“SEKAPUR
SIRIH ATAU KATA PENGANTAR”
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT,
saya ucapkan atas selesainya penulisan novel ini. Tanpa ridho dan petunjuk
darinya mustahil buku ini dapat dirampungkan, tidak lupa saya ucapkan terima
kasih kepada teman – teman yang membantu dalam menyelesaikan novel ini.
Buku ini bercerita tentang perjuangan anak manusia dari
keterpurukannya atas gejolak gemerlap dunia malam laksana nektar sari bunga
yang di hisap lebah ia mengambil pelajaran hidupnya.
Kisaran, Maret 2013
Penulis
Iwan Sekopdarat
“ Jika nanti pada waktunya engkau berada di
surge maka ceritakan padaku bukan cerita keindahan dan kemewahan surga namun
ceritakanlah apa-apa saja yang dulu kau perbuat selagi hidup di dunia”
“ aku tak pernah memintamu untuk
menjadi seorang peri ataupun bidadari khayangan yang dapat membawaku terbang
hingga ke langit biru karena dengan engkau tersenyum telah membuat jiwa ini
terbang dan melambung lebih dari langir biru”
“andai engkau bertanya seberapa
besar aku merindu maka lihatlah pada bayangmu sendiri adakah ia enggan pergi
darimu ?”
“Jika engkau sulit mencerna apa
yang engkau baca maka cubalah kau membaca disaat banyak mata terpejam lena”
“ Saat dimana engkau merasa
sesuatu itu menjadi kesenanganmu, maka berhati-hatilah karena nantinya sesuatu
itu juga yang akan menjadi kesedihanmu “
“Yang engkau lihat indah dimata
dan manis dirasa belum tentu nyaman di hatimu”
“ Yang dilihat mata terang pada
siang dan gelap pada malam maka dilihat hati terang pada pikiran tanpa pembatas
siang ataupun malam”
“ Kemana angan itu bermuara kalau
tidak pikiran yang di hulu “
“untuk melihat hati lihatlah dari
tingkah laku dan budi pekerti “
“ Seorang pemimpi adalah seorang
yang slalu berharap itu terjadi “
“ Carilah olehmu seorang sahabat
yang berpikiran selangkah lebih maju”
“Carilah olehmu seorang kekasih
yang tidak memperbandingkan harta maupun tahta dengan apa yang ia cinta”
“Jangan berharap lebih jika
melakukannya dengan separuh hati “
Cipt. Iwan sekopdarat
“ DiSini Di Hati ini “
Dan masih aku disini untuk dirimu
Tetap disini hanya untukmu
Slalu disini
Dan masih.. namamu indah di dalam
hati
Tiada yang lain tak kan terganti
Dalam sanubari
Selaksa sejuk embun pagi hari
Kau usap lembut jiwa ini
Bagai suara terngiang dirasa
Aku kan disini
Reff..
Dan masih disini, tetaplah disini
Hanya untuk dirimu,….aku disini
Dan masihlah ada, yang terukir
indah
Hanya namamu saja
Yang aku cinta..
Disini … dihati ini
( lagu Ini di hati dapat dilihat
dan didengar di youtube di percarian iwansekopdarat)
Cipt. Iwan sekopdarat
“
Karena Kau Duniaku “
Diperjalanan hidupku yang tak
sempurna ini…
Disamudra rasa cinta dalam
rinduku ini
Kemilauan permata keindahan
dunia…
Memiliki dirimu lebih dari
segalanya
Ref.
Walau keindahan dunia
Tak dapat ku miliki semuanya
Namun mencintai dirimu
Sudah cukup ku miliki sgalanya
Jika kau bertanya
Tentang keindahan dunia
Mencintai dirimu
Keindahan dunia bagiku
Karna kaulah duniaku
( lagu karena kau duniaku dapat
dilihat dan didengar di youtube dipencarian iwansekodarat )
“ Itu
aku “
Itu aku…
Yang kau sebut duka
Jerit sahut nestapa
Memandang lara
Itu
aku..
Yang
kau sebut hanya
Desah
lirih Cuma
Melirik
hampa
Itu aku…
Yang kau sebut bahagia
Sumringah tertawa
Derai canda
Itu
aku…
Yang
kau sebut benci
Mencicit
hati
Berderak
menjadi
Itu aku …
Yang kau sebut curiga
Bertanya juga
Sebagaimana rasa
Itu
aku…
Yang
kau sebut nektar cinta
NEKTAR CINTA
Sang rembulan sudah
hampir terpelanting ditelapak fajar, geliat sang malam seolah enggan hengkang
dari gemerlapnya, di sudut kota metropolitan tepatnya disebuah diskotik alunan
music masih menggema namun suaranya tidak sekeras dan sedahsyat pada jam-jam
sebelumnya, satu persatu para pengunjung tempat hiburan telah berpulangan
tinggallah beberapa orang saja yang masih bertahan berdansa seadanya, mengikuti
alunan musik yang beraliran jazz tersebut. Malam ini Via dan Lusi mengadakan
party. Mereka mengundang beberapa teman yang dianggap sehati untuk bergabung di
pestanya . Rata-rata dari golongan berada dan kalangan borjuis. Dipenutup acara
+ pukul 4 subuh Via diberi pelukan dan kecupan hangat dari teman-temannya
sebagai tandaucapan selamat ulang tahun untuknya. Lusi mengantar Via pulang ke
rumah, tidak seperti malam-malam sebelumnya , malam ini nampaknya Via mabuk
berat, selain banyak minum Via juga mengkonsumsi obat-obatan terlarang dengan
jumlah yang tidak sedikit. Sudah berbagai jenis ia coba dari ekstasi, ganja,
sabu-sabu, heroin sampai produk terbarupun ia coba. Semua yang dianggap orang
awam adalah racun dan barang haram bagi Via adalah surge, surga dimana ia merasa
bahagia walaupun hanya sesaat sekalipun dengan cara sesat di persimpangan jalan
menuju rumahnya sayup tersengar suara azan subuh berkumandang dari musholla
yang tida begitu besar berada tak jauh
dari persimpangan itu sedan putih Via yang dikemudikan Lusi meluncur dengan
cepat meninggalkan bunyi mencicit dari ban belakang sedan putih tersebut, di
dalam mobil Via menggerutu “ Lus, tu orang apa kurang kerjaan, teriak-teriak
pakai mikropon lagi, kan gak diteriakin juga orang sudah tau kalau jam segini
waktunya shalat subuh”. “ ha…ha…ha… ia tu orang kurang kerjaan kali, tapi
ngomong-ngomong suaranya itu keren lo Ve, melengking end menggema, bisa dong
kapan-kapan kita undang menjadi Dj di diskotik langganan kita, he…he…he…” Lusi
yang juga dalam keadaan on namun tidak separah Via menimpali perkataan Via
sambil tertawa.
“
Gila, jitu juga cerita loe Lus, ntar kapan-kapan kita undang tu orang,
ha…ha…ha…” jawab Via seadanya sambil ikut tertawa.
“
Lu gak usah pulang Lus, tidur rumah gue aja lagi tanggung nih, di saku gue
masih ada saku paket, kita pake baramg” ucap Via sambil merogoh saku celananya
memastikan keberadaan barang tersebut. “ Oke Bos “ jawab Lusi mantap.
Setibanya
di rumah kembali Via dan Lusi mengkonsumsi obat terlarang tersebut. Merekapun
akhirnya tertidur, setelah dengan paksa merenggut mimpi yang mereka anggap indah.
Matahari
telah meninggi terik sinarnya membakar bumi, Via tersentak dari tidurnya denga
gaun pesta yang melekat di tubuh yang belum sempat ia tukar semalam. Via
mendapat secarik kertas yang ditulis sahabatnya, “ Ve, sorry aku pulang dulu
ya, gak enak membangunkan loe , nanti malam kita ketemu di tempat biasa,
sahabatmu Lusi “.
Via
hanya tersenyum-senyum kecil sambil
melipat-lipat secarik kertas yang ditulis sahabatnya. Masih terbayang wajah dan
pelukan Dilo yang baru seminggu dikenalnya. Selain mengkonsumsi obat-obat
terlarang Via juga gemar gonta ganti pasangan, Via berkencan dengan siapa saja
selagi ia merasa nyaman. 3 tahun belakangan ini Via kenal dengan dunia malam
dan segala gemerlap yang ada di dalamnya dari sahabat SMAnya dulu Lusi yang
mengenalkan ia pada dunia malam
Sewaktu
SMA Via selalu menjaga jarak untuk berteman dengan Lusi, karena Via memang
sudah tabiat Lusi namun mengapa disaat ia terluka hanya Lusilah yang dianggap Via
mengerti keadaannya.
Tanpa
sengaja ia bertemu dengan LUsi, dengan sedikit bercerita kegundahan hatinya.
Lusipun yang mendengar kelukaan hati Via menawarkan kemilauan dunia malam yang
dianggapnya ketenangan jiwa, dan mengkonsumsi obat-obat terlarang, minum-minuman
keras sampai gonta-ganti pasangan. Via yang hatinya gamang akhirnya merasa
nyaman dengan apa yang ditawarkan Lusi .
Via
yang dari keluarga berada dengan orang tua yang super sibuk mengurus bisnisnya
dari dulu selalu berhati-hati dalam bergaul dari dahulu Via selalu mewaspadai
dirinya agar tidak terjerumus di dalam pergaulan yang tidak menyehatkan, ini
terbukti dengan ia rajin belajar di sekolah. Dulu Via termasuk siswi paling
cerdas, sekalipun ditemani bik Isah pembantunya, Via yang kurang mendapat
perhatiandan kasih saying dari orang tuanya selalu menyibukkan dirinya dengan
belajar dan belajar guna mengisi kekosongan hatinya, Viapun tidak terlalu
menyalahkan kedua orang tuanya yang selalu sibuk dengan urusan mereka, bagi Via
semua yang dilakukan orang tuanya semata-mata untuk membahagiakan Via, anak
mereka satu-satunya. Viapun sering membaca buku yang mengisahkan seorang anak
broken home, yang kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tua
mereka, karena orang tua mereka terlalu sibuk dengna urusan mereka hingga si
anak mencari ketenangan dan kedamaian jiwa dengan cara yang salah.
Dan
Via mau itu terjadi pada dirinya. Dengan prestasinya Via ingin membuat bangga
kedua orang tuanya, Via tidak ingin dikatakan anak yang cengeng. Dari Bik Isah
lah Via belajar sholat dan mengaji. Sementara pemahamannya Via lebih sering
membacanya dibuku, karena Bik Isah yang tidak tamat sekolah dasar tidak begitu
mengerti secara rinci dan detail menerangkan hakikat dari shalat dan mengaji
itu.
Via
yang akhirnya lulus SMA dengan nilai yang sangat memuaskan tidak begitu sulit
baginya untuk mendaftar di perguruan tinggi negeri. Selain cerdas keuangan
menunjang maka dengan mudah Via masuk di fakultas kedokteran, Via belajar
dengan sungguh-sungguh. Ia mengambil di bidang ahli bedah, dan diperguruan
tinggi inilah Via baru mengenal cinta. Seorang Mahasiswa di fakultas Pertanian
telah mencuri hatinya. Setelah Via mengenal Hendra lebih dekat, barulah Via
menerima Hendra menjadi kekasihnya. Hendta anak baik, pendiam dan cerda,
hubungan mereka diketahui kedua orang tua mereka, dan merestui dengan antusias
hubungan tersebut. Via merasa hidupnya bahagia dengann adanya Hendra kekasihnya
yang selalu menemani hari-hari sepinya, dan dalam hubungan percintaan mereka
baik Via ataupun Hendra selalu menjaga diri dan tidak melakukan norma-norma
yang dilarang agama.
Via
dan Hendra pun dapat mulus menyelesaikan kuliahnya. Via seorang dokter ahli
bedah akhirnya dipersunting Hendra seorang insinyur pertanian. Acara pernikahan
mereka dihadiri ribuan tamu undangan dari kedua belah pihak. Diwajah Via dan
Hendra terpancar kebahagian yang tak pernah padam. Begitu juga dengan wajah
orang tua mereka yang selalu berseri menandakan keceriaan yang sukar
dilukiskan. Pesta megah yang berlangsung dengan suka cita, Via yang telah
menjadi istri Hendra bertugas dan ditempatkan di rumah sakit ternama kenalan orang tuanya. Bertugas dengan
tulus dan sungguh – sungguh ditempat dimana ia ditugaskan. Begitu juga dengan
Hendra yang kini telah diterima sebagai PNS
di bidang pertanian. Hari-hari mereka selalu diwarnai dengan kebahagiaan, canda
tawa menghiasi rumah mungil mereka. Namun itu tidak bertahan lama, setelah +
3 tahun membina rumah tangga, Hendra dan Via belum juga dikaruniai seorang anak
padahal orang tua mereka sudah sangat menginginkan cucu atau anak dari mereka.
Setelah
terus menerus didesak akhirnya Hendra dan Via mengambil kesimpulan untuk
memeriksakan diri mereka di rumah sakit tempat dimana Via bertugas, kepada
seorang dokter kandungan yang tak lain sahabat Via sendiri. Dalam hari Via
berkata, “ seandainya kelak Hendra yang dinyatakan mandul maka dengan ikhlas
Via menerimanya dan tetap menganggap Hendra suaminya walau kelak ia harus mengangkat
seorang anak,Via ikhlas, namun sebaliknya jikalau ia yang dinyatakan mandul
apakah Hendra tetap menerima kekurangannya dan mengutarakan apa yang
dipikirannya kepada Hendra dengan tersenyum. Hendrapun mejawab sama dengan apa
yang dipikirkan Via. Viapun merasa nyama dan tenang sambil menyandarkan
kepalanya di bahu suami tercinta.
Setelah
menjalani pemeriksaan dan melalui tahapan-tahapan tersebut, bumi terasa
bergoncang, berputar bahkan gelap bagi Via, disaat dokter Lara sahabatnya
menyatakan bahwa ia positif mandul, Via seakan hilang semangat tak ada lagi muka
yang akan ditunjukkan pada Hendra dan orang tuanya. Via merasa bumi berhenti
berputar, dan ia tak ubah tiang hampa yang bernyawa tanpa sanggup memberikan
keturunan kepada suaminya tercinta. Via tak ubahnya kuncup ragu mekar yang layu
sebelum berkembang dan gugur di ranting yang rapuh dan kering hanya tinggal
helai atau keping berserakan di tanah gersang diusap butir-butir debu.
Sekalipun
menguatkan dan meyakinkan Via, bahwa ia tetap setia, namun kemelut tidak
berakhir sampai disitu. Setelah orang tua Hendra mendengar semuanya maka mereka
bersikeras untuk menikahkan Hendra kembali dengan seorang wanita baik itu
disetujui oleh Via atau tidak. Orang tua Hendra tidak ingin Hendra dan Via
mengangkat seorang anak, mereka ingin seorang cucu dari darah dagingnya sendiri.
Hendra yang dihadapi dua pilihan seakan tak berdaya antara megikuti keinginan
keras orang tuanya atau bertahan dengan prinsip yang telah ia ucapkan pada Via.
Via hanya tertunduk lesu mendengar ia akan dimadu, bak palu besar menimpa
kepalanya akan kenyataan merelakan cintanya membagi kasih dengan yang lain.
Dengan
ketidak berdayaannya Hendrapun akhirnya megikuti keputusan orang tuanya yang
menikahkannya dengan anak kenalan mereka, dan itu sangat menyakitkan hati Via,
bahkan lebih menyakitkan dan menggores hati Via adalah anak dari kenalan Hendra
tak lain tak bukan sahabat Via sendiri yaitu dokter Lara, Lara yang tak sanggup
menolak keainginan orang tuanya dan tak ingin menyakiti perasaan Via sahabatnya
akhirnya menerima Hendra menjadi suaminya. Sebelum akad nikah dilaksanakan Lara
bersimpuh meminta maaf sebesar-besarnnya kepada Via atas ketidakrelaannya, Via
hanya menatap hampa satu senyum patah yang coba terukir diwajah Via
teriring ucap lirih agar Lara dapat
membahagiakan Hendra. Viapun merangkul Lara, berhamburan tangis dari kelopak
mata mereka berdua. Tangis kelukaan kekecewaan dan ketidakberdayaan membanjiri
kamar Via, dan dengan memantapkan hati Viapun meminta perceraian dari Hendra,
menurut Via untuk semuanya biarlah ia yang mengalah dengan ketidakberdayaannya
dengan berat hati Hendrapun menyanggupinya. Inilah kesalahan kedua terbesar
yang dilakukan Hendra dalam hidupnya, Hendra tidak pernah berusaha
mempertahankan cintanya.
Resmilah
akhirnya Via menyandang status janda dengan kelukaan yang tidak terhingga,
kedua orang tua Via yang mendengar kemelut di keluarga putrinya segera kembali
ke tanah air. Kedua orang tua Via tidak dapat berbuat banyak. Setelah mendengar
semua cerita dari putrinya, yang dilakukan mereka hanyalah menghibur hati putri
semata wayang mereka. Dua hari karena panggilan mendadak ayah Viapun kembali
keluar negeri, hanya ibunya saja yang menemani Via. Ibunya menemani Via untuk
menenangkan diri sejenak dengan membawa Via berlibur ke pulau dewata, Bali. Via
dan ibunya berencana berlibut + dua minggu namun baru 3 hari mereka di
bali ibunya dapat panggilan mendadak yang tak bisa ditunda untuk kembali luar
negeri. Dengan berat hati akhirnya sang ibu pergi meninggalkan Via sendiri di
pulau Bali. Memang Via bukanlah anak kecil lagi atau seorang yang cengeng,
namun disaat-saat ini ia sangat membutuhkan teman, ibunya hanya berpesan agar
ia tabah dan kuat menjalani semua ini.
Di
hotel tempat dimana Via menginap inilah Via bertemu Lusi, teman sewaktu di SMA
dulu dan dari sinilah awal Via berkenalan dengan dunia malam yang ditawarkan
Lusi. Awalnya Via merasa risih dan janggal namun mendengar sugesti-sugesti dari
Lusi akhirnya Via terbiasa. Malah saat ini boleh dikatakan Via lebih gila dari
Lusi. Jika Lusi menghabiskan segelas minuman keras dalam waktu berjam-jam maka
Via menghabiskan segelas minuman keras dalam satu napas tegukan saja. Dan soal
gonta-ganti pasangan Via lebih banyak koleksinya dari Lusi, dalam hati Lusi
merasa menang dapat membawa Via ke dunia malam yang dulu sangat di benci oleh Via.
Sementara bagi Via dalam kelukaan hatinya menilai lelaki sama saja didunia,
yang akan mencampakkan dia ketika tahu dirinya mandul. Via mengartikan cinta
dalam sudut pandang yang salah dengan kecantikan yang ia miliki dan
keberlimpahannya harta begitu mudahnya Via gonta-ganti pasangan. Disaat lelaki
yang jadi kekasihnya berharap penuh cintanya maka dengan mudahknya Via
mencampakkan lelaki tersebut. Seolah – olah Via ingin memberitahukan bagaimana
besar kelukaan hati itu, apa yang dulu dirasakan Via dapat dirasakan lelaki
yang menjemput kekasihnya.
Sementara
obat – obat terlarang yang terbilang tak murah bagi Via tidak begitu
dipermasalahkan. Selain ia bekerja iapun selalu mendapat kiriman dari kedua
orang tuanya. Viapun terjebak di kubangan pergaulan bebas dan pecandu obat-obat
terlarang. Via seakan menyalahkan Sang Pencipta yang menganugerahkan cinta
namun alpa pada seorang hambanya. Bagi Via cinta hanyalah kebohongan semata
yang tidak berpendirian seperti Hendra mantan suaminya.Jauh dilubuk hati Via
sebenarnya ia sangat membutuhkan ketenangan jiwa, ketulusan cinta namun Via
pesimis adakah cinta yang tulus menghampiri dirinya kelak setelah tahu keadaan
yang menimpa dirinya.
Via
mematung bisu termangu di sudut tempat tidurnya tersentak mendengar batukan
kecil dengan suara berdehem bik Isah pembantunya
“
eh bik, ada apa ?”
“
anu non, dari tadi Bik Isah lihat non lama terduduk termenung di tempat
tidur,kirain masih ngantuk, eh nggak taunya ada setetes air mata jatuh di pipi non
”, ujar bik Isah dengan hati – hati tak ingin membuat via marah, karena
semenjak bercerai dari Hendra dan mengenal dunia malam Via sering berbicara
agak kasar kepada bik Isah. Bik Isah hanya dapat mengurut dada dan mengerti
dengan keadaan anak majikannya itu. Hati bik Isah terluka melihat nasib yang di
derita Via, karena dari kecil bik Isahlah yang mengasuh Via, sekalipun Via
bukan anak kandungnya sendiri, Bik Isalah lebih tau keadaan Via dari orang
tuanya.
“
Ah ngak apa-apa kok Bik Isah, mungkin kurang tidur” jawab Via pelan. Ia coba
tersenyum kepada Bik Isah dalam hatinya Via merasa berdosa karena belakangan
ini selalu bersikap agak kasar kepada Bik Isah. Bagi Via walaupun Bik Isah
pembantu, Bik Isah juga telah sangat berjasa atas dirinya. Via seakan ingin
menembus semua kesalahannya dengan bersikap lebih baik dari hari-hari
sebelumnya. Bik Isahpun balas tersenyum dalam hati tak henti-henti ia mengucap
syukur kepada Yang Maha Kuasa, setelah melihat Via tersenyum dengan tulus yang
jarang ia temukan senyuman itu lagi.
Kembali
Bik Isah berujar, “ anu non tadi dokter Handoyo nelpon, mengingatkan non bahwa
nanti jam 2 ada operasi pasien, non ditunggu di rumah sakit, Bibik bilang non
kurang sehat badan dan lagi tidur nanti saja telpon lagi. Saya kurang enak membangunkan
non.”
“Ooo”,
hanya itu yang terucap dari bibir mungil Via. Ia melirik ke arah jam kecil yang
berada di atas meja riasnya. Waktu masih menunjukkan pukul 12.30 berarti masih
sempat ia berbenah dan berangkat kerumah sakit dimana ia bertugas. Viapun menelpon dokter Handoyo
pemilik rumah sakit ternama sahabat orang tua Via, ia menyanggupi untuk dating
nanti ke rumah sakit dan melakukan operasi tersebut. Viapun beranjak dari
tidurnya bergegas ingin berbenah-benah, Bik Isah masih mematung ragu di pinggir
pintu kamar.
“
Oh ya ada apa lagi Bik ?” Tanya Via penasaran. “ Anu non tadi ibu non telpon,
pukul 5 minta dijemput di bandara, hari ini ibu non pulang.katanya kangen sama
non”, kembali dengan hati-hati Bik Isah menerangkan. “Okelah Bik”, ujar Via
dengan suara datar
“
Air panas untuk mandi sudah bibi siapkan, makan siangpun sudah ada di meja”
“
Makasih ya bik”, jawab Via kembali sambil mengembangkan senyumannya.
Bik Isah membalas
tersenyum sambil kembali ke dapur memberesi pekerjaannya
Siang itu Via menyetir mobilnya
sendiri dengan berpakaian rapi, Via melaju dengan perlahan. Sekalipun kini Via
berusia 30 tahun kecantikan wajahnya selalu terpancar walaupun saat ini Via
agak kurusan namun kecantikannya itu seakan tak pernah surut dari wajahnya
hanya jika dipandang lebih dekat sudut mata ini
saja yang masih menyisakan kelukaan dan kehampaan juga goncangan jiwa
nya saja yang selalu mendambakan kedamaian.
Cipt.Iwan
Sekopdarat
“BERAKHIR
SUDAH”
Berakhir sudah kesih yang kita
bina berakhir sudah
Rasa yang Kita jaga berakhir
sudah
Berakhir kandas musnahdalam kisah
Kisah cinta antara kita
Berakhir sudah kisah ceria engkau
dan aku
Cerita cinta yang merindu
Berakhir
sudah cintaku
Berakhir
sampai disini
Kehendak orang tua
mu
Yang tak merestui
Berakhir sudah cintaku
Berakhir sampai disini
Kehendak orang tua mu
Aku pergi
(Lagu berakhir sudah dapt di
lihat dan dengar di Youtube di Pencarian Iwan Sekopdarat)
Cipt.Iwan
Sekopdarat
“Saat Indah Dulu”
Pernah Kita bersama
Merankai hari indah
Saling Menyinta berbagi Suka dan
Duka
Pernah kita lewati jalan setapak
ini
Bergandeng mesra dan bahagia
Dan kini aku sendiri
Semenjak kau pergi tinggalkan aku
Dan kini dibalut sepi
Diriku
yang merindu kini terbelrnggu
Oleh
ruang waktu
Diriku terasa hampa
Setelah engkau
tiada ku merana
Saat indah dulu masih bersama
Dan kini hampa
Semenjak dirimu telah tiada
Hatiku… hampa
Hooooo….o..oo.. hampa
Sedan
putih yang dikendarai Via memasuki pelataran Parkir rumah Sakit dimana Via
ditugaskan.Setelah tepat berada dalam garis parker Via mematikan mesin
kendaraannya,Via melirik arloji yang melingkar di manis ditangan kirinya” Masih
jam setengah dua”bisik batin Via,Via tidak bersedia beranjak dari jok sedan
tsb,ia membuka ssedikit kaca pintu mobilnya dan mengambil telpon seluler disaku
baju nya. Tak lama dari seberang sanaLusi pun menyambut telpon Via”Hai
Say,gimana jadi gak nanti malam ? Kamu sudah baca kan yang ku tulis secarik kertas
diatas Bufet lo?Cecar Lusi dengan semangat
“udah
say,tapi maaf kayaknya aku gak bisa deh,Sebentar lagi ada tugas operasi pasien
sorenya aku harus jemput mama di Bandara,katanya hari ini mama ku pulang
,sekali lagi maaf ya say aku gak bisa end aku juga herus mengganti kartu ku ini
.aku gak ingin di rumah nanti mama juriga dengan sms-sms acar-Pacarku.Kamu
ngerti ya,nanti setelah situasi aman aku hubungi lo lagi say.oke?”ucap Via
datar dari telepon selulernya
“Ups
tunggu say jangan di tutup dulu aku ada berita menarik buat lo,mau dengar
ngak?”Sela lusi seakan tak ingin tak ingin sahabatnya cepat-cepat menutup
telponnya “ berita apa say “jawab Via
sedikit mengernyitkan dahi tanda penasaran
“tentang Hendra Ve”
Lalu
Lusi pun bercerita panjang lebar mengenai keadaan Hendra saat ini, memang di
akui Hendra di tahun-tahun pertama Pernikahannya dengan Lara berjalan mulus dan
bahagia sampai mereka dikarunia seorang bayi mungil Perempuan,Lusi memberitahu
juga bahwa bayi tersebut di beri nama Alvia sama seperti nama Via,itu Hendra
lakukan bahwa sebenarnya ia masih sangat menyayangi Via .
Belakangan
ini bahwa Hendra sadar bahwa cinta tak dapat di paksakan,Lara pun tau itu
,akhir-akhir ini hubungan runah tangga mereka tak begitu harmonis selalu
ada saja yang di pertengkarkan diantara
mereka setelah mendengar kabar bahwa via sering berkunjung ke Diskotik hendra
pun coba mencari dimana keberadaan via
dan hendra ingain mengatakan pada Via lewat Lusi ku ingin kembali Pada
Via.
Hendra
juga menyatakan sempat melihat via di salah satu diskotik namun Hendra enggan
menghampiri via karna di saat itu ia sedang bergandenng mesra dengan seorang
pemuda.dan dari Lusi dan teman –teman Via lah Hendra tau kalau saat itu Via sering ganti-ganti pasangan,pecandu
alcohol dan pemakai obat-obat terlarang , Hendra seakan menyalahkan dirinya ,
mengutuk dirinya yang telah membuat Via
menderita selama ini. Hendra tau kalau sebenarnya Via tak nyaman dengan semua
ini karena itu dengan harap sangat ia ingin Via kembali dengan pelukannya,Soal
keluarganya dan orang tua hendra mereka sudah pasrah melihat keadaan anaknya
saat ini.Kedua orang tua hendra menyesal dengan apa yang telah mereka lakukan
.pada Via itu lah akibat dari buah yang memaksakan kehendak kepada anak nya
tanpa memikirkan kebahagiaan sang anak yang menjalaninya.
Diakhir ceritanya Lusi juga
mengatakan bahwa semalam di hari ulang tahun Via,Hendra hadir. Di pikiran
Lusi malam itu Via mabuk berat, waktu
mereka mengadakan party disalah satu
diskotik langganan mereka hingga Via tidak begitu mengenali dan bersikap agak
acuh kepada sahabat-sahabat mereka yang datang malam itu termasuk Hendra yang
memberi pelukan hangat dan kecupan mesra kepada Via. Hendra lah tamu terakhir
yang memberi Ucapan Selamat Ulang Tahun buat Via,Via hanya mendesah lirih
mendengar panjang lebar cerita Lusi sahabatnya.
“aku pun tau Lus,bahkan yang
memelukku terakhir itu Hendra,kubiarkan ia memeluk lebih lama , kuselami hatiku
jauh sampai di dasar mencari dan menunggu debaran detak jiwa. Namun detak itu
tidak ada…..Hampa ,dan aku sadar rasa itu sudah mati Lus,dekapan Hendra membawa
arti lebih itu menandakan hubungan indah duklu tiada layak di perbaiki ,biarlah
begini Lus, biarlah ku jalani hidup ini apa adanya dan tolong bilang pada
hendra jangan berharap lebih dariku “Via menjawab dengan kehampaan hati nya
yang paling dalam “. Okelah kalo begitu Vi aku juga merasa bersalah yang
mengenalkam dirimu kepada dunia gemerlapnya dunia malam,mendengar penjelasan
dari Hendra aku baru sadar sekalipun aku yang dicap orang orang sekitar dengan
wanita bejat,hati kecilku juga berontak
vi, aku juga ingin keluar dari dunia gelap ini dan mengingatkan mu untuk
kembali seperti dulu, setidaknya aku sudah berusaha memperbaiki diri sendiri.
Umur kita semangkin tua ve,apa mungkin selama nya kita harus begini. Masukan
dari Hendra sempat menyentuh hatiku,sebagai wanita aku memang rapuh ve,rapuh
dalam gemerlapnya dunia muda yang hitam”
“Thanks Lus,atas perhatian mu
namun biarlah hidup ini bergulir seperti air mengalir di sela-sela bebatuan
menuruni Lembah dan Ngarai sampai di muara. Lus sori ya udah jam 2 nih nanti
gua telat,udah dulu ya say bye…bye… nanti kita sambung lagi”
“oke
say bye…bye… muach” balas Lusi sahabatnya, Viapun menutup teleponnya dan
bergegas keluar dari mobil dengan jalan tergesa-gesa masuk ke rumah sakit
menuju ruangan kerjanya. Sejenak Via mengenyampingkan urusan pribadinya dan
memfokuskan diri pada pekerjaannya. Seorang pasien yang akan dioperasi,
memerlukan ketelitian dari seorang dokter yang ahli di bidangnya. Saat ini Via
seakan punya semangat baru dalam hidupnya. Satu senyum termanis yang dulu
sempat hilang ia persembahkan buat pasiennya seorang ibu tua. Sebelum menjalani operasi pembedahan. Dengan
terampil dan sangat teliti yang dikerjakan oleh tenaga ahli dokter Via akhirnya
operasi tersebut berjalan lancar.
Tak lama setelah pembedahan itu
selesai, Dokter Handoyo memanggil Dokter Via ke ruangannya, dari kecil Via
sudah akrab dengan sahabat ayahnya itu. Bahkan Via telah menganggap Dokter
Handoyo seperti ayahnya sendiri,begitupun sebaliknya. Memang semenjak mengenal
dunia malam Via sering bolos tidak masuk bertugas, dan Dokter Handoyo pun
mengetahui penyebab semua itu, dari Bik
Isah juga Via tahu bahwa dokter Handoyo berpesan pada Bik Isah agar tidak
memberitahukan kelakuan Via kepada orang tuanya, hingga pada saat yang tepat
Dokter Handoyo sendiri yang nantinya menceritakan semuanya pada sahabatnya yang
tak lain ayahnya Via. Maksud Dokter Handoyo ia ingin Via kembali dulu ke jalan
yang lebih baik.
Via berjalan gontai menuju
ruangan Dokter Handoyo. Ia tahu betul apa yang akan Dokter Handoyo katakan.
Tentulah nasehat-nasehat dan nilai-nilai semangat yang tak pernah padam dalam
mengarungi hidup ini. Selama ini Via mendengar nasehat-nasehat Dokter Handoyo
tak ubahnya plesetan semata atau pepesan kosong , masuk dari kuping kiri dan
keluar dari kuping kanan tanpa ada penyerapan dalam hati sekalipun selama ini
Via mendengar apa yang dikatakan Dokter Handoyo dengan sikap acuh namun tak
henti-hentinya jika ada kesempatan Dokter Handoyo selalu mengingatkan Via,
malah Via berusaha mencari alas an dan
menghindar untuk bertemu dengan sahabat
ayahnya itu. Dokter Handoyo selalu berharap agar Via dapat menjalani hidup
lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Dalam ruangan Dokter Handoyo, Via tertunduk
mendengarsemua nasehat beliau, entah mengapa kali ini apa yang dikatakan Dokter
Handoyo sangat mengena di hatinya, hingga Via tertunduk bisu. Tak lama Viapun
minta diri untuk permisi keluar menjemput mamanya ke bandara. Dokter Handoyo
pun mengizinkan Via, satu senyum keikhlasan dokter Handoyo tersungging di
wajahnya. Setelah Via beranjak dari ruangannya.Selama ini Via selalu bersikap
acuh mendengar semau nasehat darinya namun sore ini seakan Via merenungi apa
yang ia jelaskan tiada henti-hentinya. Dokter Handoyo mengucapkan puji syukur kehadirat
Allah SWT, yang telah membuka pintu hati putrid sahabatnya itu. Dalam
hatinyaselalu berdoa agar kelak suatu saat Via kembali seperti dulu, seorang
Via yang lincah dan periang yang selalu semangat menapaki hidup dengan tidak
terpesona ke dalam gemerlapnya dunia malam yang kelam dan hitam, dari apa yang
telah terjadi semoga kelak menjadi pelajaran hidup yang sangat berharga bagi
Via.
Dalam perjalanan menuju bandara Via
mengait-ngaitkan apa yang disampaikan Lusi sahabatnya dan Dokter Handoyo. “
Yach, masih belum terlambat untuk aku menata hari-hariku semoga aku kuat”,
resah batin Via berharap itu sebagai acuan baru hidupnya. “Semua butuh proses,
dan mudah-mudahan dengan proses tu menjadikan aku lebih baik”, bisik hati Via
kembali.
Tak lama Via menunggu di bandara,
pesawat udara yang membawa ibunya dari luar negeri telah tiba dan mendarat
mulus tanpa hambatan dan rintangan yang berarti. Keduanya bertemu dan saling
berpelukan mesra melepas rindu. Rindu seorang anak yang mendalam kepada orang
tuanya. Sang ibu sangat bahagia melihat senyum lepas anak perempuannya. Karena
semenjak perceraian itu Via hanya bersikap seadanya bahkan sedikit dingin pada
orang tuanya. Kurang lebih 2 kali dalam setahun ibu atau ayahnya pulang ke
tanah air untuk menjumpai putrinya, melepas rindu kepada putrid tercinta
mereka.
Sang ibu berpikir anaknya sedikit
banyak telah dapat melupakan luka di dalam hatinya karena itu sang ibu tiada
henti-hentinya mencium pipi putrinya yang sudah terbilang dewasa itu. Viapun
hanya tersenyum-tersenyum diperlakukan ibunya, rongga dada itu seolah tentram
dalam dekapan sang bunda.
Setelah selesai makan malam dengan
hati-hati si ibu menghampiri sang anak di rungan kamarnya dengan sangat pelan
si ibu berujar
“ Ve bukan maksud ibu ingin
mencampuri urusanmu, namun ibu lihat sekarang bibirmu agak hitaman, apa kamu
merokok? Ve tertunduk perkataan ibunya sudah cukup telat mengintrogasi dirinya,
ia bungkam seribu bahasa seakan kering kerongkongannya tanpa ada kata yang
terucap keluar dari bibir mungilnya yang memang agak kehitama. Ve terpekur
dengan kebisuannya. Ibunya mengerti situasi seperti ini dan ia tak ingin lebih
menyudutkan putrinya, ibunyapun bergeser dari duduknya lebih mendekat kearah
Via, lalu ibunya memeluk Via dengan lembut. “ Via kamukan seorang dokter, pasti
kamu juga tahu secara detail bahaya dari merokok, mama berharap kamu dapat
berhenti atau paling tidak mengurangi kebiasaan merokok itu tanpa mama jelaskan
kamu pasti lebih tahu semuanya”, ujar sang ibu perlahan dengan suara yang
lembut penuh kasih saying. “ Maafkan Ve ma, Ve akan berusaha berhenti dari
kebiasaan buruk itu” cekat Via tertahan. Ia tak berani memandang wajah ibunya.
“ Baru ketahuan merokok saja aku telah merasa berdosa pada ibu apalagi kalau
ibu tahu akan kelakuan gilaku selama ini. Duh mama maafkan putrimu ini,
ampunkan putrimu ini, mama”, jerit batin Via.
“ ya sudah Ve semoga apa yang telah
terjadi dalam perjalanan hidupmu, menjadi guru yang paling berguna bagimu,
petiklah hikmahnya dari semua ini, perbanyaklah berdoa dan berserah diri kepada
Yang Maha Kuasa. Mamapun minta maaf karena jarang memperhatikanmu, menemani
papa mengurus perusahaan di luar negeri”, ucap sang Ibu yang merasa dirinya
bersalah akan semua ini Ve hanya mengangguk pelan iapun men
Membalas
memeluk ibunya dengan mesra.
Biasanya
sang ibu atau ayahnya pulang ke tanah air dan berkumpul bersama Via paling lama
4 atau lima hari, namun kali ini sang ibu ingin lebih lama menemani putrinya
dengan menelpon suaminya 2 atau 3 minggu baru ia kembali ke luar negeri. berusaha mencoba untuk melupakan semua kelakuan
buruknya di luar sana,dengan ibu disisinya ia mersa lebih nyaman.
Pada malam keempat kembali terbangun
dari tidurnya tengah malam disaat banyak mata terpejam lena Via tersentak dada
nya berdebar-debar kencang,tubuhnya pun mulai menggigil,ia coba menarik selimut
namun itu tidak membuatnya merasa nyaman, kepalanya teramat pusing perut nya mual
yang yang teramat sangat .
Via beranjak dari tidurnya
berjalan dengan sedikit terhuyung menuju kamar tidur ibunya dengan tangan yang
menggigil,Via meraih handel pintu kamar tersebut dan membukanya Via melihat
ibunya sangat tertidur pulas dengan sangat hati-hati ia kembali menutup pintu
itu dengan sedikit sempoyongan Via menuju kamar bik Isah ,Bik isah pun
terbangun dan tersentak melihat keadaan putri majikannya Via yang tadinya
menggigil kini tubuh nya terguncang hebat. Berkali-kali via berusaha untuk
muntah namun itu hanya perasaan nya saja tak ada yang di muntahkan selain air
saja.
“Bik, tolong aku bik aku tak
kuat,tolong aku bik,Bik Isah yang
melihat keadaannya segera menghambus ke arah via dan memeluknya dengan kuat
sekalipun bik Isah tidak tamat sekolah dasar namun dari acara televisi yang sering ia tonton , Bik isah tau kalau
via kecanduan obat-obatan terlarang. Saat ini yang ada di pikiran bik isah
hanya memeluk Via dengan erat dan hangat, Bik Isah ingat dulu jika Rahmat
anaknya sewaktu kecil pernah tersayat pisau dapur dan menangis pilu seakan
tiada henti nya maka dengan siap Bik Isah mendekap anaknya menenangkan diri si
Rahmat. Setelah itu baru mengobati luka
nya. Itu lah tindakan pertama yang
diambil Bik Isah dan ternyata tepat, dalam dekapanya Via menjadi sedikit lebih
tenang “Non,istigfar Non,Ngucap Non,Nyebut Non Nyebut Non “Ujar Bik Ijah dalam
kepanikannya .
Ternyata yang dilakukan Bik Isah
sedikit manjur. Via yang tadi tubuh nya berguncang menggigil berangsur
normal dengan suara memelas ia pun
berkata “Tolong aku Bik,aku tidak kuat berikan aku barang itu,berikan aku!” Bik
Isah tak melepaskan pelukannya terhadap Via, ia hanya mengendurkan dekapannya
saja agar Via lebih nyaman” Barang apa Non,Bibik ngak tau,Nyebut Non ingat pada
Maha Kuasa,pejamkan mata mu Non biar Bibik nyanyikan lagu untukmu. Tidurlah Non tidurlah,Perlahan Bik
Isah menggoyangkan bahu Via dan menyanyikan sebuah lagu dulu yang tak asing
bagi Via sewaktu kecil sering mendengarkan nya entah mengapa lagu itu dapat
membuat via tenang dalam sesaat Via coba memejamkan matanya membuang jauh-jauh
hasrat untuk ia mengkonsumsi obat-obat terlarang, Via meresapi setiap bait demi
bait lantunan lagu Bik Isah yang
berkesan namun masih layak untuk
diperdengarkan. Lagu Desaku sangat meresap di hati Via hingga sanggup menahan
hasratnya dalam kecanduan. Bik Isah saat itu sedang panik coba bernyanyi untuk
Via menganggap Via gadis kecil yang dulu sering dinyanyikannya dalam dekapan
hangat dan lantunan merdu bik Isah Via sanggup melewati nya,di pelukan Bik Isah Via merasa lebih nyaman dan coba memejam kan
matanya untuk tidur, air mata Bik Isah tiada henti-hentinya mengalir di kedua
pipinya yang telah keriput Bik Isah memanjaatkan puji syukur atas kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa karna sedikit banyak dapat membantu putri majikannya itu
melewati masa kritisnya,bukan air mata Bik Isah saja yang mengalir deras dari
sudut pintu kamar yang sedikit terbuka sepasang mata telah basah dengan air
mata merasa telah gagal menjadi seorang Ibu yang baik.
Keesokan disaat mentari pagi
mulai menampakan sinarnya,Nyonya Sastrayo telah kelihatan rapi dan segar
pakaian yang dikenakannya menandakan ia akan keluar rumah dan pergi ke suatu
tempat.
Bik
Isah yang baru saja selesai memberesi ruang dapur bertanya kepada Nyonya
majikannya itu “Sudah rapi memangnya mau
kemana ?”
“O.aku
ada urusan Bik,pengen keluar sebentar tadi ku lihat di kamar Ve nggak ada
Bik,apa dia tidur di kamarmu Bik?”ucap Nyonya Sastroyo sedikit penasaran
“Eh
anu ia Nyah non Via tadi malam tidur sama Bibik ,kata Non Via pengen saja tidur
sama Bibik “Bik Isah coba menjawab seadanya.Seolah-olah ia menutupi sesuatu
dari Nyonya nya sementara Nyonya Sastroyo sudah melihat langsung dengan mata
kepala nya kejadian tadi malam dimana putri nya berjuang melewati masa
kritisnya dari kecanduan obat-obat terlarang .
“Bik,nanti
kalau di tanyak Via bilang saja saya ada urusan sedikit di tempat teman
lama,jangan lupa bilang sama Via untuk sarapan pagi,tuh Taxi yang saya telepon
tadi sudah datang,saya pergi dulu,Assalamu’alaikum Bik”
“Waa’alaikumsalam
Nyonya,baik Nyonya pesan Nyonya akan saya sampaikan, hati-hati di jalan ya
Nyah”sahut Bik Isah
Nyonya Sastroyo pun brjalan
pelan menuju halaman depan rumah nya,di
depan Taxi yang di pesan oleh Nyonya Sastroyo menanti dan Nyonya Sastroyo pun
masuk ke dalam Taxi tersebut.kendaraan itu pun
melaju menujujaln raya .
Taxi yang di tumpangi Nyonya
Sastroyo berhenti didepan rumah yang tertata rapi. Rumah tersebut adalah milik
Dokter Handoyo.Hari masih pagi Dokter Handoyo belum berangkat Tugas menuju
Rumah Sakit. Melihat yang datang adalah istri sahabatnya hati Dokter Handoyo
dan Isterinya sangat senang dan gembira. Dokter Handoyo menjabat tangan Nyonnya
Sastroyo sembari bertanya kabar sahabatnya sementara isteri Dokter Handoyo dan
Nyonya Sastroyo saling berpelukan di ruang tamu mereka saling bertukar cerita
tentang kabar dan keadaan mereka masing-masing setelah suasanya agak hening
barulah Nyonya Sastroyo memulai inti pembicaraanya pada sahabatnya itu. Air
mata mengalir deras di pipi Nyonya Sastroyo disaat ia menjelaskan semua apa
yang ia lihat semalam Nyonya Sastroyo berkesimpulan bahwa Via putri nya telah
menjadi pecandu obat-obat terlarang ,istri Dokter Handoyo merangkul Nyonya
Sastroyo dari matanya pun menetes butir-butir air mata. Dokter handoko hanya
termenung dalam hati,ia berkata “ternyata benar adanya kabar yang beredar
selama ini bahwa Via sering menggunakan obat-obat terlarang “
Sebenarnya Dokter handoyo akan
mengambil tindakan melihat keadaan putri sahabatnya ini, Nyonya Sastroyo
berpesan kepada Dokter Handoyo agar tidak menceritakan ini semua pada papanya
Via mengingat papanya Via mempunyai penyakit Serangan jantung maka Nyonya
Sastroyo tidak mau terjadi hal-hal yang tidak di inginkan,Nanti setelah papanya
Via mendengar semua ini.
Dokter Handoyo hanya
mengangguk-mengangguk pelan,ia menganalisa dari cerita Nyonya Sastroyo maka
Dokter Handoyo menarik kesimpulan dan menjelaskan kepada Nyonya Sastroyo bahwa
sebenarnya disaat ini Via ingin coba untuk melepaskan dirinya dari jerat
obat-obat an terlarang itu menunjukan bahwa sedikit banyak Via mulai berfikiran
jernih jadi yang terpenting saat ini Nyonya Sastroyo selalu menemaninya dan
dan harus ada di sisinya biarlah dulu
Via menganggap Nyonya Sastroyo tidak mengetahui keadaan dirinya namun teruslah berkomunikasi kepada Bik Isah
tentang kondisi Via. Setelah panjang lebar mendengar kan penjelasan Dokter
Handoyo,Nyonya Sastroyo pun kembali kerumahnya. Dirumah Nyonya Sastroyo
menceritakan semuanya pada Bik Isah. Mereka dapat leluasa karena Via telah
berangkat tugas di Rumah Sakit Bik Isah paham dan mengerti apa yang di jelaskan
dan disarankan majikannya tak lupa Nyonya Sastroyo menelpon suaminya mencari
alasaan yang tepat agar dapat lebih lama menemani putrinya,sang sumi pun
akhirnya mengizinkan permintaan si isteri.
Seperti sore ini setelah Via pulang
dari Rumah Sakit dan telah beristirahat sejenak nyonya Sastroyo mengajak
putrinya untuk bersepeda santai mengitari taman-taman kota dengan antusias Via
menganggapi nya,Nyonya Sastroyo berusaha sedekat mungkin dengan Via dengan
saling bercerita, bercanda , tertawa dan bahagia,Via seolah-olah menemukan
ketentraman hati dan kenyamanan jiwa.Ia seakan menjalani kehidupan yang baru penuh dengan nuansa cinta yang
terpancar dari Cakrawala kedamaian dalam
hati Via berjanji bahwa ia ingin sembuh ,ingin keluar dari lingkaran yang
selama ini menyesatkannya ia meminta Bik Isah untuk menemaninya tidur di
kamarnya,Via yakin pasti mamanya tak akan curiga karna memang dari kecil Bik
Isah yang sering menemani nya tidur.Seperti malam sebelumnya malam ini pun Via
pun kembali terbangun dan tersentak dalam keadaan menggigil ia terhenyak dan
terhanyut mendapati Bik Isah sedang
melaksanakan sholat tahajud ,Via menarik selimut dan menyelimuti tubuhnya
sambil duduk di tepi pembaringan.Selesai sholat Bik Isah menghampiri dan
mendekap Via”Non kedinginan!.menggigil lagi?”ucap Bik Isah khawatir.
“iiiya biiik,Ve nggak kuat
,tolong Ve Bik !”dengan suara terbata Ve menjawab apa yang ditanyakan Bik Isah
.Bik Isah mempererat dekapan nya dengan setengah berbisik Bik Isah berkata
“maaf kan Bibik Ve,Bibik bukan orang pintar,Bibik tidak tau obat apa yang harus
di beri agar Ve lekas sembuh,tapi jika mau cobalah sholat tahajud minta
petunjuk darinya,mudah-mudahan tuhan mendengar doa Ve dan menolong Ve melewati
semua ini”
Berkaca-kaca mata Ve mendengar
perkataan Bik Isah perkataan tulus seoran ibu yang sangat mengkhawatirkan
anaknya .Sambil mengangguk pelan Ve berujar “Temani Ve ya Bik,Ve mau Sholat
Tahajud”.
Sebutir air tergenang di kelopak
mata yang telah menua, terenyuh hati Bik Isah menatap pilu wajah putri majikan
nya itu,dengan tetap mendekap Ve , Bik
Isah menemani Ve untuk berwudhu memenuju kamar mandi yang terdapat di ruang
kamar tidur Ve,dengan kekhusukan yang mendalam ia melaksanakan Shalat Tahajud
ditemani Bik isah yang duduk tak jauh dari Ve melaksanakan sholat.
Selesai
sholat Ve merasa lebih tenang tubuhnya yang tadi menggigil berangsur normal.
“
Jika non masih merasa belum ngantuk cobalah untuk mengaji barang satu atau dua
baris”
Ve hanya mengangguk pelan dan ia
pun menuruti saran Bik Isah. Suara lantunan ayat suci yang dengungkan Via
memecah di kesunyian malam menggetarkan pilar sukma bagi yang mendengarnya dan muara ketenangan bagi
yang meresapinya.
Ve melewati malam-malam sulitnya
dengan berserah diri kepada Yang Maha Kuasa. Bik Isah selalu menceritakan
perkembangan-perkembangan yang terjadi selama ini secara detail kepada Nyonya
Sastroyo, tak henti-hentinya Nyonya Sastroyo memanjatkan puji syukur kehadirat
Allah SWT yang telah mendengar semua doanya, dan membukakan pintu hati
putrinya. Untuk menapak hidup ke jalan yang lebih baik, jalan yang Engkau
ridhoi.
Kini Viapun lebih aktif di
seminar-seminar terbuka berdedikasi penuh dalam tugasnya, sebagai juru bicara
pada seminarnya membuatnya lebih menghargai hidupnya. Pernah beberapa kali Ve
bertemu dengan teman-temannya dan mantan-mantan pacarnya, tanpa disengaja baik
itu di mall, restoran atau tempat-tempat lainnya. Namun dengan gaya bicara Ve
yang halus, tegas dan berwibawa menandakan bahwa bukanlah Ve yang dulu mereka
kenal digemerlapnya dunia malam, Akhirnya satu persatu merekapun mundur
teratur, Ve juga sempat menanyakan kabar Lusi kepada teman-temannya, namun
diantara mereka tiada satupun yang tahu kabar Lusi, dalam hati Ve selalu berdoa
semoga Lusi diberi hidayah oleh Yang Maha Kuasa.
Kurang lebih 3 bulan Nyonya Sastroyo
menemani Ve, akhirnya dengan berat Nyonya Sastroyo mengatakan bahwa ia harus
kembali keluar negeri menemani suaminya, Bik Isah meyakinkan majikannya dan
berjanji selalu memperhatikan Via, Viapun memberikan penjelasan yang membuat
mamanya tidak lagi merasa khawatir. Dalam hati nyonya sastroyo berjanji
perginya kali ini tidak lama, pergi untuk kembali, kembali selamanya di sini,
dirumah ini dengan mengajak suaminya untuk memindahkan perusahaan mereka ke
dalam negeri berkumpul bersama-sama disini.
Dengan senyum penuh makna Via
melepaskan kepergian ibunya di bandara, Bik Isah ikut serta, ia pun
melambai-lambaikan tangannya. Nyonya Sastroyo membalas tersenyum dan
melambaikan tangannya dengan semangat. Viapun kembali dalam kesibukannya dalam
dunia barunya. Selesai bertugas di rumah sakit tempat dimana ia ditempatkan,
Via menyempatkan diri untuk melakukan kegiatan – kegiatan yang positif. Disela
– sela kesibukannya Via tetap menjalankan shalat lima waktu dan tanpa lupa
setiap malam melaksanakan shalat tahajud.
Rintik hujan disore itu membasahi
dedaunan, dahan-dahan, perpohonan dan jalan. Saat ini memang musim penghujan
jalanan becek, rintiknya seakan tak kenal kompromi kapan ia akan turun rintik
itu tak pernah memberi tahu lebih dulu.
Ve masih bersyukur ketika ia tiba
dirumah langit masih mendung, karena tak begitu lama ia tiba, rintik hujan
sudah jatuh kebumi. Sambil beristirahat di ruang depan bertemankan secangkir
teh hangat, Ve menatap langit yang kelabu. Tak lama telepon seluler yang berada
di saku bajunya berbunyi, Viapun merogoh sakunya dan melihat nama pemanggil
lalu mengangkatnya.
“ Hallo pak, Assalamu’alaikum”, ujar
Ve. “ Wa’alaikumsalam, begini Ve saat ini kamu lagi dimana” jawab sipenelpon
yang ternyata dokter Handoyo.
“
Saya dirumah pak. Ada perlu apa ya pak?”,
“
Begini Ve, kalau bisa kamu secepatnya ke rumah sakit, ada berita penting”
“
Iya pak, segera saya ke sana”
“
Oke Ve, Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam”
jawab Ve sambil menutup telepon selulernya.
Kepada Bik Isah Via mengatakan bahwa
ia akan pergi kembali ke rumah sakit. Bik Isah mengiyakan tak lupa berpesan
agar Via berhati-hati berkendaraan di jalan raya mengingat keadaan sekarang
adalah musim penghujan yang rawan akan kecelakaan.
Sedan putihpun meluncur di jalan
raya. Setibanya di rumah sakit Via mendapati satu ruangan yang penuh sesak
dengan orang-orang. Viapun mendekati ruangan tersebut. Disana Via bertemu
dengan dokter Handoyo, Dokter Handoyo membawa Via mendekati tubuh yang tertutup
dengan kain putih perlahan dokter Handoyo membuka kain penutup wajah tersebut,
Via tercekat ketika melihat wajah itu. Wajah yang sangat dikenalnya, seorang
sahabat yang pernah memperkenalkan ia pada dunia malam, ternyata mayat yang
berbujur kaku tersebut adalah Lusi, Ve menengis melihat keadaan sahabatnya
tersebut, Ve tidak pernak menduga jika sahabatnya ini pergi menghadap Ilahi
dalam keadaan seperti ini. Tidak begitu lama pihak kepolisian pun mengambil
jenazah Lusi untuk dibawa kerumah sakit pihak kepolisian guna penyelidikan
menurut analisa sementara Lusi meninggal di bunuh dengan cara mencekokinya
obat-obatan terlarang ,sebelum ia menyegang nyawa Lusi juga mengalami kekerasan
Seksual dari sang Pelaku mudah-mudahan dalam waktu dekat si pelaku dapat di
tangkap ,karena pihak kepolisian telah mengantongi nama-nama dan identitas para
Pelaku yang di dapat mereka dari Resepsionist Hotel tempat kejadian perkara.
Ve terus menangis , di ujung Koridor seorang Laki-laki memanggil namanya”Alivia Ujar
Pemuda itu.Dengan Lemah Ve menoleh kearah suara yang memanggil namanya ia hanya
tertegun ketika ia memberi sebuah buku
biru muda padanya.”aku Lukman pengurus mussholla dekat persimpangan jalan
menuju rumah mu,ia menitipkan Buku ini pada ku,untuk di serahkan pada mu”ujar
Pemuda itu sambil menyerahkan kepada dirinya. Sorot mata lelaki itu sama dengan sorot mata Via yang
dirudung kedukaan yang mendalam.“Terima Kasih ” hanya itu yang terucap dari
bibir Via,Pemuda yang bernama Lukman itu pun berlari darinya.Ve pun kembali
melanjutkan perjalanan nya pulang kerumah di temani seorang Perawat yang mengendarai Sedan
putihnya,
Sehari setelah kejadian para Pelaku
Pembunuhan tertangkap Pelaku tersebut berjumlah 4 orang dan Motif Pembunuhan
pun terungkap di Anulir salah satu dari Pelaku adalah Mantan Kekasih Korban
yang merasa Cintanya di Khianati . Untuk menghilangkan jejak mereka mencekoki
Korban dengan Obat-obatan terlarang jenis Shabu –Shabu,agar masyarakat
mengira Korban meninggal karna Kelebihan
Dosis dalam penggunaan obat-obatan terlarang setelah mengadakan Pesta Sek. Dan
Obat-obatan itu.
Mendengar kabar bahwa para Pelaku
sudah tertangkap perasaan Ve sudah sedikit Lega,Ve juga mendoakan semoga arwah
Lusi dapat di terima yang Maha Kuasa dengan Tenang di alamnya. Ve pun mmbuka
lembar demi lembar buku yang berwarna biru muda tak lain Buku Diary Lusi Buku itu sudah sedikit kusam dari tulisan
Lusi Ve tau buku itu ia tulis dari ia
duduk di Bangku Sekolah Menengah Atas.Ve seakan Larut ke masa silam sewaktu
mereka masih berseragam putih abu-abu ,di catatannya Lusi menceritakan
Kekosongan dan kehampaan jiwanya akan kurangnya kasih sayang dan perhatian dari
kedua orang tuanya yang sibuk mengejar harta duniawi ,Lusi yang tumbuh sebagai
gadis remaja beranggapan bahwa Rupiah dapat membeli segalanya,ia selalu
menghamburkan Rupiah demi meraih kesenangan semata.Ve tau kalau Lusi dulu
sering bolos sekolah, padahal sebenarnya Lusi tergolong anak yang pintar hanya
saja Lusi malas belajar dan terlalu terhanyut dalam dunianya ini terbukti dari
Puisi-puisi atau Cerpen-cerpen yang ditulis Lusi selalu terpilih sebagai
Pemenang Pertama baik di Sekolah maupun di Antar Sekolah. Semenjak lulus dari sekolah
Lusi jarang menulis di buku hariannya. Perjalanan hidupnya ia rangkum dalam
bait puisi.
Ve dengan seksama membaca setiap Puisi-puisi
yang ditulis oleh Lusi. Di buku hariannya,Ve berusaha mengupas makna yang
terkandung dalam puisi dan sajak tersebut. Mencari tau makna dan tujuan si
Penulis.Ve pun larut dalam lautan aksara yang dirangkai Lusi mengarungi rasa
hatinya.
“Jemput Aku”
“Aku
belum melangkah
Masih
di tempat semula
Hanya
melempar kerling
Terkadang basah
Terkadang biasa
Tak jarang kering
Aku
belum sudah
Selagi
berdiri
Aku
goyah
Jemput aku
Yang mengharap dekap hangat
Tangan cinta
“Bara Rupiah”
“Di
tengah hiruk pikuk gegap suara
Aku
sendiri
Di
tengah jerit pikuk rasa
Aku
sepi
Mencari
nyala di gelap buta
Kudapati
sementara
Sinar
yang kelak sirna
Kulingkari
diri
Dari
nyala api
Yang
memerah Bara Rupiah
Aku
menabuh-nabuhnya
Bara
Rupiah menjadi abu
Dari
helai kini hilang sudah
“Peluk Mimpi”
“Lihatlah
aku menari
Tarian jiwa kekosongan hati
Lenggokan rasa kehampaan cinta
Dengarlah
aku bernyanyi
Nyanyia tawa kekeringan sanubari
Senandung canda di serpihan kalbunya
Mencari
dibawah siraman sinar rembulan
Bernyanyi
diantara kerlip bintang
Malam
bagi ku penuh arti
Membawa
diri dalam peluk mimpi
Mimpi
yang tak pernah ku tau
Kapan
berakhir”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar