“ PELABUHAN DABO SINGKEP “
Ayah ..…
Selagi masih
bisa
Selagi masih ada
Ingin selalu
bersama
Peluk hangatmu diujung dermaga
Damai terasa
Ayah ..…
Aku diujung
dermaga
Sendiri
Tanpa kau lagi
Ayah…
Aku masih diujung dermaga
Setelah
kau tiada
Pergi
selamanya
Ayah
Masih dujung
dermaga
Aku menulis kata
Merangkai doa
Untuk ayah
tercinta
“ LAYANG – LAYANG “
Ditangan
gulungan benang
Layang – layang
membawa angin terbang
Panjang benang
sampai awan
Lengking juga
siulan
Ditangan gulungan benang
Setengah sampai awan
Layang tinggal titik dalam terang
Sesekali meliuk garang
Tak jarang menukik tajam
Ditangan
gulungan benang
Tinggal helai –
helai dalam genggam
Layang – layang
pun titik hitam
Sekejap
menghilang
Digulung awan
Telah berpindah dari tangan
Layang – layang dipandangan
Kelak kembali pulang
Jika tidak putus benang
“ HUTAN SAWAH LAUTAN “
Hutan sawah
lautan
Dalam wadah
ingatan
Banyak keindahan
Keteduhan
Kedamaian
Hutan sawah
lautan
Sudah hilang
Berganti sebutan
Hunian
metropolitan
Hutan sawah lautan
Dibuat
rata dengan jalan
Musnah
kepedulian
Perikebinatangan
Hutan sawah lautan
Semua ditelan
Deru teknologi
jaman
Sungguh saling
membisingkan
Hutan sawah lautan
Tinggal lobang sarat muatan
Sisah jenuh keramaian
Angkuhnya metropolitan
“ DISINI “
Disini, dihati
ini
Tak ada yang
lain
Hanya engkau
Disini, dihati ini
Tak kan berpaling
Hanya engkau
Disini, dihati
ini
Satu ingin
Hanya engkau
Disini, dihati ini
Dalam ingin
Hanya engkau
Disini, dihati
ini
Panas dingin
Hanya engkau
Hanya engkau …
hanya engka …
Disini …
Dihati ini
“CORETAN JARI MUNGIL “
Coretan jari
mungil tak beraturan
Ditanah berpasir
ia lukiskan
Kejujuran,
Kejujuran dari
garis yang tak teratur
Coretan jari mungil membuat
lingkaran
Lingkaran yang tidak beraturan
Satu dua saja yang pas dikatakan
Selainnya peang
Coretan jari
munggil belumuran
Desir pantai dan
ombak lautan
Saat pasang
Tulisan itu
hilang…
Coretan jari mungil yang tak
beraturan
Garis patah dua bagian
Bagian angan – angan
Ruang – ruang impian
Dari jari mungil menyoretkan
Coretan jari
mungil tak beraturan
Seumuran
Sebelas atau dua
belasan
Tiada pengaruh
tangan
Karna itu
coretan
Coretan jiwa
Dengan garis
atau lingkaran seadanya
Bersahaja
“ RINDU INI “
Bagai enau aku minum
rindu ini
Ku reguk tetes
demi tetes asmara
Membasuhnya
dipusara hati
Melepas rasa
jiwa
Bagai candu aku hisap serpih rindu
ini
Ku hirup asap demi asap kedalam
rongga dada
Menyalutnya di anjungan sanubari
Kepulan membuat bulatan –
bulatan gelora
Bagai cawan aku
tuang seluruh isi
Ku seruput
geladak hitam
Diakhir momen
penikmat kopi
Aku sudah paham
Bagai taman bunga aku temukan
keindahan
Harum
semerbak mengelilingi penciuman
Kuhela napas kedamaian
Dalam
ketenangan
Bagai enau
Candu dicawan
Taman bunga
“ SABDA JIWA “
Abadilah jiwa
dari bilur – bilur doa
Usap lekuk tubuh
sekarat
Sebelumnya pun
jiwa – jiwa pergi
Menjemput mimpi
dalam tidur sesaat
Hidup mati hidup kembali
Jiwa – jiwa abadi
Raga adalah rangka tak berarti
Ditimbun
dari yang digali
Hanya
sesekali di ziarahi
Kembali jiwa –
jiwa abadi
Raga sudah lama mati
Tulang belulang
tinggal kini
Tanda dulu jiwa
disini
Kemana jiwa – jiwa abadi ?
Setelah pergi dari raga
Setelah melewati masa
Raga tinggal
berulang
Jiwa kembali
pulang
“ PUJANGGA MELENIUM “
Dari serapan
mantra
Mengupas madah
petuah
Bertiang pantun
dan gurindam
Beralas soneta
dan seloka
Lahir pujangga
melenium
Tidak lagi mengangkat senjata
Dengan tinta berdawat darah
Peluh seluruh remuk rendam
Gelegak
merdeka
Lahir
pujangga melenium
Jangan ditanya
soal cinta
Atau rindu dalam
untaian desah
Menghitung
bintang dipenggalan malam
Melihat rembulan
menimbang rasa
Lahir pujangga
melenium
Yang telah lama ada
Jangan sirna
Aksara dalam kiasan madah
Jangan punah
Bait kata dalam petuah
Jangan musnah
Semangat demi tanah
Jangan patah
Cermati
titik darah
Jangan lengah
Pujangga yang
hidup didalamnya
Mati meninggal
nama
Penyair yang
menyingkap tabir
Mati
terpenggal sair
Dari semua yang telah hadir
Ia menggenap sair
Pujangga
melenium
Hidup di zaman
medium
Dalam aliran embun
Pujangga melenium
Setiap angkatan
punya tingkatan
Yang hidup dalam
rumpun
Lahir pujangga
melenium
“ SUDUT PANDANGMU “
Adakah yang baik
engkau kenang
Selain menggali
kejelekan
Mengatur jarak
Dengan jurus
cemo’ohan
Selalu
menegaskan kehendak
Yang baik
dipudar
Yang buruk
diperdengar
Langkah selalu
salah
Tindak selalu
tidak
Tak ubah hidup
benalu
Lihat sedikit
aku
Memang tak
sesempurna kehendakmu
Keinginanmu
dalam pemikiranmu
Pada kesalahan
kau buat acuan
Cambukan menyudutkan
ku
Mencecar celah –
celah lahkah
Untuk dipersalah
Aku pernah
lengah
Namun ………..
Jangan terus
dipersalah
Dengan beribu
masalah
Untuk semua ……..
Aku pasrah ……….
“ ANGIN INDAH “
Angin membawa suara
Suara membawa angin
Udara
menghantar gema
Gema
menghantar udara
Desiran membawa suara
Suara membawa desiran
Rambatan
menghantar gema
Gema
menghantar rambatan
Angin suara gema udara
Semua indah
Desiran angin rambatan suara
Semua indah
Dalam
kisah …..
Malah aku …..
Malah aku dipucuk biru tiang suar
Sedang ku perahu kertas
Basah berlayar tenggelam
Hangus terbakar karam
Malah
aku …..
Malah
aku diujung duri mawar merah
Sedangku
jari pucat pias
Berdarah
memetik mawar
Terjerumus
semak belukar
Malah aku …..
Malah aku dicelah redup bias sinar
Sedang cahaya aku pupus
Kelam
dimalam buta
Gelap
saat pagi menjelma
Malah aku …..
Malah aku …..
Yang
ditunjuk untuk matiku
Menjerumuskanku
“ BELATI ASMARA “
Hujaman aksara menoreh luka
Membekas dalam dada
Tikaman kata membunuh rasa
Sembilu berbisa
Kemana mencari penawar
Sedang obat sudah tawar
Kemana
tujuan penghapus lara
Sedang
pelipur lagi merana
Hujaman dan tikaman
Dari aksara tersusun kata
Itu luka
Itu
merana
Luka karena belati asmara
Merana karena sembilu cinta
“ PERTANDA “
Dari gerak itu tanda
Dari mata itu pertanda
Dari kata itu tanda
Dari aura itu pertanda
Bahwa kau cinta
Gerak
dari cinta
Mata
dalam rasa
Kata
dari cinta
Aura
dalam rasa
Bahwa
kau suka
Bahwa kau cinta
Bahwa kau suka
Itu terlihat
Dan
gerak raga
Ekor
mata
Ucap
kata
Aura
rupa
Yang lain bisa kau tutupi
Namun yang itu tidak
Tidak …..
Tanpa kau sadari
Bahwa
kau suka
Dan
telah
Jatuh
cinta
“ DOA PENGEMIS TUA “
Pengemis tua mengiba – iba
Tangan bertengadah
Digumpalan asap desah
“ tuan …tuan … berikan kami sedekah
Semoga tuan kelak mendapat hidayah “
Pengemis
tua meminta – minta
Diatas
piring yang tinggal sebelah
“
Tolong tuan, tolong kami payah
Mudahan
kelak tuan mendapat karomah “
Pengemis tua mengiba
Meminta – minta
Disudut siku yang bersanggah
“ tuan – tuan …
Tolong tuan …. Tolong
Kami
yang payah berikan sedikit sedekah
Semoga
dan
Mudahan
kelak tuan mendapat hidayah dan karomah “
Sekeping
uang logam
Di
wadah piring yang tinggal sebelah
Ini
berkah ………
“ CEMBURU BUTA “
Yang terang
disiang hari
Bukan matahari
Namun hati
Yang jernih
dipusaran yang mengalir
Bukan air
Tapi pikir
Yang luas dalam
bahtera
Bukan nuansa
Namun rasa
Yang indah dalam
aksara
Bukan kata
Tapi cinta
Yang gelora
dalam riaknya
Bukan samudra
Namun asmara
Yang buta disisa
waktu
Bukan mata
Tapi cemburu
Terang hati
Jernih berpikir
Nuasa rasa
Indahnya cinta
Gelora asmara
Dibutakan
cemburu
“ DISAAT KATAK BERDANSA “
Katak berdansa
Bersorak seketika
Hujan tiba
Ku tak disana
Bergolak ria
Hujan belum reda
Basah bumi
Basah hati
Basah tanah ini
Kuyup bumi
Kuyup hati
Kuyup jiwa ini
Dari mendung
awan
Dari tuduh angan
Aku kebasahan
Katak bersuara
Gegap gempita
Hujan tiba
Aku basah
Aku kuyup
Kebasahan
“ TUBUH INI SENJATA “
Tubuh ini senjata
Bisa meledak seketika
Menyalak garang
Membidik sasaran
Tubuh
ini senjata
Memborbardir
beruntun
Tiada
ampun
Hancur
sekalipun
Tubuh ini senjata
Bara menyala
Bakarkan rasa
Hanguskan gelora
Tubuh
ini senjata
Sisa
dentuman
Tinggal
rongsokkan
Longsongan
badan
Tubuh ini senjata
Yang kelak rebah
Yang kelak telah
Tertimbun tanah
“ LANGKAH MIMPI “
Engkau hujah angka dimalam buta
Sementara aksara belum pun lena
Hanya sedikit terpercik dari pijar mata
Diantara kelopak dan harum bunga
Engkau
rajah kata digelap makna
Sementara
pagi belum pun tiba
Lumurkan
tubuh sekujur noda
Entah
tinta entah pun nista
Engkau cecar riak di pecahan buih
Sedang gelombang pasang sungguh
Debur meniti lalu rubuh
Terpeleset diambang rutuh
Engkau
kejar gunung berlari
Sedang
langit tiada berkaki
Lutut
gemetar jadi berdiri
Ruas terseok langkah mimpi
“ SELAGI JARI – JARI “
Hitam, ini malam
kita
Dekaplah bintang
selagi ada
Peluklah bulan
selagi bisa
Kiranya esok
pergi
Berselimut jari
– jari……
Hitam ini malam kita
Usah dibimbangkan
Usah
dirisaukan
Kiranya
esok kembali
Berselimut
jari – jari
Ini
malam kita, hitam
Tiada
mencabik mimpi
Tiada
mencacah hati
Kiranya
esok pergi
Berselimut
jari – jari
Ini malam kita
hitam
Jangan sesalkan
Jangan sedukan
Kiranya esok
kembali
Berselimut jari
– jari
Kita
hitam malam ini
Kiranya pergi atau kembali
Selagi jari – jari
Malam ini……
“ BINAL JALANG “
Aku binal
diterkam angan
Menggelepar tak
karuan
Di ujung pekik
auangan
Aku jalang disambar angan
Bertebaran berserakan
Dari jerit lolongan
Angan ini binal
Angan ini jalang
Ditapal batas
erang
Angan ini binal
Angan ini jalang
Selagi bual berkumandang
Binal angan
jalang
Jermal diatas
karang
Derah laut
membilang
Anganpun hilang
“ ARTI SEBUAH NAMA “
Kadang memang
Apalah arti
sebuah nama
Kalau memang
Sebut saja
Setan, jalang
atau binatang
Yang lain diam
Yang lain
bimbang
Tiada buatkan
Tiada inginkan
Karna nama
adalah do’a
Do’a seperti
yang diharapkan
Kalau memang
Apalah arti
sebuah nama
Tanya yang
membubuh kata
Kata makna dalam
nama
Makna nama dalam
kata……
“ LAKSANA CINTA “
Dari lembah
Juizhai lembahnya para dewa
Bagai dalam
dongeng nirwana abadi
Dari sungai Li
lihatlah bentangan batu
Hamparan kapur
bak kilauan permadani
Dari gunung
Yuntai mata air menyusuri tebing
Hutan kolam
lembah sungai meliuk tari
Sungguh indah
Cinta laksana
meifeng
Bertiup menuruni
ngarai lurah dah lembah
Menyisir bermil
– mil disepanjang sungai tiada lelah
Mendaki tegar
daratan bukit dan gunung dengan tabah
Iya……
Cinta bagai
meifeng
Angin indah
tiada kerangkeng
“ DIALOG CINTA “
Jangan lagi
berkata ..…
Ujarku
Dengan ujung
telunjuk jari kanan ku dibibirmu……
Aku tau ..…
Ucapku
Dengan kelopak
mataku menembus jantungmu
Biarlah itu ..…
Desahku
Dengan lembut ku
menggenggam tanganmu
Jika memang ..…
Rintihku
Dengan jiwa yang
memberi sandaran bahu untuk pundakmu
Aku terima ..…
Dengan rasa coba
mengiklaskanmu
Bisik batinku
“ MASIH TERASA “
Cipt : Iwan Sekopdarat
Masih terasa
sakit dihatiku ini
Setelah
perpisahan yang telah terjadi
Masih terasa
pedih dihatiku ini
Disaat cinta
yang tulus kau khianati
Ref
Baru sekejap hubungan ini
Engkau dustai membagi cinta
Sekelip mata engkau
berubah
Kau pilih dia duakan
rasa
Jika dari semula
Ini semu belaka
Tentu tak kan ku
lerai rasa
Yang berujung
kecewa…
“ SAMPAI WAKTUNYA BERLALU “
Cipt : Iwan Sekopdarat
Dirimu yang
selalu kurindukan
Dirimu selalu
dalam ingatan
Sungguh tak kuat
yang kurasakan
Beban rindu aku
menahan
Dirimu selalu
terbayang dilamunan
Wajahmu sulit ku
lupakan
Ref
Kini semua telah berlalu
Kau bukan milikku
Seperti dulu
Sungguh aku tak
kuasa
Menepis semua
Rasa didada
Biarlah sesaat ku mengenang
Sampai bayangnya menghilang
Biarlah sesaat
aku merindu
Sampai waktunya
berlalu
” TAKARAN CINTA “
Dengan harta
yang tak terhingga harganya
Tidak bisa
membeli cinta
Untuk mendapat
atau memperolehkannya
Karna cinta
terlalu mahal harganya
Sekalipun semua
harta dunia
Dan jika dengan
harta dapat memperoleh cinta
Maka itu bukan
cinta
Namun nafsu
belaka
Dengan intan berlian emas permata
Kilauan yang tak ternilai harganya
Tidak bisa ditukar dengan cinta
Untuk mendapat atau memperolehkannya
Karna cinta sangat tinggi nilainya
Melebihi batu mulia dan hamparan
mutiara
Dan jika dengan
emas permata dapat memperoleh cinta
Maka itu bukan cinta
Tapi kesenangan semata
Andai hendak
memperoleh cinta
Raihlah dengan
harta limpahan kasih sayang
Kesetiaan
pengertian dalam keyakinan
Andai hendak
mendapatkan cinta
Dekaplah dengan
kilauan keikhlasan
Hamparan rasa di
muara kesederhanaan
Karna dengan
kesetiaan pengertian kesederhanaan
Keyakinan dalam
keikhlasan
Pengorbanan
tidak begitu sulit
Untuk
diperbincangkan…
“ JADILAH KAU “
Kau jadi
bayangan diri
Tidak untuk
dibelakang atau didepan
Tapi disisi
disamping diri
Agar dapat
bergandengan
Sejajar dengan
langkah ini
Sela – sela jari
bersentuhan
Tangan
segenggaman
Kala kaki
diayunkan
Kau jadi hiasan mimpi
Tidak untuk dulu atau sekarang
Tapi masa depan masa yang akan
datang
Agar dapat ku lamunkan
Menggantungkan asa dan harapan
Celah – celah rindu bergelayutan
Angan berhimpitkan
Saat rasa dilarungkan
Jadilah kau
bayangan dari hiasan mimpi
Disisi
bergandengan sejajar kala kaki di ayunkan
Saling
menggenggam meraih masa depan
Masa yang akan
datang kala rasa dilarungkan
“ JAWABAN PUJANGGA “
Jika engkau
menghitung maju
Dari satu sampai
sepuluh
Sedang aku
menghitung mundur
Dari sepuluh
sampai satu
Maka dalam waktu
dan tempat yang sama
Kita bertemu
diantara angka lima dan enam
Itulah perbedaan
Untuk mencari
letak persamaan
Jika engkau mengeja aksara
Dari tabel A sampai Z
Sedang aku juga mengeja aksara
Dari tabel Z sampai A
Maka dalam waktu dan tempat yang
sama
Kita bertemu diantara aksara M dan N
Itulah perbedaan
Untuk mencari keselarasan
Jika engkau menyuarakan
nada
Dari Do rendah
ke Do tinggi
Sedang aku juga
menyuarakan nada
Dari Do tinggi
ke Do rendah
Maka dalam waktu
dan tempat yang sama
Kita bertemu
diantara nada Fa dan Si
Itulah perbedaan
Untuk mencari keseimbangan
Jika benar engkau
Ahli dalam menghitung
Maka ajari aku
Tolong sebutkan
Bilangan berapa diantara lima dan
enam ?
Jika benar engkau
Fasih dalam
aksara
Maka ajari aku
Tolong perdengarkan
Aksara apa
diantara M dan N ?
Jika benar engkau
Mahir dalam nada
Maka ajari aku
Tolong suarakan
Nada
apakah diantara Fa dan Si ?
Jika ahli hitung
Pakar bahasa
Dan guru seni tidak bisa
Maka tanyalah pada pujangga cinta
Yang diantara keduanya
Karna pujanggalah yang tau seluk
beluknya
Bahwa itu bilangan cinta
Bahwa
itu aksara cinta
Dan
itu nada cinta
“ UNGKAPAN CINTA “
Sepiring dalam meja
Jangan makan semua
Sering kali dalam berkata
Jaga jangan mencela
Berlari
kelelahan
Akibat
kaki kesemutan
Pelajari
kesalahan
Disaat
menuai kemenangan
Yang menebar puji
Selalu disoraki
Yang mengumbar janji
Selalu mengingkari
Jika
hendak melihat yang alami
Lihatlah
rupa kala bangun pagi
Jika ingin meraih kesuksesan
Berbuatlah sebelum disuruhkan
Kapan bawahan
merasa nyaman
Kalau tidak
menjadi atasan
Kala pengorbanan dibutuhkan
Disitu rasa dipertahankan
Jika bertemu teman
Dahulukan dengan salam
Dan berjabat tangan
Karna dengan salam
Semua termaafkan
Karna berjabat tangan
Mempererat tali pertemanan
Jangan
bersandar ditiang rapuh
Selain
akan rubuh dan rapuh
Ia
juga akan jatuh
“ KELUKAAN LELAKI “
Aku kunyah
ceritamu
Kusembur ditepak
sirih
Kapur masih
putih
Pinang belum
diramu
Peluh kelu
Yang berderak diantar awan
Bukan berserakan
Hanya satu – satu berjatuhan
Berguguran
Dengan air,
dengan batang lidi yang dilobangi
Janur tiada
condong lagi
Niur susah
dicari
Nyiur kaki…
nyiur jari
Entah jadi
Aku mamah kesahmu
Kuludah diwadah belanga
Minyak masih jernih
Api masih menyala
Perih rasa
Yang berdentum diatas alam
Bukan bersahutan
Hanya satu – satu menyambar
Hangus terbakar
Dengan selasih,
dengan tepung yang masih tawar janji
Aku masih,
terkurung perih dikamar jeruji
“ SUBUH LAGI “
Subuh lagi mata
ini terjaga
Merah jadi
menyala
Tidur belum
sempurna
Subuh lagi mata ini terjaga
Dari ribuan mata yang lagi lena
Sembari rangkul peluk dekap manja
Subuh lagi mata
ini terjaga
Iqauan masih ada
Khayalan masih
tersisa
Subuh lagi mata ini terjaga
Mimpi diseparuh cerita
Ingin disetengah rasa
Subuh lagi mata
ini terjaga
Masih melihat
bulan yang condong sinarnya
Hamparan bintang
yang kerlip bagai saga
Subuh lagi mata ini terjaga
Lelah daya
Segala upaya
Ditumpuk dunia
“ PERJALANAN JIWA”
Terpejam
seketika dan terjaga
Terlena seketika
lalu terjaga
Tertidur sejenak
dan terbangun
Tertidur nyenyak
lalu terbangun
Terlelap
lena untuk selamanya berembun
Sebenarnya itu sama
Perjalanan jiwa
Hanya sekat -
sekat jadi beda
Dari kepulangannya
Perjalanan jiwa
Tiada penentu ukurannya
Tiada pembilang kedalamannya
Hanya perjalanan
jiwa
Yang dapat membuat mesin waktu
Kembali kemasa lalu
Atau mengembara kemasa yang belum
kita tau
Perjalanan jiwa
Selalu ada
Dari kepunyaan-nya
“ PERANTAUAN “
Diutara
mengembara
Teluput mata air
muara
Lubuk lain ikan
pun lain
Tapi itu yakin
Diutara mengembara
Mengapit mata air muara
Alirkan belah – belah jiwa
Pelipur lara
Kala tangis reda
Diutara
mengembara
Tiada sanak
saudara
Sebatang kara
Sekayu yang ada
Tapi beda
Diutara mengembara
Melihat senja
Dicakrawala jingga
Lembayung merona
Hingga pudar warna
Diutara
mengembara
Tangan masih
tersisa tinta
Tinta dari
aksara
Aksara jiwa
Aksara cinta
“ KETIKA KAKI DAN TANGAN “
Kaki memijak
bara
Tangan
menggenggam kaca
Mata yang terasa
Panas dan barkaca
Hati yang merasa
Perih dan ngelangsa
Mimpi menanjak
naik
Angan menukik
tajam
Khayal
yang terjaga
Pekik dan penghujan
Jiwa yang tersisa
Letih dan terbungkam
Kasih memahat
kisah
Sayang merajut
cerita
Rasa yang tergugah
Perih dan merana
Kalbu yang terengah
Sedih dan kecewa
“
ENGKAU AKU DAN CERITA “
Engkau aku dan
cerita
Kisah tingkap
rasa
Malam menyunting
purnama
Sumbing kita
Ataupun cerita
Akh…
Aku lupa
Itu telah lama
Dulu lagi
Engkau aku dan cerita
Rindu tiba
Bayang terjaga
Engkau dimana ?
Dibalik tingkapkah ?
Atau dibalik pengap ?
Aku lupa
Kalau cahaya
menembus tingkap
Kalau sinar
disebaliknya
Engkau aku dan
cerita
Menyunting purnama
Dulu malam tak
beda
Rindu tetap ada
“ SAPU TANGAN HUJAU MUDA “
Saputangan
hijau muda
Berenda
bungan seroja
Dulu
kita menyulamnya
Merajut
benang asmara
Sapu tangan
hijau muda
Berenda bunga
seroja
Kita punya
Selagi bersama
Mengejar tawa
Sapu
tangan hijau muda
Berenda
bunga seroja
Kisah
kita
Diantara
benang – benangnya
Sapu tangan
hijau muda
Berenda bunga
seroja
Usap luka
Membungkus lara
Sapu
tangan hijau muda
Berenda
bunga seroja
Yang
kini hanya
Pandang
mata
“ YAH “
Yah, itu basah
Engkau
menangiskah ?
Adakah sisa
Yang lagi hampa
Yah,
sudahlah
Sangat
perlukah ?
Sehingga
segini rupa
Yah, dengarlah
Engkau ragukah ?
Benarkah ada
Secuil bara
Yah,
marilah ?
Engkau
yakinkah ?
Padahal
itu basah
Segini
rupa
Secuil
bara
Baraku
dada
“ AKU BALIK MUDA
“
Aku balik muda
Dada api menyala
Sulut gelora
Semangat jiwa
Masih jua
Aku balik muda
Aku balik muda
Cermin raut muka
Kerut mata
Seakan sirna
Masih sisa
Aku balik muda
Aku balik muda
Denting putaran
waktu
Garis dagu
Asap debu
Masih dulu
Aku balik muda
Mengingatmu
Diantara lembar usia
Aku balik muda
Bagai
dulu
“ ANGIN “
Angin membawa
rasa ini ingin
Menjadikanmu
tiada yang lain
Dipatahan hati
Endapan rasa
Menjadi cinta
Angin larutkan
rindu didada
Bahtera samudra jiwa
Dianjungan kata
Lilitan aksara
Dengungan asmara
Angin aku ingin
Dalam hembus
kemarin
Menerpa dingin
Angin aku yakin
Bahwa aku ingin
Engkau
tiada yang lain
“ PUISIKU UNTUKMU “
Puisiku untukmu
Untukmu puisiku
Kutulis sebaris saja
Berlapis kata
Menepis rasa
Gemuruh gelora
Puisiku untukmu
Untukmu puisiku
Gemertar jari
Berdebar hati
Ujar sanubari
Jauh dalam diri
Puisiku
untukmu
Untukmu
puisiku
Harap jadi
Yang berarti
Sampai mati
Kan abadi
Puisiku untukmu
Untukmu puisiku
Hingga nanti
Selalu terpatri
“ JADIKAN AKU “
Jadikan aku lembah rindumu
Ringkik manjamu merayu
Hingga candu terayun bayu
Jadikan
aku muara cintamu
Jerit
asmaramu mendayu
Dari
gelegak jiwa dikalbu
Jadikan aku malaikat hatimu
Desah rindumu selalu
Dalam gelora haru biru
Jadikan
aku suatu hal terindah
Untukmu….
“ SAMBAT URANG BAHARI “
Kering belulang
putih tulang
Putih jua mata….
Manukar tapih
hilang
Baanyam tapih
sumatra
Biar berputih tulang
Asal jangan berputih mata
“
SENDAL JEPIT LAIN WARNA “
Sendal jepit
lain warna
Pakai juga
Masih berguna
Untuk alas tapak
saja
Jangan terpijak
kaca
Sendal jepit lain warna
Begitu adanya
Selagi bisa
Ada faedahnya
Sekalipun langkah terasa
Sendal jepit
lain warna
Tak enak
dipandang mata
Kadang dibilang
lupa
Atau mungkin
sudah gila
Lain sebelah
warnanya
Sendal jepit lain warna
Ach tak mengapa
Biarkan saja
Omongan mereka
Yang penting kaki terjaga
Dari pecahan dunia
“
BATU AMPAR BATU BERDAUN “
Cipt : Iwan Sekopdarat
Batu ampar batu
berdaun
Sungguh indah
tempat tamasya
Mari dengar ayok
berpantun
Madah petuah
adat dijaga
Batu ampar batu berdaun
Bertemunya dari muara
Baru belajar mari dituntun
Kelak ilmu jadi berguna
Janganlah
termenung, tak baik merajok
Sereng bingong,
kelak tesampok
Tak usah
bersedih, kalau putus cinta
Hati pedih, jiwa
tersiksa
Ref
Batu ampar batu
berdaun
Memanjang
melebeh banyak
Rasa hampa rindu
terujung
Yang dipandang
menoleh tidak
Batu ampar batu berdaun
Lapal gurindam sajaknye die
Rindu tehampa rase setahun
Sedang semalam baru berjumpe
( Lagu batu
ampar batu berdaun dapat dilihat dan didengar di youtube dipencarian Iwan Sekep
Darat )
“
BETINA PESOLEK “
Rias solek
betina
Angkuhkan rasa
Menampar rupa
Tebal gurat pupur
pula
Lekuk patah garis senja
Menyiru
mata
Sedikit merona
Mencuri usia
Cermin retak
seribu
Berkaca dibayang
semu
Basahkan dari
kelu
Itu pun tampak
kaku
Langkah satu – Satu
Bersolek mengejar waktu
Tiada
ujung ketemu
Sedang
berjalan rasa jemu
Sumringah betina
pesolek
Tak ingat pakai
mukena
Pupur marata
tabel semua
Rebah renta
tergolek
“ BULAN UNGU “
Bulan ungu
diranting dahan
Bintang kelabu
merenung gagu
Malam hengkang
menderu – deru
Sayup senyap
mengunyah angan
Terkapar hilang bayang
Ratap pilu meniti
Retak
ditepi hati
Selang
berselang dahan tumbang
Pelung mata
bimbang
Angan merarak
bisu
Kerlip bintang
tinggal Satu
Purnama tak lagi
terang
Bulan
ungu kelabu merah biru
Diujung
gemeretak ranting dahan
Tinggal
tumbang sekejap tahan
Berserak
pecah jadi abu
Bulan ungu……
Meratap
pilu……
Meniti
hati……
Retak
ditepi
Merindu
jadi……
“ BUMI SEGANTANG LADA “
Pulau – pulau
bak intan kemilau
Bagai tumpukan
permata
Dikhatulistiwa
indah berkilau
Bumi segantang
lada
Belahan dunia
Diantara
laut dan samudra
Benua nusantara
Bumi segantang lada
Taburan sajak
pantun burindam
Puisi bertiang
doa
Bagaikan mutu
manikam
Bumi segantang
lada
Tutur kata ramah bahasa
Bumi segantang lada
Bergagang adat budaya
bangsa
Bumi segantang lada
Bumi segantang
lada
Tanah ku
tercinta …..
BIODATA PENULIS
Lahir
di Dabo Singkep, kepulauan Riau pada tanggal 26 Januari 1976, terlahir dengan
nama kecil yang akrab disapa Iwan, tumbuh dan basar dikampung Sekopdarat ( Dabo
Singkep ) beragama islam berjenis kelamin laki – laki.
Kini menetap di Kisaran, Asahan
Sumatera Utara, berpropesi sebagai pedagang sayuran dipasar kartini Kisaran dan
juga pedagang di pasar Kaget ( Pekan ) disekitar kota Kisaran.
Adapun beberapa karya tulis
Iwan Sekop Darat :
1.
Tentang
Rindu (
Novel )
2.
Tentang
Rindu 2 (
Novel )
3.
Layang
– layang Zaman (
Novel )
4.
Fatwa
Cinta (
Kumpulan Puisi Sair & Sajak )
5.
Primadona
Diujung Trotoar (
Novel )
6.
Madah
Aksara (Novel
dan Kumpulan Sajak )
7.
Tiang
– tiang Aksara (Novel
dan Kumpulan Sajak)
8.
Do’a
Simarjan (
Novel )
9.
Sulaman
Aksara (
Kumpulan Puisi Sair & Sajak )
10.
Dilema
Hati Menyinta (
Novel )
11.
Pasukan
Pramuka (
Novel )
12.
Bilur
– bilur tinta (
Kumpulan Puisi Sair & Sajak )
13.
Buih
Debur Riak Cinta (
Kumpulan Puisi Sair & Sajak )
14.
Bingkisan
Ramadhan (
Cerpen dan kumpulan sajak )
15.
Helai
Rindu (
Cerpen drama dan kumpulan sajak )
16.
Nektar
Cinta (
Novel )
17.
Bumi
Segantang Lada (
Drama dan Kumpulan Sajak )
( Lagu – lagu
yang terdapat dibuku Iwan Sekopdarat adalah ciptaan Iwan Sekopdarat dan dapat
dilihat atau didengar di youtube di pencarian Iwan Sekopdarat ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar