malam,tahulah si nakhoda bahwa ia seorang hamba yang lemah dihadapannya yang tak berdaya bertadah do’a berharap hidayahnya. Dalam mengarungi lautan perjalanan hidup pada filosopi berlayar malam disini ditekankan agar lebih dapat mendekatkan diri kepada tuhan.
“Aih,lancang kuning,lirikmu menjadi inspirasi dari perjalanan cintaku”desah bathin hamdik yang kini tersenyum riang tau kemana akan dibawa biduk haluan cintanya. Ia bagai nakhoda seorang laksamana yang paham kemana haluan perahu rasa berlayar,berlabuh dan kapan bertambat di lautan dermaga cinta akan rasa yang dianugerahi zat yang maha tinggi hendaklah tidak menodai maknanya dengan perbuatan atau tindakan yang tidak terpuji sangatlah tipis perbedaan antara cinta dan nafsu jangan sampai nafsu
Menjadi alasan untuk meraih cinta. Namun hendaklah ikhlas dalam membentengi cinta kasih dan saying dalam mengurung rindu-rindu. Andai saja semua memahami maknanya dan menerapkan dikehidupannya baik itu pejabat pemerintah,pemuka agama,dan lain sebagainnya mengupas sisi baik dari lirik lancang kuning menurut versi mereka ,masing-masing tentu hidup semakin indah untuk dinikmati.”hamdik pun nyengir kuda geli rasanya berharap semua orang memahami makna lagu lancang kuning yang sering didendangkan ibunya. Satu kebulatan tekad yang ditanam hamdik pada benaknya”jika mala mini aku mengupas makna dari lirik lancang kuning pada perjalanan cintaku tidak mustahil bagiku atau menutup kemungkinan untuk mengupas makna dari surah al-fatiha pada perjalanan hidupku yang tak sempurna. Karena lirik lancang kuning dan surah al-fatiha sudah menjadi darah daging urat nadi dan detak jantung pada sel dan saraf yang mengantarkan ke pembuluh otak hingga ia terucap bagai air yang mengalir. Namun semua butuh proses,proses pembelajaran diri,dari apa yang nantinya di lalui dan di alami hingga dapat dimengerti.
Hamdik beranjak dari kamarnya berjalan perlahan menuju kamar depan,hati-hati sekali ia membuka pintu kamar depan. Belum sempat hamdik berujar,ibunya telah memberi isyarat tangan. Dengan telunjuk yang ditempelkan dibibir meminta hamdik untuk tidak tidak bersuara. Ibunya tak ingin Limah terganggu tidurnya yang kini terlelap dibuai sang malam.
Sebelum beranjak dari kamarnya ibunya masih menyempatkan mengusap lembut kening bidadari kecilnya dan berjalan mengikuti hamdik putranya ke teras depan
            “lawa betol hamdik,nak kemane ? mengkilat pula rambut tu “ ujar sang ibu sambil tersenyum.
            “nak pegi kejap mak,nak kerumah Tania,ade hal penting yang ndak hamdik cakap.”
            Jawab hamdik mantap dan membalas senyum ibunya.
“hamdik-hamdik….tak siang tak malam asek penteng teros macam pejabat je “sela si ibu geleng – geleng kepala. “ padahal semalam maseh cemberut ditanye diam je,laok kat hidang tak bergerak,alasan ndak selere. Eh mala mini lah tersengeh – sengeh pulak, tesampok kat  mana ? imbuh ibunya sambil bercanda.
            “ nyanyenah makni bilang anak bujangnye yang lawa ni tesampok, mak’e…..,kalau orang tesampok tak lah macam ni,mate tu tebuntang, puteh aje, ae lio pun becece, hamdik kan dak macam tu ?
            Tapi betol juge la katemak,hamdik ini tesampok-tesampok cinte” timpal hamdik menahan tawa kembali sang ibu mengeleng-mengeleng kepala melihat tingkah anaknya yang kocak dan periang susah hati sang ibu hilang sudah sirna setelah melihat kecerian di wajah putranya.
            “iyelah mak ye,hamdik pergi dulu”
            “hati-hati di jalan hamdik,kalau nak pergi berjalan same Tania tu permisi  same mak bapak die jangan anak orang dibawak jalan atau dudok kat tempat gelap,dak baek gelap-gelap bedue,kelak jadi betige!” nasehat si ibu
            “aih mak,mengapa jadi betige,kalau dulu mang waktu lom jadi same Tania,kami sereng mang jalan betige ,hamdik,Tania same asnah,asnah anak long wahab tu mak,mak kenalkan,tapi sekarang asnah tak mau lagi ikot,die orang bilang jadi umpan nyamok”dengan senyum geli hamdik memperlesetkan nasehat ibunya.
            “jangan tegingel ye hamdik,kalaulah ketempat gelap bedue-due,jadilah kelak betige,tau awak yang ketige tu siape ? antu”tegas sang ibu.
            “ih,,,mak ni nakot-nakot je,tak lah hamdik nak bekawan dengan hantu,iyelah hamdik ingat pesan mak,kalau pun kelak Tania mau diajak kedua hamdik bawak maen kerumah je mak,bia mak lebeh kenal dekat dengan Tania,yok,ye mak assalamu”alaikum”
            “ walaikumssalam wr.wb” jawab sang ibu.
            Tak lupa hamdik mencium tangan ibunya sebelum ia menghidupkan mesin motornya dan melaju menuju rumah kekasihnya,Tania.

“PESONA JIWA”                                                      Cipt: Iwan Sekop Darat    

Oh duhai pesona jiwa
Dambaan setiap insane
Lembut tutur kata
Halus berbudi bahasa
Oh duhai pesona jiwa
Pancaran cahaya nirwana
Teduh bola mata
Sungguh rupawan wajahnya
Reff**Oh duhai pesona jiwa
Pancaran cahya nirwana
Bertabur kata pujangga
Tak jemu merangkainya
Oh duhai pesona jiwa
Indah laksana bunga
Tak pudar fatwa pujangga
Syahdu melukiskannya
Sekelepnya mata tadah di dada
Tangan tepuk siku bersangga
Sekalipun lama telah tiada
Jangan lapuk fatwa pujangga

( lagu pesona jiwa dapat di lihat dan di dengar di you tube di pencarian iwan sekop darat )

“Disudut Kalbu”
Desah serunai batang bamboo
Semilir hela buluh perindu
Aku termangu
Di buai rindu
Usapan bayu menerpa
Desiran angin surga
Aku terlena
Kumandang gema bertalu
Beradu di ujung palung
Dan aku cemburu
Disaat rasa terlarung
Rindu mengembara
Cinta melanglang buara
Sementara cemburu
Masih bersikuku
Di sudut kalbu


“Setiap Hari”
Senin,semenjak mengenal rasa ini seakan terpantul bagai cermin
Selasa,sehingga lagu jiwa sangat sulit bagiku melukiskannya
Rabu,rasa dalam kalbu hendaknya di kau tahu
Kamis,kamu misteri bagiku semakin menyelami semakin rasa ini berlapis
Jum’at,jua mata seakan melihatmu setiap saat
Sabtu,sampai ujung waktu tiada lain bagiku hanya engkau Satu
Minggu,misalpun rindu ini bagai tugu,maka tugu itu akan ku mihrapkan di hatiku



“ Sulaman Rindu”
Ku sulam rindu padamu
Diperca sutra biru
Kurajut benang berangan ganda
Bermotif awan berarak di angkasa
Ku rangkai untaian syahdu
Dari tinta kuas beradu
Tiada bagiku perat
Sekalipun sisa ujung dawat
Ku lukis di kau bak bulan tersipu
Bertangkai bintang berdahan rindu
Memadu warna resah sirna
Di ujung cerita yang tak sempurna
Ku pahat cinta dihatiku
Mengukir aksara indahmu
Dipalung mata kuterjaga
Dari gegap rupa suara
“Lamaku”
Lamaku membisu
Membisu dari ucap kelu
Bibir kaku
Lamaku termangu
Termangu dari angan semu
Bintik ragu
Lamaku terdiam
Terdiam di celah temaram
Hati karam
Lama mematung
Mematung dari bias relung
Tiada untung
Lamaku termenung
Termenung dari dasar palung
Desah menggulung
Sedang aku menyapa cinta
Mengapa kecewa yang ku rasa
Sedang aku bertanya rindu
Hati bak tersayat oleh sembilu

Apalah Artinya
                        Cipt: Iwan Sekop Darat

Ku tau sudah jika kau tak cinta
Pergi pergilah saja
Lupakanlah semua kisah tentang kiata
Jangan kau ingat lagi
Ku tau sudah jika kau tak suka
Tinggal tinggalkan saja
Aku akan mencoba melangkah sendiri
Tanpa dirimu lagi
Reff maafkan ini semua
Berat sungguh rasa hati
Namun apakah artinya
Jika saling menyakiti
Tak mungkin cinta di bina
Sedangkan dusta bertahta
Apalah artinya semua
Jika nanti kan terluka
Berpisah bukan untuk saling membenci
Tetapi
Berhenti tuk saling menyakiti lagi
( Lagu apalah artinya dapat dilihat dan di dengar di you tube)
Di alammu
Di samudra hatimu
Aku bagai perahu kertas
Berlayar
Yang kelak karam kebasahan
Atau marak tersulut bara
Diangkasa cintamu
Aku laksana laying seutas
Berputar
Yang kelak putus di ujung benang
Dan berderak arku lara
Di hamparan padang rasamu
Aku bak kesakap pias
Nanar
Hidup segan nyawa merenggang
Jua semak berpulut mata
Di alammu
Aku tak ubah helai rindu
Yang layu

“Belati Cintamu”
Jantung asmaraku
Tertancap belati cintamu
Perih rindu kurasa
Luka kian menganga
Aku ngelangsa di ujung asa
Hati porak poranda
Melebihi sembilu
Ketika darah menganak sungai
Melebihi yang ku tahu
Ketika wajah menjadi bingkai
Aku mati di atas pusara hatimu
Saat sekelebat baying keluar dari sangkar raga
Menangis pilu baying haru
Haru yang di tukar sekeping harga
Aku….
Yang tertancap belati cintamu
Meregang nyawa
Dan mati merindu

“Sesuatu yang Indah”
Sesuatu yang indah dari hidup
Adalah mencintaimu
Hal yang terindah untuk ku hirup
Adalah merinduimu
Mungkin cinta ini tak seindah air terjun Niagara
Atau cinta ini tak semegah taj mahal di india
Namun……
Cinta dari rasa yang tak sempurna ini
Tak kan pernah mati
Sekalipun nyawa meninggalkan jasad nanti
Mungkin rindu ini tak seteduh lautan antartika
Atau seluas samudera hindia
Juga rindu ini mungkin tak segagah pedang saiyyna ali
Atau tombak raja sakti
Namun……
Rindu dari rasa yang tak genap ini
Tak kan pernah pergi
Kan selalu menjagamu
Walau waktu tlah berhenti


Bagiku
Banyak sudah keajaiban dunia
Namun bagiku
Merinduimu
Suatu keajaiban dalam cinta
Banyak sudah keindahan dunia
Namun bagiku
Merindukanmu
Suatu hal yang terindah dalam menyinta
Banyak sudah….
Banyak sudah,,,,,
Ku temukan semua
Keindahan dan kewajiban dunia
Saksi sejarah alam raya
Kemegahan dunia
Semegah aku merindu dan menyinta

Ibarat Kau
Cipt : Iwan Sekop Darat

Ibarat kau
Sekuntum mawar
Harum mewangi
Indah mekar berseri
Laksana seteduh samudera
Yang luas membentang
Sejauh mata memandang
Reff**dari indahnya sekuntum mawar
Ku tertusuk duri
Terluka di hati
Dari teduhnya luas samudera
Ku karam disana
Tenggelam di rasa
Yang seindah mawar
Ku tertusuk duri
Seteduh samudera
Kukaram disana

 ( Lagu apalah artinya dapat dilihat dan di dengar di you tube dengan pencarian iwan sekop darat )


Mantra Rindu
Rindu,rindu
Kusebut Satu
Satu bayang satu rupa
Rupa bersemayam dalam kalbu
Rindu,rindu
Kusebut rindu
Rindu angan hilang jangan
Rindu,rindu
Kusebut sebut
Rindu hendak aku jemput
Penguasa malam
Raja siang
Rindu ku sulam
Berayun benang
Rindu,rindu
Dalam rasa
Rindu wajah satu nama


Bidal Rindu

Lerai melerai perdu
Lerainya tak bertemu
Sedai menyedai rindu
Helainya jatuh satu
                        Paku tersangkut kayu ara
                        Berembun terdiam palu
                        Rindu hanyut kemuara
                        Rasapun karam di hulu
Jalan teluk kuantan
Luruslah ketenggara
Badannya diselatan
Rindu turut ke utara
                        Bersekat dengan siku
                        Melambai malu-malu
                        Ikut adat dalam rindu
                        Jangan sampai hati layu
Andai bertemu ujung muara
Kehulu jua memadahkannya
Andai rindu berujung lara
Tentu tak ada faedahnya
                        Maraklah kayu diatas batu
                        Bara ditungku tak berbau
                        Hendaklah merindu pada yang satu
                        Ialah Zat Yang Maha Tahu

Sajak Rindu
Kemana hendak kucari rupa
Angan melayang
Rindupun hilang
Ku berselimut dengan nestapa
                        Kemana hendak kusebut nama
                        Aksaranya lupa kiasan
Kata tak sempat beruntaian
Namun hati terlanjur lena
                        Kapan sempat bertentang mata
                        Karna sua baru sekali
                        Berharap dapat bertemu kembali
                        Mengungkap rindu dalam cinta
                                    Yang singgah tertinggal jua
                                    Bersemayam dalam kalbu
                                    Resah kian letih lesu
                                    Sekeping rindu seutas rasa

Kuplet Rindu
                        Sajakku berpeluk rindu
                        Puisiku mengenangmu
                                    Baitku sejuta puja
                                    Bak seroja putri raja
                        Selokaku bertabuh rasa
                        Rasa berlabuh dalam cinta
Pantunku kan memuja
Seharum bunga di taman surge
Gurindamku kan mengingat
Merindukanmu setiap saat
Susunan indah fatwa pujangga
Yang terselubung bak dalam warangka
Lirik indah tersusun rapi
Maknanya tersembunyi penuh misteri
Jika raja siang adalah mata
Maka raja malam adalah pujangga
Jika yang mengalir adalah air
Maka yang mahir tentulah penyair
Jika di hutan sekumpulan hewan
Maka di taman berkumpullah sastrawan





Sastrawan Nusantara
Di belahan kathulistiwa
Bumi aksara
Sastrawan nusantara
Laut padang dan belantara
Luas samudera membelahnya
Tinta sastrawan nusantara
Helai layu kuncup mekar
Silih berganti silih bertukar
Sastrawan nusantara tiada memudar
Menggores asa
Mengupas rasa
Menyemai rayu
Menuai rindu
Sebaris aksara menjadi fatwa
Fatwa cinta kalam pujangga
Melebihi tajam belati
Selagi kata yang meniti
Melebihi lembutnya sutra
Dengan madah bersahaja
Melebihi luas samudera
Ketika tinta berseloka
Melebihi dalamnya laut
Terusap sapa lembut
Sastrawan nusantara
Warisan budaya bumi aksara

Yang Meniggalkan Warisan
Hanya baris kata
Yang kau tulis sebelum tiada
Memilah saat dan masa
Sewaktu engkau bercerita
Banyak kisah tertera
Namun semua belum usai
Warisan kata
Yang sudah tentu dimulai
Tiada sempat menulis akhir
Ratap penyair
Rengek mencair
Sedu sedan
Lintang pukang
Syahdu goresan
Kadang meradang
Selang seling
Secupak sesukat
Dengan kerling
Tepak memikat
Warisan kata yang kau tinggalkan
Pusaka rasa ku melarungkan
Dari sisa tinta di ujung akhir aksara
Aksara penghabisan di tabir pusara

Pantun Rindu
Memilah pualam kata
Menyerut benang di tepak
Rasa pecah dalam dada
Yang di rindu memandang tidak
Jangan dirayu jika tak mau
Tentulah badan kelak kecewa
Angan merindu ingin bertemu
Bertemu dengan belahan jiwa
Gendang bertalu berentak tabuh
Tabuhnya tabuh pertanda
Kemana rindu bendak dilabuh
Tali tak punya pengayuh tak ada
Kilau seri benang sutra
Benang di sulam dayang dan putri
Walau sekali bertentang mata
Baying tak sirna sepanjang hari
Melebur gurindam syair
Madah merdu maknapun turut
Jika dicampur kedalam air
Maka rindu tiada larut
Petai sekarung uang seringgit
Bersabung diatas bara
Bagai menghitung bintang di langit
Rindu membumbung tiada terkira

Petuah Lame
Cipt; iwan sekop darat
Mari dengar semue,long ayopkan cerite
Leawat syair dan madah
Perhatikan seksame dari gaye bahase
Yang berisi petuah
Reff**bersandeng merak indah bentuknya
Di pandang hendak merebutkannye
Kambeng diparak panjang jangutnye
Orang yang hendak banyak sebutnya
Jangkar dilempar di buang jangan
Kadang tertambat ujung buritan
Karam Kampar oleh kuantan
Karam sambal oleh belacan
Madah dalam berpantun baiknye kite bernyanyi
Kelurah sama menurun ke bukit same mendaki
Bunga melati di wadah gayung
Diwadah gayung lengan menjepit
Niat hati menggetah tiung
Yang tergetah burung perincit
Gurindam bait anak melayu
Dilarung kata untaian syair
Sungguh pun berat sebatang kayu
Terapung jua di dalam air
( Lagu apalah artinya dapat dilihat dan di dengar di you tube dengan pencarian iwan sekop darat )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar