Kamis, 21 Maret 2013

BUMI SEGANTANG LADA Bag. 2



“ PELABUHAN DABO SINGKEP “

Ayah ..…
Selagi masih bisa
Selagi masih ada
Ingin selalu bersama
            Peluk hangatmu diujung dermaga
            Damai terasa
Ayah ..…
Aku diujung dermaga
Sendiri
Tanpa kau lagi
            Ayah…
            Aku masih diujung dermaga
Setelah kau tiada
Pergi selamanya
Ayah
Masih dujung dermaga
Aku menulis kata
Merangkai doa
Untuk ayah tercinta

 

“ LAYANG – LAYANG “

Ditangan gulungan benang
Layang – layang membawa angin terbang
Panjang benang sampai awan
Lengking juga siulan
            Ditangan gulungan benang
            Setengah sampai awan
            Layang tinggal titik dalam terang
            Sesekali meliuk garang
            Tak jarang menukik tajam
Ditangan gulungan benang
Tinggal helai – helai dalam genggam
Layang – layang pun titik hitam
Sekejap menghilang
            Digulung awan
            Telah berpindah dari tangan
            Layang – layang dipandangan
            Kelak kembali pulang
            Jika tidak putus benang
 


“ HUTAN SAWAH LAUTAN “

Hutan sawah lautan
Dalam wadah ingatan
Banyak keindahan
            Keteduhan
                        Kedamaian
Hutan sawah lautan
Sudah hilang
Berganti sebutan
Hunian metropolitan
            Hutan sawah lautan
Dibuat rata dengan jalan
Musnah kepedulian
Perikebinatangan
Hutan sawah lautan
Semua ditelan
Deru teknologi jaman
Sungguh saling membisingkan
            Hutan sawah lautan
            Tinggal lobang sarat muatan
            Sisah jenuh keramaian
            Angkuhnya metropolitan

 

“ DISINI “

Disini, dihati ini
Tak ada yang lain
Hanya engkau
            Disini, dihati ini
            Tak kan berpaling
            Hanya engkau
Disini, dihati ini
Satu ingin
Hanya engkau
            Disini, dihati ini
            Dalam ingin
            Hanya engkau
Disini, dihati ini
Panas dingin
Hanya engkau
Hanya engkau … hanya engka …
Disini …
Dihati ini



“CORETAN JARI MUNGIL “

Coretan jari mungil tak beraturan
Ditanah berpasir ia lukiskan
Kejujuran,
Kejujuran dari garis yang tak teratur
            Coretan jari mungil membuat lingkaran
            Lingkaran yang tidak beraturan
            Satu dua saja yang pas dikatakan
            Selainnya peang
Coretan jari munggil belumuran
Desir pantai dan ombak lautan
Saat pasang
Tulisan itu hilang…
            Coretan jari mungil yang tak beraturan
            Garis patah dua bagian
            Bagian angan – angan
            Ruang – ruang impian
            Dari jari mungil menyoretkan
Coretan jari mungil tak beraturan
Seumuran
Sebelas atau dua belasan
Tiada pengaruh tangan
Karna itu coretan
Coretan jiwa
Dengan garis atau lingkaran seadanya
Bersahaja




“ RINDU INI “

Bagai enau aku minum rindu ini
Ku reguk tetes demi tetes asmara
Membasuhnya dipusara hati
Melepas rasa jiwa
            Bagai candu aku hisap serpih rindu ini
            Ku hirup asap demi asap kedalam rongga dada
            Menyalutnya di anjungan sanubari
            Kepulan membuat bulatan – bulatan  gelora
Bagai cawan aku tuang seluruh isi
Ku seruput geladak hitam
Diakhir momen penikmat kopi
Aku sudah paham
            Bagai taman bunga aku temukan keindahan
Harum semerbak mengelilingi penciuman
            Kuhela napas kedamaian
Dalam ketenangan
            Bagai enau
                        Candu dicawan
                                    Taman bunga




“ SABDA JIWA “

Abadilah jiwa dari bilur – bilur doa
Usap lekuk tubuh sekarat
Sebelumnya pun jiwa – jiwa pergi
Menjemput mimpi dalam tidur sesaat
            Hidup mati hidup kembali
            Jiwa – jiwa abadi
            Raga adalah rangka tak berarti
Ditimbun dari yang digali
Hanya sesekali di ziarahi
Kembali jiwa – jiwa abadi
Raga sudah lama mati
Tulang belulang tinggal kini
Tanda dulu jiwa disini
            Kemana jiwa – jiwa abadi ?
            Setelah pergi dari raga
            Setelah melewati masa
Raga tinggal berulang
Jiwa kembali pulang



“ PUJANGGA MELENIUM “

Dari serapan mantra
Mengupas madah petuah
Bertiang pantun dan gurindam
Beralas soneta dan seloka
Lahir pujangga melenium
            Tidak lagi mengangkat senjata
            Dengan tinta berdawat darah
            Peluh seluruh remuk rendam
Gelegak merdeka
Lahir pujangga melenium
Jangan ditanya soal cinta
Atau rindu dalam untaian desah
Menghitung bintang dipenggalan malam
Melihat rembulan menimbang rasa
Lahir pujangga melenium
            Yang telah lama ada
                        Jangan sirna
            Aksara dalam kiasan madah
                        Jangan punah
            Bait kata dalam petuah
                        Jangan musnah
            Semangat demi tanah
                        Jangan patah
Cermati titik darah
Jangan lengah     
Pujangga yang hidup didalamnya
Mati meninggal nama
Penyair yang menyingkap tabir
Mati terpenggal  sair
            Dari semua yang telah hadir
            Ia menggenap sair
Pujangga melenium
Hidup di zaman medium
            Dalam aliran embun
            Pujangga melenium
Setiap angkatan punya tingkatan
Yang hidup dalam rumpun
Lahir pujangga melenium



 
“ SUDUT PANDANGMU “

Adakah yang baik engkau kenang
Selain menggali kejelekan
Mengatur jarak
Dengan jurus cemo’ohan
Selalu menegaskan kehendak
Yang baik dipudar
Yang buruk diperdengar
Langkah selalu salah
Tindak selalu tidak
Tak ubah hidup benalu
Lihat sedikit aku
Memang tak sesempurna kehendakmu
Keinginanmu dalam pemikiranmu
Pada kesalahan kau buat acuan
Cambukan menyudutkan ku
Mencecar celah – celah lahkah
Untuk dipersalah
Aku pernah lengah
Namun ………..
Jangan terus dipersalah
Dengan beribu masalah
            Untuk semua ……..
            Aku pasrah ……….

 


“ ANGIN INDAH “

Angin membawa suara
Suara membawa angin
            Udara menghantar gema
            Gema menghantar udara
Desiran membawa suara
Suara membawa desiran
            Rambatan menghantar gema
            Gema menghantar rambatan
Angin suara gema udara
Semua indah
Desiran angin rambatan suara
Semua indah
            Dalam kisah …..



 
Malah aku …..
Malah aku dipucuk biru tiang suar
Sedang ku perahu kertas
Basah berlayar tenggelam
Hangus terbakar karam
            Malah aku …..
            Malah aku diujung duri mawar merah
            Sedangku jari pucat pias
            Berdarah memetik mawar
            Terjerumus semak belukar
Malah aku …..
Malah aku dicelah redup bias sinar
Sedang cahaya aku pupus
            Kelam dimalam buta
            Gelap saat pagi menjelma
Malah aku …..
Malah aku …..
            Yang ditunjuk untuk matiku
            Menjerumuskanku



“ BELATI ASMARA “

Hujaman aksara menoreh luka
Membekas dalam dada
Tikaman kata membunuh rasa
Sembilu berbisa
Kemana mencari penawar
Sedang obat sudah tawar
            Kemana tujuan penghapus lara
            Sedang pelipur lagi merana
Hujaman dan tikaman
Dari aksara tersusun kata
Itu luka
            Itu merana
Luka karena belati asmara
Merana karena sembilu cinta




“ PERTANDA “
Dari gerak itu tanda
Dari mata itu pertanda
Dari kata itu tanda
Dari aura itu pertanda
Bahwa kau cinta
                        Gerak dari cinta
                        Mata dalam rasa
                        Kata dari cinta
                        Aura dalam rasa
                                    Bahwa kau suka
Bahwa kau cinta
Bahwa kau suka
Itu terlihat
            Dan gerak raga
            Ekor mata
            Ucap kata       
            Aura rupa
Yang lain bisa kau tutupi
Namun yang itu tidak
Tidak …..
Tanpa kau sadari
            Bahwa kau suka
            Dan telah
            Jatuh cinta

 


“ DOA PENGEMIS TUA “

Pengemis tua mengiba – iba
Tangan bertengadah
Digumpalan asap desah
“ tuan …tuan … berikan kami sedekah
Semoga tuan kelak mendapat hidayah “
            Pengemis tua meminta – minta
            Diatas piring yang tinggal sebelah
            “ Tolong tuan, tolong kami payah
            Mudahan kelak tuan mendapat karomah “
Pengemis tua mengiba
Meminta – minta
Disudut siku yang bersanggah
“ tuan – tuan …
Tolong tuan …. Tolong
            Kami yang payah berikan sedikit sedekah
            Semoga dan
            Mudahan kelak tuan mendapat hidayah dan karomah “
                        Sekeping uang logam
                        Di wadah piring yang tinggal sebelah
                        Ini berkah ………




“ CEMBURU BUTA “

Yang terang disiang hari
Bukan matahari
Namun hati
Yang jernih dipusaran yang mengalir
Bukan air
Tapi pikir
Yang luas dalam bahtera
Bukan nuansa
Namun rasa
Yang indah dalam aksara
Bukan kata
Tapi cinta
Yang gelora dalam riaknya
Bukan samudra
Namun asmara
Yang buta disisa waktu
Bukan mata
Tapi cemburu
Terang hati
       Jernih berpikir
          Nuasa rasa
            Indahnya cinta
                 Gelora asmara
Dibutakan cemburu



“ DISAAT KATAK BERDANSA “

Katak berdansa
Bersorak seketika
Hujan tiba
            Ku tak disana
            Bergolak ria
            Hujan belum reda
Basah bumi
Basah hati
Basah tanah ini
            Kuyup bumi
            Kuyup hati
            Kuyup jiwa ini
Dari mendung awan
Dari tuduh angan
Aku kebasahan
            Katak bersuara
            Gegap gempita
            Hujan tiba
Aku basah
Aku kuyup
Kebasahan



“ TUBUH INI SENJATA “

Tubuh ini senjata
Bisa meledak seketika
Menyalak garang
Membidik sasaran
            Tubuh ini senjata
            Memborbardir beruntun
            Tiada ampun
            Hancur sekalipun
Tubuh ini senjata
Bara menyala
Bakarkan rasa
Hanguskan gelora
            Tubuh ini senjata
            Sisa dentuman
            Tinggal rongsokkan
            Longsongan badan
Tubuh ini senjata
Yang kelak rebah
Yang kelak telah
Tertimbun tanah









“ LANGKAH MIMPI “

Engkau hujah angka dimalam buta
Sementara aksara belum pun lena
Hanya sedikit terpercik dari pijar mata
Diantara kelopak dan harum bunga
            Engkau rajah kata digelap makna
            Sementara pagi belum pun tiba
            Lumurkan tubuh sekujur noda
            Entah tinta entah pun nista
Engkau cecar riak di pecahan buih
Sedang gelombang pasang sungguh
Debur meniti lalu rubuh
Terpeleset diambang rutuh
            Engkau kejar gunung berlari
            Sedang langit tiada berkaki
            Lutut gemetar jadi berdiri
Ruas terseok langkah mimpi


 
“ SELAGI JARI – JARI “

Hitam, ini malam kita
Dekaplah bintang selagi ada
Peluklah bulan selagi bisa
Kiranya esok pergi
Berselimut jari – jari……
            Hitam ini malam kita
            Usah dibimbangkan
Usah dirisaukan
Kiranya esok kembali
Berselimut jari – jari
Ini malam kita, hitam
Tiada mencabik mimpi
Tiada mencacah hati
Kiranya esok pergi
Berselimut jari – jari
Ini malam kita hitam
Jangan sesalkan
Jangan sedukan
Kiranya esok kembali
Berselimut jari – jari
Kita hitam malam ini
            Kiranya pergi atau kembali
            Selagi jari – jari
            Malam ini……



“ BINAL JALANG “

Aku binal diterkam angan
Menggelepar tak karuan
Di ujung pekik auangan
            Aku jalang disambar angan
            Bertebaran berserakan
            Dari jerit lolongan
Angan ini binal
Angan ini jalang
Ditapal batas erang
            Angan ini binal
            Angan ini jalang
            Selagi bual berkumandang
Binal angan jalang
Jermal diatas karang
Derah laut membilang
Anganpun hilang




“ ARTI SEBUAH NAMA “

Kadang memang
Apalah arti sebuah nama
Kalau memang
Sebut saja
Setan, jalang atau binatang
Yang lain diam
Yang lain bimbang
Tiada buatkan
Tiada inginkan
Karna nama adalah do’a
Do’a seperti yang diharapkan
Kalau memang
Apalah arti sebuah nama
Tanya yang membubuh kata
Kata makna dalam nama
Makna nama dalam kata……



“ LAKSANA CINTA “

Dari lembah Juizhai lembahnya para dewa
Bagai dalam dongeng nirwana abadi
Dari sungai Li lihatlah bentangan batu
Hamparan kapur bak kilauan permadani
Dari gunung Yuntai mata air menyusuri tebing
Hutan kolam lembah sungai meliuk tari
Sungguh indah
Cinta laksana meifeng
Bertiup menuruni ngarai lurah dah lembah
Menyisir bermil – mil disepanjang sungai tiada lelah
Mendaki tegar daratan bukit dan gunung dengan tabah
Iya……
Cinta bagai meifeng
Angin indah tiada kerangkeng




“ DIALOG CINTA “

Jangan lagi berkata ..…
Ujarku
Dengan ujung telunjuk jari kanan ku dibibirmu……
Aku tau ..…
Ucapku
Dengan kelopak mataku menembus jantungmu
Biarlah itu ..…
Desahku
Dengan lembut ku menggenggam tanganmu
Jika memang ..…
Rintihku
Dengan jiwa yang memberi sandaran bahu untuk pundakmu
Aku terima ..…
Dengan rasa coba mengiklaskanmu
Bisik batinku



“ MASIH TERASA “
Cipt : Iwan Sekopdarat

Masih terasa sakit dihatiku ini
Setelah perpisahan yang telah terjadi
Masih terasa pedih dihatiku ini
Disaat cinta yang tulus kau khianati
Ref
            Baru sekejap hubungan ini
            Engkau dustai membagi cinta
                        Sekelip mata engkau berubah
                        Kau pilih dia duakan rasa
Jika dari semula
Ini semu belaka
Tentu tak kan ku lerai rasa
Yang berujung kecewa…




“ SAMPAI WAKTUNYA BERLALU “
Cipt : Iwan Sekopdarat

Dirimu yang selalu kurindukan
Dirimu selalu dalam ingatan
Sungguh tak kuat yang kurasakan
Beban rindu aku menahan
Dirimu selalu terbayang dilamunan
Wajahmu sulit ku lupakan
Ref
            Kini semua telah berlalu
            Kau bukan milikku
            Seperti dulu
Sungguh aku tak kuasa
Menepis semua
Rasa didada
            Biarlah sesaat ku mengenang
            Sampai bayangnya menghilang
Biarlah sesaat aku merindu
Sampai waktunya berlalu
 


” TAKARAN CINTA “

Dengan harta yang tak terhingga harganya
Tidak bisa membeli cinta
Untuk mendapat atau memperolehkannya
Karna cinta terlalu mahal harganya
Sekalipun semua harta dunia
Dan jika dengan harta dapat memperoleh cinta
Maka itu bukan cinta
Namun nafsu belaka
            Dengan intan berlian emas permata
            Kilauan yang tak ternilai harganya
            Tidak bisa ditukar dengan cinta
            Untuk mendapat atau memperolehkannya
            Karna cinta sangat tinggi nilainya
            Melebihi batu mulia dan hamparan mutiara
Dan jika dengan emas permata dapat memperoleh cinta
            Maka itu bukan cinta
            Tapi kesenangan semata
Andai hendak memperoleh cinta
Raihlah dengan harta limpahan kasih sayang
Kesetiaan pengertian dalam keyakinan
Andai hendak mendapatkan cinta
Dekaplah dengan kilauan keikhlasan
Hamparan rasa di muara kesederhanaan
Karna dengan kesetiaan pengertian kesederhanaan
Keyakinan dalam keikhlasan
Pengorbanan tidak begitu sulit
Untuk diperbincangkan…
           

“ JADILAH KAU “

Kau jadi bayangan diri
Tidak untuk dibelakang atau didepan
Tapi disisi disamping diri
Agar dapat bergandengan
Sejajar dengan langkah ini
Sela – sela jari bersentuhan
Tangan segenggaman
Kala kaki diayunkan
            Kau jadi hiasan mimpi
            Tidak untuk dulu atau sekarang
            Tapi masa depan masa yang akan datang
            Agar dapat  ku lamunkan
            Menggantungkan asa dan harapan
            Celah – celah rindu bergelayutan
            Angan berhimpitkan
            Saat rasa dilarungkan
Jadilah kau bayangan dari hiasan mimpi
Disisi bergandengan sejajar kala kaki di ayunkan
Saling menggenggam meraih masa depan
Masa yang akan datang kala rasa dilarungkan




“ JAWABAN PUJANGGA “

Jika engkau menghitung maju
Dari satu sampai sepuluh
Sedang aku menghitung mundur
Dari sepuluh sampai satu
Maka dalam waktu dan tempat yang sama
Kita bertemu diantara angka lima dan enam
Itulah perbedaan
Untuk mencari letak persamaan
            Jika engkau mengeja aksara
            Dari tabel A sampai Z
            Sedang aku juga mengeja aksara
            Dari tabel Z sampai A
            Maka dalam waktu dan tempat yang sama
            Kita bertemu diantara aksara M dan N
            Itulah perbedaan
            Untuk mencari keselarasan
Jika engkau menyuarakan nada
Dari Do rendah ke Do tinggi
Sedang aku juga menyuarakan nada
Dari Do tinggi ke Do rendah
Maka dalam waktu dan tempat yang sama
Kita bertemu diantara nada Fa dan Si
            Itulah perbedaan
            Untuk mencari keseimbangan
            Jika benar engkau
            Ahli dalam menghitung
            Maka ajari aku
            Tolong sebutkan
            Bilangan berapa diantara lima dan enam ?
Jika benar engkau
Fasih dalam aksara
Maka ajari aku
Tolong perdengarkan
Aksara apa diantara M dan N ?
            Jika benar engkau
            Mahir dalam nada
            Maka ajari aku
            Tolong suarakan
            Nada apakah diantara Fa dan Si ?
Jika ahli hitung
Pakar bahasa
Dan guru seni tidak bisa
Maka tanyalah pada pujangga cinta
Yang diantara keduanya
Karna pujanggalah yang tau seluk beluknya
Bahwa itu bilangan cinta
            Bahwa itu aksara cinta
            Dan itu nada cinta





“ UNGKAPAN CINTA “
Sepiring dalam meja
Jangan makan semua
Sering kali dalam berkata
Jaga jangan mencela
            Berlari kelelahan
            Akibat kaki kesemutan
            Pelajari kesalahan
            Disaat menuai kemenangan
Yang menebar puji
Selalu disoraki
Yang mengumbar janji
Selalu mengingkari
            Jika hendak melihat yang alami
            Lihatlah rupa kala bangun pagi
Jika ingin meraih kesuksesan
Berbuatlah sebelum disuruhkan
Kapan bawahan merasa nyaman
Kalau tidak menjadi atasan
Kala pengorbanan dibutuhkan
Disitu rasa dipertahankan
Jika bertemu teman
Dahulukan dengan salam
Dan berjabat tangan
Karna dengan salam
Semua termaafkan
Karna berjabat tangan
Mempererat tali pertemanan
            Jangan bersandar ditiang rapuh
            Selain akan rubuh dan rapuh
            Ia juga akan jatuh
“ KELUKAAN LELAKI “

Aku kunyah ceritamu
Kusembur ditepak sirih
Kapur masih putih
Pinang belum diramu
Peluh kelu
            Yang berderak diantar awan
            Bukan berserakan
            Hanya satu – satu berjatuhan
            Berguguran
Dengan air, dengan batang lidi yang dilobangi
Janur tiada condong lagi
Niur susah dicari
Nyiur kaki… nyiur jari
Entah jadi
            Aku mamah kesahmu
            Kuludah diwadah belanga
            Minyak masih jernih
            Api masih menyala
            Perih rasa
            Yang berdentum diatas alam
            Bukan bersahutan
            Hanya satu – satu menyambar
            Hangus terbakar
Dengan selasih, dengan tepung yang masih tawar janji
Aku masih, terkurung perih dikamar jeruji




“ SUBUH LAGI “

Subuh lagi mata ini terjaga
Merah jadi menyala
Tidur belum sempurna
            Subuh lagi mata ini terjaga
            Dari ribuan mata yang  lagi lena
            Sembari rangkul peluk dekap manja
Subuh lagi mata ini terjaga
Iqauan masih ada
Khayalan masih tersisa
            Subuh lagi mata ini terjaga
            Mimpi diseparuh cerita
            Ingin disetengah rasa
Subuh lagi mata ini terjaga
Masih melihat bulan yang condong sinarnya
Hamparan bintang yang kerlip bagai saga
            Subuh lagi mata ini terjaga
            Lelah daya
            Segala upaya
            Ditumpuk dunia


“ PERJALANAN JIWA”

Terpejam seketika dan terjaga
Terlena seketika lalu terjaga
Tertidur sejenak dan terbangun
Tertidur nyenyak lalu terbangun
Terlelap lena untuk selamanya berembun
            Sebenarnya itu sama
            Perjalanan jiwa
Hanya sekat - sekat jadi beda
            Dari kepulangannya
Perjalanan jiwa
            Tiada penentu ukurannya
            Tiada pembilang kedalamannya
Hanya perjalanan jiwa
            Yang dapat membuat mesin waktu
            Kembali kemasa lalu
            Atau mengembara kemasa yang belum kita tau
                        Perjalanan jiwa
                        Selalu ada
                        Dari kepunyaan-nya

“ PERANTAUAN “

Diutara mengembara
Teluput mata air muara
Lubuk lain ikan pun lain
Tapi itu yakin
            Diutara mengembara
            Mengapit mata air muara
            Alirkan belah – belah jiwa
            Pelipur lara
            Kala tangis reda
Diutara mengembara
Tiada sanak saudara
Sebatang kara
Sekayu yang ada
Tapi beda
            Diutara mengembara
            Melihat senja
            Dicakrawala jingga
            Lembayung merona
            Hingga pudar warna
Diutara mengembara
Tangan masih tersisa tinta
Tinta dari aksara
Aksara jiwa
Aksara cinta

“ KETIKA KAKI DAN TANGAN “

Kaki memijak bara
Tangan menggenggam kaca
Mata yang terasa
            Panas dan barkaca
            Hati yang merasa
            Perih dan ngelangsa
Mimpi menanjak naik
Angan menukik tajam
Khayal yang terjaga
            Pekik dan penghujan
            Jiwa yang tersisa
            Letih dan terbungkam
Kasih memahat kisah
Sayang merajut cerita
            Rasa yang tergugah
                        Perih dan merana
            Kalbu yang terengah
                        Sedih dan kecewa

 “ ENGKAU AKU DAN CERITA “

Engkau aku dan cerita
Kisah tingkap rasa
Malam menyunting purnama
Sumbing kita
Ataupun cerita
Akh…
Aku lupa
Itu telah lama
Dulu lagi
            Engkau aku dan cerita
            Rindu tiba
            Bayang terjaga
            Engkau dimana ?
            Dibalik tingkapkah ?
            Atau dibalik pengap ?
Aku lupa
Kalau cahaya menembus tingkap
Kalau sinar disebaliknya
Engkau aku dan cerita
Menyunting purnama
Dulu malam tak beda
Rindu tetap ada

“ SAPU TANGAN HUJAU MUDA “

Saputangan hijau muda
Berenda bungan seroja
Dulu kita menyulamnya
Merajut benang asmara
Sapu tangan hijau muda
Berenda bunga seroja
Kita punya
Selagi bersama
Mengejar tawa
Sapu tangan hijau muda
Berenda bunga seroja
Kisah kita
Diantara benang – benangnya
Sapu tangan hijau muda
Berenda bunga seroja
Usap luka
Membungkus lara
Sapu tangan hijau muda
Berenda bunga seroja
Yang kini  hanya
Pandang mata

“ YAH “

Yah, itu basah
Engkau menangiskah ?
Adakah sisa
Yang lagi hampa
Yah, sudahlah
Sangat perlukah ?
Sehingga segini rupa
Yah, dengarlah
Engkau ragukah ?
Benarkah ada
Secuil bara
Yah, marilah ?
Engkau yakinkah ?
Padahal itu basah
Segini rupa
Secuil bara
Baraku dada

“ AKU BALIK MUDA “

Aku balik muda
Dada api menyala
Sulut gelora
Semangat jiwa
Masih jua
Aku balik muda
            Aku balik muda
            Cermin raut muka
            Kerut mata
            Seakan sirna
            Masih sisa
            Aku balik muda
Aku balik muda
Denting putaran waktu
Garis dagu
Asap debu
Masih dulu
Aku balik muda
            Mengingatmu
            Diantara lembar usia
            Aku balik muda
Bagai dulu

“ ANGIN “

Angin membawa rasa ini ingin
Menjadikanmu tiada yang lain
            Dipatahan hati
            Endapan rasa
            Menjadi cinta
Angin larutkan rindu didada
Bahtera samudra jiwa
            Dianjungan kata
            Lilitan aksara
            Dengungan asmara
Angin aku ingin
Dalam hembus kemarin
Menerpa dingin
            Angin aku yakin
            Bahwa aku ingin
Engkau tiada yang lain


“ PUISIKU UNTUKMU “

Puisiku untukmu
Untukmu puisiku
            Kutulis sebaris saja
            Berlapis kata
            Menepis rasa
            Gemuruh gelora
Puisiku untukmu
Untukmu puisiku
            Gemertar jari
            Berdebar hati
            Ujar sanubari
            Jauh dalam diri
                                    Puisiku untukmu
                                    Untukmu puisiku
                                                Harap jadi
                                                Yang berarti
                                                Sampai mati
                                                Kan abadi
Puisiku untukmu
Untukmu puisiku
            Hingga nanti
            Selalu terpatri

“ JADIKAN AKU “

Jadikan aku lembah rindumu
Ringkik manjamu merayu
Hingga candu terayun bayu
            Jadikan aku muara cintamu
            Jerit asmaramu mendayu
            Dari gelegak jiwa dikalbu
Jadikan aku malaikat hatimu
Desah rindumu selalu
Dalam gelora haru biru
            Jadikan aku suatu hal terindah
            Untukmu….

“ SAMBAT URANG BAHARI “

Kering belulang putih tulang
Putih jua mata….
Manukar tapih hilang
Baanyam tapih sumatra
            Biar berputih tulang
            Asal jangan berputih mata

 “ SENDAL JEPIT LAIN WARNA “

Sendal jepit lain warna
Pakai juga
Masih berguna
Untuk alas tapak saja
Jangan terpijak kaca
            Sendal jepit lain warna
            Begitu adanya
            Selagi bisa
            Ada faedahnya
            Sekalipun langkah terasa
Sendal jepit lain warna
Tak enak dipandang mata
Kadang dibilang lupa
Atau mungkin sudah gila
Lain sebelah warnanya
            Sendal jepit lain warna
            Ach tak mengapa
            Biarkan saja
            Omongan mereka
            Yang penting kaki terjaga
            Dari pecahan dunia

 “ BATU AMPAR BATU BERDAUN “
Cipt : Iwan Sekopdarat

Batu ampar batu berdaun
Sungguh indah tempat tamasya
Mari dengar ayok berpantun
Madah petuah adat dijaga
            Batu ampar batu berdaun
            Bertemunya dari muara
            Baru belajar mari dituntun
            Kelak ilmu jadi berguna
Janganlah termenung, tak baik merajok
Sereng bingong, kelak tesampok
Tak usah bersedih, kalau putus cinta
Hati pedih, jiwa tersiksa
Ref
Batu ampar batu berdaun
Memanjang melebeh banyak
Rasa hampa rindu terujung
Yang dipandang menoleh tidak
            Batu ampar batu berdaun
            Lapal gurindam sajaknye die
            Rindu tehampa rase setahun
            Sedang semalam baru berjumpe
( Lagu batu ampar batu berdaun dapat dilihat dan didengar di youtube dipencarian Iwan Sekep Darat )
 “ BETINA PESOLEK “

Rias solek betina
Angkuhkan rasa
Menampar rupa
Tebal gurat pupur pula
            Lekuk patah garis senja
Menyiru mata
            Sedikit merona
            Mencuri usia
Cermin retak seribu
Berkaca dibayang semu
Basahkan dari kelu
Itu pun tampak kaku
            Langkah satu – Satu
            Bersolek mengejar waktu
Tiada ujung ketemu
Sedang berjalan rasa jemu
Sumringah betina pesolek
Tak ingat pakai mukena
Pupur marata tabel semua
Rebah renta tergolek


“ BULAN UNGU “

Bulan ungu diranting dahan
Bintang kelabu merenung gagu
Malam hengkang menderu – deru
Sayup senyap mengunyah angan
            Terkapar hilang bayang
            Ratap pilu meniti
Retak ditepi hati
Selang berselang dahan tumbang
Pelung mata bimbang
Angan merarak bisu
Kerlip bintang tinggal Satu
Purnama tak lagi terang
Bulan ungu kelabu merah biru
Diujung gemeretak ranting dahan
Tinggal tumbang sekejap tahan
Berserak pecah jadi abu
Bulan ungu……
Meratap pilu……
Meniti hati……
Retak ditepi
Merindu jadi……

“ BUMI SEGANTANG LADA “

Pulau – pulau bak intan kemilau
Bagai tumpukan permata
Dikhatulistiwa indah berkilau
Bumi segantang lada
            Belahan dunia
Diantara laut dan samudra
            Benua nusantara
            Bumi segantang lada
Taburan sajak pantun burindam
Puisi bertiang doa
Bagaikan mutu manikam
Bumi segantang lada
            Tutur kata ramah bahasa
            Bumi segantang lada
                        Bergagang adat budaya bangsa
                        Bumi segantang lada
Bumi segantang lada
Tanah ku tercinta …..

BIODATA PENULIS
Lahir di Dabo Singkep, kepulauan Riau pada tanggal 26 Januari 1976, terlahir dengan nama kecil yang akrab disapa Iwan, tumbuh dan basar dikampung Sekopdarat ( Dabo Singkep ) beragama islam berjenis kelamin laki – laki.
            Kini menetap di Kisaran, Asahan Sumatera Utara, berpropesi sebagai pedagang sayuran dipasar kartini Kisaran dan juga pedagang di pasar Kaget ( Pekan ) disekitar kota Kisaran.
            Adapun beberapa karya tulis Iwan  Sekop Darat :
1.      Tentang Rindu                                                      ( Novel )
2.      Tentang Rindu 2                                                   ( Novel )
3.      Layang – layang Zaman                                       ( Novel )
4.      Fatwa Cinta                                                          ( Kumpulan Puisi Sair & Sajak )
5.      Primadona Diujung Trotoar                                  ( Novel )
6.      Madah Aksara                                                      (Novel dan Kumpulan Sajak )
7.      Tiang – tiang Aksara                                             (Novel dan Kumpulan Sajak)
8.      Do’a Simarjan                                                       ( Novel )
9.      Sulaman Aksara                                                    ( Kumpulan Puisi Sair & Sajak )
10.  Dilema Hati Menyinta                                          ( Novel )
11.  Pasukan Pramuka                                                  ( Novel )
12.  Bilur – bilur tinta                                                  ( Kumpulan Puisi Sair & Sajak )
13.  Buih Debur Riak Cinta                                         ( Kumpulan Puisi Sair & Sajak )
14.  Bingkisan Ramadhan                                            ( Cerpen dan kumpulan sajak )
15.  Helai Rindu                                                          ( Cerpen drama dan kumpulan sajak )
16.  Nektar Cinta                                                         ( Novel )
17.  Bumi Segantang Lada                                          ( Drama dan Kumpulan Sajak )

( Lagu – lagu yang terdapat dibuku Iwan Sekopdarat adalah ciptaan Iwan Sekopdarat dan dapat dilihat atau didengar di youtube di pencarian Iwan Sekopdarat ).






Tidak ada komentar:

Posting Komentar