Kamis, 28 Maret 2013

NEKTAR CINTA Bag. 1



“SEKAPUR SIRIH ATAU KATA PENGANTAR”
           
            Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT, saya ucapkan atas selesainya penulisan novel ini. Tanpa ridho dan petunjuk darinya mustahil buku ini dapat dirampungkan, tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada teman – teman yang membantu dalam menyelesaikan novel ini.
            Buku ini bercerita tentang perjuangan anak manusia dari keterpurukannya atas gejolak gemerlap dunia malam laksana nektar sari bunga yang di hisap lebah ia mengambil pelajaran hidupnya.

                                                                                    Kisaran, Maret 2013
                                                                                                                     Penulis

                                                                                                             Iwan Sekopdarat




























 “ Jika nanti pada waktunya engkau berada di surge maka ceritakan padaku bukan cerita keindahan dan kemewahan surga namun ceritakanlah apa-apa saja yang dulu kau perbuat selagi hidup di dunia”
“ aku tak pernah memintamu untuk menjadi seorang peri ataupun bidadari khayangan yang dapat membawaku terbang hingga ke langit biru karena dengan engkau tersenyum telah membuat jiwa ini terbang dan melambung lebih dari langir biru”
“andai engkau bertanya seberapa besar aku merindu maka lihatlah pada bayangmu sendiri adakah ia enggan pergi darimu ?”
“Jika engkau sulit mencerna apa yang engkau baca maka cubalah kau membaca disaat banyak mata terpejam lena”
“ Saat dimana engkau merasa sesuatu itu menjadi kesenanganmu, maka berhati-hatilah karena nantinya sesuatu itu juga yang akan menjadi kesedihanmu “
“Yang engkau lihat indah dimata dan manis dirasa belum tentu nyaman di hatimu”
“ Yang dilihat mata terang pada siang dan gelap pada malam maka dilihat hati terang pada pikiran tanpa pembatas siang ataupun malam”
“ Kemana angan itu bermuara kalau tidak pikiran yang di hulu “
“untuk melihat hati lihatlah dari tingkah laku dan budi pekerti “
“ Seorang pemimpi adalah seorang yang slalu berharap itu terjadi “
“ Carilah olehmu seorang sahabat yang berpikiran selangkah lebih maju”
“Carilah olehmu seorang kekasih yang tidak memperbandingkan harta maupun tahta dengan apa yang ia cinta”
“Jangan berharap lebih jika melakukannya dengan separuh hati “

Cipt. Iwan sekopdarat
“ DiSini Di Hati ini “
Dan masih aku disini untuk dirimu
Tetap disini hanya untukmu
Slalu disini
Dan masih.. namamu indah di dalam hati
Tiada yang lain tak kan terganti
Dalam sanubari
Selaksa sejuk embun pagi hari
Kau usap lembut jiwa ini
Bagai suara terngiang dirasa
Aku kan disini
Reff..
Dan masih disini, tetaplah disini
Hanya untuk dirimu,….aku disini
Dan masihlah ada, yang terukir indah
Hanya namamu saja
Yang aku cinta..
Disini … dihati ini
( lagu Ini di hati dapat dilihat dan didengar di youtube di percarian iwansekopdarat)

Cipt. Iwan sekopdarat
“ Karena Kau Duniaku “
Diperjalanan hidupku yang tak sempurna ini…
Disamudra rasa cinta dalam rinduku ini
Kemilauan permata keindahan dunia…
Memiliki dirimu lebih dari segalanya


Ref.
Walau keindahan dunia
Tak dapat ku miliki semuanya
Namun mencintai dirimu
Sudah cukup ku miliki sgalanya

Jika kau bertanya
Tentang keindahan dunia
Mencintai dirimu
Keindahan dunia bagiku
Karna kaulah duniaku

( lagu karena kau duniaku dapat dilihat dan didengar di youtube dipencarian iwansekodarat )

“ Itu aku “

Itu aku…
Yang kau sebut duka
Jerit sahut nestapa
Memandang lara
            Itu aku..
            Yang kau sebut hanya
            Desah lirih Cuma
            Melirik hampa
Itu aku…
Yang kau sebut bahagia
Sumringah tertawa
Derai canda
            Itu aku…
            Yang kau sebut benci
            Mencicit hati
            Berderak menjadi
Itu aku …
Yang kau sebut curiga
Bertanya juga
Sebagaimana rasa
            Itu aku…
            Yang kau sebut nektar cinta

NEKTAR CINTA
Sang rembulan sudah hampir terpelanting ditelapak fajar, geliat sang malam seolah enggan hengkang dari gemerlapnya, di sudut kota metropolitan tepatnya disebuah diskotik alunan music masih menggema namun suaranya tidak sekeras dan sedahsyat pada jam-jam sebelumnya, satu persatu para pengunjung tempat hiburan telah berpulangan tinggallah beberapa orang saja yang masih bertahan berdansa seadanya, mengikuti alunan musik yang beraliran jazz tersebut. Malam ini Via dan Lusi mengadakan party. Mereka mengundang beberapa teman yang dianggap sehati untuk bergabung di pestanya . Rata-rata dari golongan berada dan kalangan borjuis. Dipenutup acara + pukul 4 subuh Via diberi pelukan dan kecupan hangat dari teman-temannya sebagai tandaucapan selamat ulang tahun untuknya. Lusi mengantar Via pulang ke rumah, tidak seperti malam-malam sebelumnya , malam ini nampaknya Via mabuk berat, selain banyak minum Via juga mengkonsumsi obat-obatan terlarang dengan jumlah yang tidak sedikit. Sudah berbagai jenis ia coba dari ekstasi, ganja, sabu-sabu, heroin sampai produk terbarupun ia coba. Semua yang dianggap orang awam adalah racun dan barang haram bagi Via adalah surge, surga dimana ia merasa bahagia walaupun hanya sesaat sekalipun dengan cara sesat di persimpangan jalan menuju rumahnya sayup tersengar suara azan subuh berkumandang dari musholla yang tida begitu besar  berada tak jauh dari persimpangan itu sedan putih Via yang dikemudikan Lusi meluncur dengan cepat meninggalkan bunyi mencicit dari ban belakang sedan putih tersebut, di dalam mobil Via menggerutu “ Lus, tu orang apa kurang kerjaan, teriak-teriak pakai mikropon lagi, kan gak diteriakin juga orang sudah tau kalau jam segini waktunya shalat subuh”. “ ha…ha…ha… ia tu orang kurang kerjaan kali, tapi ngomong-ngomong suaranya itu keren lo Ve, melengking end menggema, bisa dong kapan-kapan kita undang menjadi Dj di diskotik langganan kita, he…he…he…” Lusi yang juga dalam keadaan on namun tidak separah Via menimpali perkataan Via sambil tertawa.
“ Gila, jitu juga cerita loe Lus, ntar kapan-kapan kita undang tu orang, ha…ha…ha…” jawab Via seadanya sambil ikut tertawa.
“ Lu gak usah pulang Lus, tidur rumah gue aja lagi tanggung nih, di saku gue masih ada saku paket, kita pake baramg” ucap Via sambil merogoh saku celananya memastikan keberadaan barang tersebut. “ Oke Bos “ jawab Lusi mantap.
Setibanya di rumah kembali Via dan Lusi mengkonsumsi obat terlarang tersebut. Merekapun akhirnya tertidur, setelah dengan paksa merenggut mimpi yang mereka anggap indah.
Matahari telah meninggi terik sinarnya membakar bumi, Via tersentak dari tidurnya denga gaun pesta yang melekat di tubuh yang belum sempat ia tukar semalam. Via mendapat secarik kertas yang ditulis sahabatnya, “ Ve, sorry aku pulang dulu ya, gak enak membangunkan loe , nanti malam kita ketemu di tempat biasa, sahabatmu Lusi “.
Via hanya  tersenyum-senyum kecil sambil melipat-lipat secarik kertas yang ditulis sahabatnya. Masih terbayang wajah dan pelukan Dilo yang baru seminggu dikenalnya. Selain mengkonsumsi obat-obat terlarang Via juga gemar gonta ganti pasangan, Via berkencan dengan siapa saja selagi ia merasa nyaman. 3 tahun belakangan ini Via kenal dengan dunia malam dan segala gemerlap yang ada di dalamnya dari sahabat SMAnya dulu Lusi yang mengenalkan ia pada dunia malam
Sewaktu SMA Via selalu menjaga jarak untuk berteman dengan Lusi, karena Via memang sudah tabiat Lusi namun mengapa disaat ia terluka hanya Lusilah yang dianggap Via mengerti keadaannya.
Tanpa sengaja ia bertemu dengan LUsi, dengan sedikit bercerita kegundahan hatinya. Lusipun yang mendengar kelukaan hati Via menawarkan kemilauan dunia malam yang dianggapnya ketenangan jiwa, dan mengkonsumsi obat-obat terlarang, minum-minuman keras sampai gonta-ganti pasangan. Via yang hatinya gamang akhirnya merasa nyaman dengan apa yang ditawarkan Lusi .
Via yang dari keluarga berada dengan orang tua yang super sibuk mengurus bisnisnya dari dulu selalu berhati-hati dalam bergaul dari dahulu Via selalu mewaspadai dirinya agar tidak terjerumus di dalam pergaulan yang tidak menyehatkan, ini terbukti dengan ia rajin belajar di sekolah. Dulu Via termasuk siswi paling cerdas, sekalipun ditemani bik Isah pembantunya, Via yang kurang mendapat perhatiandan kasih saying dari orang tuanya selalu menyibukkan dirinya dengan belajar dan belajar guna mengisi kekosongan hatinya, Viapun tidak terlalu menyalahkan kedua orang tuanya yang selalu sibuk dengan urusan mereka, bagi Via semua yang dilakukan orang tuanya semata-mata untuk membahagiakan Via, anak mereka satu-satunya. Viapun sering membaca buku yang mengisahkan seorang anak broken home, yang kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tua mereka, karena orang tua mereka terlalu sibuk dengna urusan mereka hingga si anak mencari ketenangan dan kedamaian jiwa dengan cara yang salah.
Dan Via mau itu terjadi pada dirinya. Dengan prestasinya Via ingin membuat bangga kedua orang tuanya, Via tidak ingin dikatakan anak yang cengeng. Dari Bik Isah lah Via belajar sholat dan mengaji. Sementara pemahamannya Via lebih sering membacanya dibuku, karena Bik Isah yang tidak tamat sekolah dasar tidak begitu mengerti secara rinci dan detail menerangkan hakikat dari shalat dan mengaji itu.
Via yang akhirnya lulus SMA dengan nilai yang sangat memuaskan tidak begitu sulit baginya untuk mendaftar di perguruan tinggi negeri. Selain cerdas keuangan menunjang maka dengan mudah Via masuk di fakultas kedokteran, Via belajar dengan sungguh-sungguh. Ia mengambil di bidang ahli bedah, dan diperguruan tinggi inilah Via baru mengenal cinta. Seorang Mahasiswa di fakultas Pertanian telah mencuri hatinya. Setelah Via mengenal Hendra lebih dekat, barulah Via menerima Hendra menjadi kekasihnya. Hendta anak baik, pendiam dan cerda, hubungan mereka diketahui kedua orang tua mereka, dan merestui dengan antusias hubungan tersebut. Via merasa hidupnya bahagia dengann adanya Hendra kekasihnya yang selalu menemani hari-hari sepinya, dan dalam hubungan percintaan mereka baik Via ataupun Hendra selalu menjaga diri dan tidak melakukan norma-norma yang dilarang agama.
Via dan Hendra pun dapat mulus menyelesaikan kuliahnya. Via seorang dokter ahli bedah akhirnya dipersunting Hendra seorang insinyur pertanian. Acara pernikahan mereka dihadiri ribuan tamu undangan dari kedua belah pihak. Diwajah Via dan Hendra terpancar kebahagian yang tak pernah padam. Begitu juga dengan wajah orang tua mereka yang selalu berseri menandakan keceriaan yang sukar dilukiskan. Pesta megah yang berlangsung dengan suka cita, Via yang telah menjadi istri Hendra bertugas dan ditempatkan di rumah sakit  ternama kenalan orang tuanya. Bertugas dengan tulus dan sungguh – sungguh ditempat dimana ia ditugaskan. Begitu juga dengan Hendra yang kini telah diterima  sebagai PNS di bidang pertanian. Hari-hari mereka selalu diwarnai dengan kebahagiaan, canda tawa menghiasi rumah mungil mereka. Namun itu tidak bertahan lama, setelah + 3 tahun membina rumah tangga, Hendra dan Via belum juga dikaruniai seorang anak padahal orang tua mereka sudah sangat menginginkan cucu atau anak dari mereka.
Setelah terus menerus didesak akhirnya Hendra dan Via mengambil kesimpulan untuk memeriksakan diri mereka di rumah sakit tempat dimana Via bertugas, kepada seorang dokter kandungan yang tak lain sahabat Via sendiri. Dalam hari Via berkata, “ seandainya kelak Hendra yang dinyatakan mandul maka dengan ikhlas Via menerimanya dan tetap menganggap Hendra suaminya walau kelak ia harus mengangkat seorang anak,Via ikhlas, namun sebaliknya jikalau ia yang dinyatakan mandul apakah Hendra tetap menerima kekurangannya dan mengutarakan apa yang dipikirannya kepada Hendra dengan tersenyum. Hendrapun mejawab sama dengan apa yang dipikirkan Via. Viapun merasa nyama dan tenang sambil menyandarkan kepalanya di bahu suami tercinta.
Setelah menjalani pemeriksaan dan melalui tahapan-tahapan tersebut, bumi terasa bergoncang, berputar bahkan gelap bagi Via, disaat dokter Lara sahabatnya menyatakan bahwa ia positif mandul, Via seakan hilang semangat tak ada lagi muka yang akan ditunjukkan pada Hendra dan orang tuanya. Via merasa bumi berhenti berputar, dan ia tak ubah tiang hampa yang bernyawa tanpa sanggup memberikan keturunan kepada suaminya tercinta. Via tak ubahnya kuncup ragu mekar yang layu sebelum berkembang dan gugur di ranting yang rapuh dan kering hanya tinggal helai atau keping berserakan di tanah gersang diusap butir-butir debu.
Sekalipun menguatkan dan meyakinkan Via, bahwa ia tetap setia, namun kemelut tidak berakhir sampai disitu. Setelah orang tua Hendra mendengar semuanya maka mereka bersikeras untuk menikahkan Hendra kembali dengan seorang wanita baik itu disetujui oleh Via atau tidak. Orang tua Hendra tidak ingin Hendra dan Via mengangkat seorang anak, mereka ingin seorang cucu dari darah dagingnya sendiri. Hendra yang dihadapi dua pilihan seakan tak berdaya antara megikuti keinginan keras orang tuanya atau bertahan dengan prinsip yang telah ia ucapkan pada Via. Via hanya tertunduk lesu mendengar ia akan dimadu, bak palu besar menimpa kepalanya akan kenyataan merelakan cintanya membagi kasih dengan yang lain.
Dengan ketidak berdayaannya Hendrapun akhirnya megikuti keputusan orang tuanya yang menikahkannya dengan anak kenalan mereka, dan itu sangat menyakitkan hati Via, bahkan lebih menyakitkan dan menggores hati Via adalah anak dari kenalan Hendra tak lain tak bukan sahabat Via sendiri yaitu dokter Lara, Lara yang tak sanggup menolak keainginan orang tuanya dan tak ingin menyakiti perasaan Via sahabatnya akhirnya menerima Hendra menjadi suaminya. Sebelum akad nikah dilaksanakan Lara bersimpuh meminta maaf sebesar-besarnnya kepada Via atas ketidakrelaannya, Via hanya menatap hampa satu senyum patah yang coba terukir diwajah Via teriring  ucap lirih agar Lara dapat membahagiakan Hendra. Viapun merangkul Lara, berhamburan tangis dari kelopak mata mereka berdua. Tangis kelukaan kekecewaan dan ketidakberdayaan membanjiri kamar Via, dan dengan memantapkan hati Viapun meminta perceraian dari Hendra, menurut Via untuk semuanya biarlah ia yang mengalah dengan ketidakberdayaannya dengan berat hati Hendrapun menyanggupinya. Inilah kesalahan kedua terbesar yang dilakukan Hendra dalam hidupnya, Hendra tidak pernah berusaha mempertahankan cintanya.
Resmilah akhirnya Via menyandang status janda dengan kelukaan yang tidak terhingga, kedua orang tua Via yang mendengar kemelut di keluarga putrinya segera kembali ke tanah air. Kedua orang tua Via tidak dapat berbuat banyak. Setelah mendengar semua cerita dari putrinya, yang dilakukan mereka hanyalah menghibur hati putri semata wayang mereka. Dua hari karena panggilan mendadak ayah Viapun kembali keluar negeri, hanya ibunya saja yang menemani Via. Ibunya menemani Via untuk menenangkan diri sejenak dengan membawa Via berlibur ke pulau dewata, Bali. Via dan ibunya berencana berlibut + dua minggu namun baru 3 hari mereka di bali ibunya dapat panggilan mendadak yang tak bisa ditunda untuk kembali luar negeri. Dengan berat hati akhirnya sang ibu pergi meninggalkan Via sendiri di pulau Bali. Memang Via bukanlah anak kecil lagi atau seorang yang cengeng, namun disaat-saat ini ia sangat membutuhkan teman, ibunya hanya berpesan agar ia tabah dan kuat menjalani semua ini.
Di hotel tempat dimana Via menginap inilah Via bertemu Lusi, teman sewaktu di SMA dulu dan dari sinilah awal Via berkenalan dengan dunia malam yang ditawarkan Lusi. Awalnya Via merasa risih dan janggal namun mendengar sugesti-sugesti dari Lusi akhirnya Via terbiasa. Malah saat ini boleh dikatakan Via lebih gila dari Lusi. Jika Lusi menghabiskan segelas minuman keras dalam waktu berjam-jam maka Via menghabiskan segelas minuman keras dalam satu napas tegukan saja. Dan soal gonta-ganti pasangan Via lebih banyak koleksinya dari Lusi, dalam hati Lusi merasa menang dapat membawa Via ke dunia malam yang dulu sangat di benci oleh Via. Sementara bagi Via dalam kelukaan hatinya menilai lelaki sama saja didunia, yang akan mencampakkan dia ketika tahu dirinya mandul. Via mengartikan cinta dalam sudut pandang yang salah dengan kecantikan yang ia miliki dan keberlimpahannya harta begitu mudahnya Via gonta-ganti pasangan. Disaat lelaki yang jadi kekasihnya berharap penuh cintanya maka dengan mudahknya Via mencampakkan lelaki tersebut. Seolah – olah Via ingin memberitahukan bagaimana besar kelukaan hati itu, apa yang dulu dirasakan Via dapat dirasakan lelaki yang menjemput kekasihnya.
Sementara obat – obat terlarang yang terbilang tak murah bagi Via tidak begitu dipermasalahkan. Selain ia bekerja iapun selalu mendapat kiriman dari kedua orang tuanya. Viapun terjebak di kubangan pergaulan bebas dan pecandu obat-obat terlarang. Via seakan menyalahkan Sang Pencipta yang menganugerahkan cinta namun alpa pada seorang hambanya. Bagi Via cinta hanyalah kebohongan semata yang tidak berpendirian seperti Hendra mantan suaminya.Jauh dilubuk hati Via sebenarnya ia sangat membutuhkan ketenangan jiwa, ketulusan cinta namun Via pesimis adakah cinta yang tulus menghampiri dirinya kelak setelah tahu keadaan yang menimpa dirinya.
Via mematung bisu termangu di sudut tempat tidurnya tersentak mendengar batukan kecil dengan suara berdehem bik Isah pembantunya
“ eh bik, ada apa ?”
“ anu non, dari tadi Bik Isah lihat non lama terduduk termenung di tempat tidur,kirain masih ngantuk, eh nggak taunya ada setetes air mata jatuh di pipi non ”, ujar bik Isah dengan hati – hati tak ingin membuat via marah, karena semenjak bercerai dari Hendra dan mengenal dunia malam Via sering berbicara agak kasar kepada bik Isah. Bik Isah hanya dapat mengurut dada dan mengerti dengan keadaan anak majikannya itu. Hati bik Isah terluka melihat nasib yang di derita Via, karena dari kecil bik Isahlah yang mengasuh Via, sekalipun Via bukan anak kandungnya sendiri, Bik Isalah lebih tau keadaan Via dari orang tuanya.
“ Ah ngak apa-apa kok Bik Isah, mungkin kurang tidur” jawab Via pelan. Ia coba tersenyum kepada Bik Isah dalam hatinya Via merasa berdosa karena belakangan ini selalu bersikap agak kasar kepada Bik Isah. Bagi Via walaupun Bik Isah pembantu, Bik Isah juga telah sangat berjasa atas dirinya. Via seakan ingin menembus semua kesalahannya dengan bersikap lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Bik Isahpun balas tersenyum dalam hati tak henti-henti ia mengucap syukur kepada Yang Maha Kuasa, setelah melihat Via tersenyum dengan tulus yang jarang ia temukan senyuman itu lagi.
Kembali Bik Isah berujar, “ anu non tadi dokter Handoyo nelpon, mengingatkan non bahwa nanti jam 2 ada operasi pasien, non ditunggu di rumah sakit, Bibik bilang non kurang sehat badan dan lagi tidur nanti saja telpon lagi. Saya kurang enak membangunkan non.”
“Ooo”, hanya itu yang terucap dari bibir mungil Via. Ia melirik ke arah jam kecil yang berada di atas meja riasnya. Waktu masih menunjukkan pukul 12.30 berarti masih sempat ia berbenah dan berangkat kerumah sakit dimana ia  bertugas. Viapun menelpon dokter Handoyo pemilik rumah sakit ternama sahabat orang tua Via, ia menyanggupi untuk dating nanti ke rumah sakit dan melakukan operasi tersebut. Viapun beranjak dari tidurnya bergegas ingin berbenah-benah, Bik Isah masih mematung ragu di pinggir pintu kamar.
“ Oh ya ada apa lagi Bik ?” Tanya Via penasaran. “ Anu non tadi ibu non telpon, pukul 5 minta dijemput di bandara, hari ini ibu non pulang.katanya kangen sama non”, kembali dengan hati-hati Bik Isah menerangkan. “Okelah Bik”, ujar Via dengan suara datar
“ Air panas untuk mandi sudah bibi siapkan, makan siangpun sudah ada di meja”
“ Makasih ya bik”, jawab Via kembali sambil mengembangkan senyumannya.
Bik Isah membalas tersenyum sambil kembali ke dapur memberesi pekerjaannya
            Siang itu Via menyetir mobilnya sendiri dengan berpakaian rapi, Via melaju dengan perlahan. Sekalipun kini Via berusia 30 tahun kecantikan wajahnya selalu terpancar walaupun saat ini Via agak kurusan namun kecantikannya itu seakan tak pernah surut dari wajahnya hanya jika dipandang lebih dekat sudut mata ini  saja yang masih menyisakan kelukaan dan kehampaan juga goncangan jiwa nya saja yang selalu mendambakan kedamaian.
                                                                                                Cipt.Iwan Sekopdarat
                                                “BERAKHIR SUDAH”
Berakhir sudah kesih yang kita bina berakhir sudah
Rasa yang Kita jaga berakhir sudah
Berakhir kandas musnahdalam kisah
Kisah cinta antara kita
Berakhir sudah kisah ceria engkau dan aku
Cerita cinta yang merindu

            Berakhir sudah cintaku
            Berakhir sampai disini
Kehendak orang tua mu
Yang tak merestui
Berakhir sudah cintaku
Berakhir sampai disini
Kehendak orang tua mu
Aku pergi

(Lagu berakhir sudah dapt di lihat dan dengar di Youtube di Pencarian Iwan Sekopdarat)

                                                                        Cipt.Iwan Sekopdarat
“Saat Indah Dulu”
Pernah Kita bersama
Merankai hari indah
Saling Menyinta berbagi Suka dan Duka
Pernah kita lewati jalan setapak ini
Bergandeng mesra dan bahagia
Dan kini aku sendiri
Semenjak kau pergi tinggalkan aku
Dan kini dibalut sepi
            Diriku yang merindu kini terbelrnggu
            Oleh ruang waktu
Diriku terasa hampa
Setelah engkau tiada ku merana
Saat indah dulu masih bersama
Dan kini hampa
Semenjak dirimu telah tiada
Hatiku… hampa
Hooooo….o..oo.. hampa


Sedan putih yang dikendarai Via memasuki pelataran Parkir rumah Sakit dimana Via ditugaskan.Setelah tepat berada dalam garis parker Via mematikan mesin kendaraannya,Via melirik arloji yang melingkar di manis ditangan kirinya” Masih jam setengah dua”bisik batin Via,Via tidak bersedia beranjak dari jok sedan tsb,ia membuka ssedikit kaca pintu mobilnya dan mengambil telpon seluler disaku baju nya. Tak lama dari seberang sanaLusi pun menyambut telpon Via”Hai Say,gimana jadi gak nanti malam ? Kamu sudah baca kan yang ku tulis secarik kertas diatas Bufet lo?Cecar Lusi dengan semangat
“udah say,tapi maaf kayaknya aku gak bisa deh,Sebentar lagi ada tugas operasi pasien sorenya aku harus jemput mama di Bandara,katanya hari ini mama ku pulang ,sekali lagi maaf ya say aku gak bisa end aku juga herus mengganti kartu ku ini .aku gak ingin di rumah nanti mama juriga dengan sms-sms acar-Pacarku.Kamu ngerti ya,nanti setelah situasi aman aku hubungi lo lagi say.oke?”ucap Via datar dari telepon selulernya
“Ups tunggu say jangan di tutup dulu aku ada berita menarik buat lo,mau dengar ngak?”Sela lusi seakan tak ingin tak ingin sahabatnya cepat-cepat menutup telponnya “  berita apa say “jawab Via sedikit mengernyitkan dahi tanda penasaran  “tentang Hendra Ve”
Lalu Lusi pun bercerita panjang lebar mengenai keadaan Hendra saat ini, memang di akui Hendra di tahun-tahun pertama Pernikahannya dengan Lara berjalan mulus dan bahagia sampai mereka dikarunia seorang bayi mungil Perempuan,Lusi memberitahu juga bahwa bayi tersebut di beri nama Alvia sama seperti nama Via,itu Hendra lakukan bahwa sebenarnya ia masih sangat menyayangi Via .
Belakangan ini bahwa Hendra sadar bahwa cinta tak dapat di paksakan,Lara pun tau itu ,akhir-akhir ini hubungan runah tangga mereka tak begitu harmonis selalu ada  saja yang di pertengkarkan diantara mereka setelah mendengar kabar bahwa via sering berkunjung ke Diskotik hendra pun coba mencari dimana keberadaan  via dan hendra ingain mengatakan pada Via lewat Lusi ku ingin kembali Pada Via. 
Hendra juga menyatakan sempat melihat via di salah satu diskotik namun Hendra enggan menghampiri via karna di saat itu ia sedang bergandenng mesra dengan seorang pemuda.dan dari Lusi dan teman –teman Via lah Hendra tau kalau saat itu  Via sering ganti-ganti pasangan,pecandu alcohol dan pemakai obat-obat terlarang , Hendra seakan menyalahkan dirinya , mengutuk dirinya yang telah membuat  Via menderita selama ini. Hendra tau kalau sebenarnya Via tak nyaman dengan semua ini karena itu dengan harap sangat ia ingin Via kembali dengan pelukannya,Soal keluarganya dan orang tua hendra mereka sudah pasrah melihat keadaan anaknya saat ini.Kedua orang tua hendra menyesal dengan apa yang telah mereka lakukan .pada Via itu lah akibat dari buah yang memaksakan kehendak kepada anak nya tanpa memikirkan kebahagiaan sang anak yang menjalaninya.
            Diakhir ceritanya Lusi juga mengatakan bahwa semalam di hari ulang tahun Via,Hendra hadir. Di pikiran Lusi   malam itu Via mabuk berat, waktu mereka  mengadakan party disalah satu diskotik langganan mereka hingga Via tidak begitu mengenali dan bersikap agak acuh kepada sahabat-sahabat mereka yang datang malam itu termasuk Hendra yang memberi pelukan hangat dan kecupan mesra kepada Via. Hendra lah tamu terakhir yang memberi Ucapan Selamat Ulang Tahun buat Via,Via hanya mendesah lirih mendengar panjang lebar cerita Lusi sahabatnya.
“aku pun tau Lus,bahkan yang memelukku terakhir itu Hendra,kubiarkan ia memeluk lebih lama , kuselami hatiku jauh sampai di dasar mencari dan menunggu debaran detak jiwa. Namun detak itu tidak ada…..Hampa ,dan aku sadar rasa itu sudah mati Lus,dekapan Hendra membawa arti lebih itu menandakan hubungan indah duklu tiada layak di perbaiki ,biarlah begini Lus, biarlah ku jalani hidup ini apa adanya dan tolong bilang pada hendra jangan berharap lebih dariku “Via menjawab dengan kehampaan hati nya yang paling dalam “. Okelah kalo begitu Vi aku juga merasa bersalah yang mengenalkam dirimu kepada dunia gemerlapnya dunia malam,mendengar penjelasan dari Hendra aku baru sadar sekalipun aku yang dicap orang orang sekitar dengan wanita bejat,hati kecilku  juga berontak vi, aku juga ingin keluar dari dunia gelap ini dan mengingatkan mu untuk kembali seperti dulu, setidaknya aku sudah berusaha memperbaiki diri sendiri. Umur kita semangkin tua ve,apa mungkin selama nya kita harus begini. Masukan dari Hendra sempat menyentuh hatiku,sebagai wanita aku memang rapuh ve,rapuh dalam gemerlapnya dunia muda yang hitam”
“Thanks Lus,atas perhatian mu namun biarlah hidup ini bergulir seperti air mengalir di sela-sela bebatuan menuruni Lembah dan Ngarai sampai di muara. Lus sori ya udah jam 2 nih nanti gua telat,udah dulu ya say bye…bye… nanti kita sambung lagi”
“oke say bye…bye… muach” balas Lusi sahabatnya, Viapun menutup teleponnya dan bergegas keluar dari mobil dengan jalan tergesa-gesa masuk ke rumah sakit menuju ruangan kerjanya. Sejenak Via mengenyampingkan urusan pribadinya dan memfokuskan diri pada pekerjaannya. Seorang pasien yang akan dioperasi, memerlukan ketelitian dari seorang dokter yang ahli di bidangnya. Saat ini Via seakan punya semangat baru dalam hidupnya. Satu senyum termanis yang dulu sempat hilang ia persembahkan buat pasiennya seorang ibu tua.  Sebelum menjalani operasi pembedahan. Dengan terampil dan sangat teliti yang dikerjakan oleh tenaga ahli dokter Via akhirnya operasi tersebut berjalan lancar.
Tak lama setelah pembedahan itu selesai, Dokter Handoyo memanggil Dokter Via ke ruangannya, dari kecil Via sudah akrab dengan sahabat ayahnya itu. Bahkan Via telah menganggap Dokter Handoyo seperti ayahnya sendiri,begitupun sebaliknya. Memang semenjak mengenal dunia malam Via sering bolos tidak masuk bertugas, dan Dokter Handoyo pun mengetahui  penyebab semua itu, dari Bik Isah juga Via tahu bahwa dokter Handoyo berpesan pada Bik Isah agar tidak memberitahukan kelakuan Via kepada orang tuanya, hingga pada saat yang tepat Dokter Handoyo sendiri yang nantinya menceritakan semuanya pada sahabatnya yang tak lain ayahnya Via. Maksud Dokter Handoyo ia ingin Via kembali dulu ke jalan yang lebih baik.
Via berjalan gontai menuju ruangan Dokter Handoyo. Ia tahu betul apa yang akan Dokter Handoyo katakan. Tentulah nasehat-nasehat dan nilai-nilai semangat yang tak pernah padam dalam mengarungi hidup ini. Selama ini Via mendengar nasehat-nasehat Dokter Handoyo tak ubahnya plesetan semata atau pepesan kosong , masuk dari kuping kiri dan keluar dari kuping kanan tanpa ada penyerapan dalam hati sekalipun selama ini Via mendengar apa yang dikatakan Dokter Handoyo dengan sikap acuh namun tak henti-hentinya jika ada kesempatan Dokter Handoyo selalu mengingatkan Via, malah  Via berusaha mencari alas an dan menghindar  untuk bertemu dengan sahabat ayahnya itu. Dokter Handoyo selalu berharap agar Via dapat menjalani hidup lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Dalam ruangan Dokter Handoyo, Via tertunduk mendengarsemua nasehat beliau, entah mengapa kali ini apa yang dikatakan Dokter Handoyo sangat mengena di hatinya, hingga Via tertunduk bisu. Tak lama Viapun minta diri untuk permisi keluar menjemput mamanya ke bandara. Dokter Handoyo pun mengizinkan Via, satu senyum keikhlasan dokter Handoyo tersungging di wajahnya. Setelah Via beranjak dari ruangannya.Selama ini Via selalu bersikap acuh mendengar semau nasehat darinya namun sore ini seakan Via merenungi apa yang ia jelaskan tiada henti-hentinya. Dokter Handoyo mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah membuka pintu hati putrid sahabatnya itu. Dalam hatinyaselalu berdoa agar kelak suatu saat Via kembali seperti dulu, seorang Via yang lincah dan periang yang selalu semangat menapaki hidup dengan tidak terpesona ke dalam gemerlapnya dunia malam yang kelam dan hitam, dari apa yang telah terjadi semoga kelak menjadi pelajaran hidup yang sangat berharga bagi Via.
            Dalam perjalanan menuju bandara Via mengait-ngaitkan apa yang disampaikan Lusi sahabatnya dan Dokter Handoyo. “ Yach, masih belum terlambat untuk aku menata hari-hariku semoga aku kuat”, resah batin Via berharap itu sebagai acuan baru hidupnya. “Semua butuh proses, dan mudah-mudahan dengan proses tu menjadikan aku lebih baik”, bisik hati Via kembali.
            Tak lama Via menunggu di bandara, pesawat udara yang membawa ibunya dari luar negeri telah tiba dan mendarat mulus tanpa hambatan dan rintangan yang berarti. Keduanya bertemu dan saling berpelukan mesra melepas rindu. Rindu seorang anak yang mendalam kepada orang tuanya. Sang ibu sangat bahagia melihat senyum lepas anak perempuannya. Karena semenjak perceraian itu Via hanya bersikap seadanya bahkan sedikit dingin pada orang tuanya. Kurang lebih 2 kali dalam setahun ibu atau ayahnya pulang ke tanah air untuk menjumpai putrinya, melepas rindu kepada putrid tercinta mereka.
            Sang ibu berpikir anaknya sedikit banyak telah dapat melupakan luka di dalam hatinya karena itu sang ibu tiada henti-hentinya mencium pipi putrinya yang sudah terbilang dewasa itu. Viapun hanya tersenyum-tersenyum diperlakukan ibunya, rongga dada itu seolah tentram dalam dekapan sang bunda.
            Setelah selesai makan malam dengan hati-hati si ibu menghampiri sang anak di rungan kamarnya dengan sangat pelan si ibu berujar
            “ Ve bukan maksud ibu ingin mencampuri urusanmu, namun ibu lihat sekarang bibirmu agak hitaman, apa kamu merokok? Ve tertunduk perkataan ibunya sudah cukup telat mengintrogasi dirinya, ia bungkam seribu bahasa seakan kering kerongkongannya tanpa ada kata yang terucap keluar dari bibir mungilnya yang memang agak kehitama. Ve terpekur dengan kebisuannya. Ibunya mengerti situasi seperti ini dan ia tak ingin lebih menyudutkan putrinya, ibunyapun bergeser dari duduknya lebih mendekat kearah Via, lalu ibunya memeluk Via dengan lembut. “ Via kamukan seorang dokter, pasti kamu juga tahu secara detail bahaya dari merokok, mama berharap kamu dapat berhenti atau paling tidak mengurangi kebiasaan merokok itu tanpa mama jelaskan kamu pasti lebih tahu semuanya”, ujar sang ibu perlahan dengan suara yang lembut penuh kasih saying. “ Maafkan Ve ma, Ve akan berusaha berhenti dari kebiasaan buruk itu” cekat Via tertahan. Ia tak berani memandang wajah ibunya. “ Baru ketahuan merokok saja aku telah merasa berdosa pada ibu apalagi kalau ibu tahu akan kelakuan gilaku selama ini. Duh mama maafkan putrimu ini, ampunkan putrimu ini, mama”, jerit batin Via.
            “ ya sudah Ve semoga apa yang telah terjadi dalam perjalanan hidupmu, menjadi guru yang paling berguna bagimu, petiklah hikmahnya dari semua ini, perbanyaklah berdoa dan berserah diri kepada Yang Maha Kuasa. Mamapun minta maaf karena jarang memperhatikanmu, menemani papa mengurus perusahaan di luar negeri”, ucap sang Ibu yang merasa dirinya bersalah akan semua ini Ve hanya mengangguk pelan iapun men
Membalas memeluk ibunya dengan mesra.
            Biasanya sang ibu atau ayahnya pulang ke tanah air dan berkumpul bersama Via paling lama 4 atau lima hari, namun kali ini sang ibu ingin lebih lama menemani putrinya dengan menelpon suaminya 2 atau 3 minggu baru ia kembali ke luar negeri. berusaha  mencoba untuk melupakan semua kelakuan buruknya di luar sana,dengan ibu disisinya ia mersa lebih nyaman.
Pada malam keempat kembali terbangun dari tidurnya tengah malam disaat banyak mata terpejam lena Via tersentak dada nya berdebar-debar kencang,tubuhnya pun mulai menggigil,ia coba menarik selimut namun itu tidak membuatnya merasa nyaman, kepalanya teramat pusing perut nya mual yang yang teramat sangat .
Via beranjak dari tidurnya berjalan dengan sedikit terhuyung menuju kamar tidur ibunya dengan tangan yang menggigil,Via meraih handel pintu kamar tersebut dan membukanya Via melihat ibunya sangat tertidur pulas dengan sangat hati-hati ia kembali menutup pintu itu dengan sedikit sempoyongan Via menuju kamar bik Isah ,Bik isah pun terbangun dan tersentak melihat keadaan putri majikannya Via yang tadinya menggigil kini tubuh nya terguncang hebat. Berkali-kali via berusaha untuk muntah namun itu hanya perasaan nya saja tak ada yang di muntahkan selain air saja.
“Bik, tolong aku bik aku tak kuat,tolong  aku bik,Bik Isah yang melihat keadaannya segera menghambus ke arah via dan memeluknya dengan kuat sekalipun bik Isah tidak tamat sekolah dasar namun dari acara televisi  yang sering ia tonton , Bik isah tau kalau via kecanduan obat-obatan terlarang. Saat ini yang ada di pikiran bik isah hanya memeluk Via dengan erat dan hangat, Bik Isah ingat dulu jika Rahmat anaknya sewaktu kecil pernah tersayat pisau dapur dan menangis pilu seakan tiada henti nya maka dengan siap Bik Isah mendekap anaknya menenangkan diri si Rahmat. Setelah itu baru mengobati  luka nya.  Itu lah tindakan pertama yang diambil Bik Isah dan ternyata tepat, dalam dekapanya Via menjadi sedikit lebih tenang “Non,istigfar Non,Ngucap Non,Nyebut Non Nyebut Non “Ujar Bik Ijah dalam kepanikannya .
Ternyata yang dilakukan Bik Isah sedikit manjur. Via yang tadi tubuh nya berguncang menggigil berangsur normal  dengan suara memelas ia pun berkata “Tolong aku Bik,aku tidak kuat berikan aku barang itu,berikan aku!” Bik Isah tak melepaskan pelukannya terhadap Via, ia hanya mengendurkan dekapannya saja agar Via lebih nyaman” Barang apa Non,Bibik ngak tau,Nyebut Non ingat pada Maha Kuasa,pejamkan mata mu Non biar Bibik nyanyikan lagu  untukmu. Tidurlah Non tidurlah,Perlahan Bik Isah menggoyangkan bahu Via dan menyanyikan sebuah lagu dulu yang tak asing bagi Via sewaktu kecil sering mendengarkan nya entah mengapa lagu itu dapat membuat via tenang dalam sesaat Via coba memejamkan matanya membuang jauh-jauh hasrat untuk ia mengkonsumsi obat-obat terlarang, Via meresapi setiap bait demi bait lantunan lagu Bik Isah  yang berkesan namun  masih layak untuk diperdengarkan. Lagu Desaku sangat meresap di hati Via hingga sanggup menahan hasratnya dalam kecanduan. Bik Isah saat itu sedang panik coba bernyanyi untuk Via menganggap Via gadis kecil yang dulu sering dinyanyikannya dalam dekapan hangat dan lantunan merdu bik Isah Via sanggup melewati  nya,di pelukan Bik Isah  Via merasa lebih nyaman dan coba memejam kan matanya untuk tidur, air mata Bik Isah tiada henti-hentinya mengalir di kedua pipinya yang telah keriput Bik Isah memanjaatkan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karna sedikit banyak dapat membantu putri majikannya itu melewati masa kritisnya,bukan air mata Bik Isah saja yang mengalir deras dari sudut pintu kamar yang sedikit terbuka sepasang mata telah basah dengan air mata merasa telah gagal menjadi seorang Ibu yang baik.
Keesokan disaat mentari pagi mulai menampakan sinarnya,Nyonya Sastrayo telah kelihatan rapi dan segar pakaian yang dikenakannya menandakan ia akan keluar rumah dan pergi ke suatu tempat.
Bik Isah yang baru saja selesai memberesi ruang dapur bertanya kepada Nyonya majikannya itu “Sudah  rapi memangnya mau kemana ?”
“O.aku ada urusan Bik,pengen keluar sebentar tadi ku lihat di kamar Ve nggak ada Bik,apa dia tidur di kamarmu Bik?”ucap Nyonya Sastroyo sedikit penasaran
“Eh anu ia Nyah non Via tadi malam tidur sama Bibik ,kata Non Via pengen saja tidur sama Bibik “Bik Isah coba menjawab seadanya.Seolah-olah ia menutupi sesuatu dari Nyonya nya sementara Nyonya Sastroyo sudah melihat langsung dengan mata kepala nya kejadian tadi malam dimana putri nya berjuang melewati masa kritisnya dari kecanduan obat-obat terlarang .
“Bik,nanti kalau di tanyak Via bilang saja saya ada urusan sedikit di tempat teman lama,jangan lupa bilang sama Via untuk sarapan pagi,tuh Taxi yang saya telepon tadi sudah datang,saya pergi dulu,Assalamu’alaikum Bik”
“Waa’alaikumsalam Nyonya,baik Nyonya pesan Nyonya akan saya sampaikan, hati-hati di jalan ya Nyah”sahut Bik Isah
            Nyonya Sastroyo pun brjalan pelan  menuju halaman depan rumah nya,di depan Taxi yang di pesan oleh Nyonya Sastroyo menanti dan Nyonya Sastroyo pun masuk ke dalam Taxi tersebut.kendaraan itu pun  melaju menujujaln raya .
Taxi yang di tumpangi Nyonya Sastroyo berhenti didepan rumah yang tertata rapi. Rumah tersebut adalah milik Dokter Handoyo.Hari masih pagi Dokter Handoyo belum berangkat Tugas menuju Rumah Sakit. Melihat yang datang adalah istri sahabatnya hati Dokter Handoyo dan Isterinya sangat senang dan gembira. Dokter Handoyo menjabat tangan Nyonnya Sastroyo sembari bertanya kabar sahabatnya sementara isteri Dokter Handoyo dan Nyonya Sastroyo saling berpelukan di ruang tamu mereka saling bertukar cerita tentang kabar dan keadaan mereka masing-masing setelah suasanya agak hening barulah Nyonya Sastroyo memulai inti pembicaraanya pada sahabatnya itu. Air mata mengalir deras di pipi Nyonya Sastroyo disaat ia menjelaskan semua apa yang ia lihat semalam Nyonya Sastroyo berkesimpulan bahwa Via putri nya telah menjadi pecandu obat-obat terlarang ,istri Dokter Handoyo merangkul Nyonya Sastroyo dari matanya pun menetes butir-butir air mata. Dokter handoko hanya termenung dalam hati,ia berkata “ternyata benar adanya kabar yang beredar selama ini bahwa Via sering menggunakan obat-obat terlarang “
Sebenarnya Dokter handoyo akan mengambil tindakan melihat keadaan putri sahabatnya ini, Nyonya Sastroyo berpesan kepada Dokter Handoyo agar tidak menceritakan ini semua pada papanya Via mengingat papanya Via mempunyai penyakit Serangan jantung maka Nyonya Sastroyo tidak mau terjadi hal-hal yang tidak di inginkan,Nanti setelah papanya Via mendengar semua ini.
Dokter Handoyo hanya mengangguk-mengangguk pelan,ia menganalisa dari cerita Nyonya Sastroyo maka Dokter Handoyo menarik kesimpulan dan menjelaskan kepada Nyonya Sastroyo bahwa sebenarnya disaat ini Via ingin coba untuk melepaskan dirinya dari jerat obat-obat an terlarang itu menunjukan bahwa sedikit banyak Via mulai berfikiran jernih jadi yang terpenting saat ini Nyonya Sastroyo selalu menemaninya dan dan  harus ada di sisinya biarlah dulu Via menganggap Nyonya Sastroyo tidak mengetahui keadaan dirinya  namun teruslah berkomunikasi kepada Bik Isah tentang kondisi Via. Setelah panjang lebar mendengar kan penjelasan Dokter Handoyo,Nyonya Sastroyo pun kembali kerumahnya. Dirumah Nyonya Sastroyo menceritakan semuanya pada Bik Isah. Mereka dapat leluasa karena Via telah berangkat tugas di Rumah Sakit Bik Isah paham dan mengerti apa yang di jelaskan dan disarankan majikannya tak lupa Nyonya Sastroyo menelpon suaminya mencari alasaan yang tepat agar dapat lebih lama menemani putrinya,sang sumi pun akhirnya mengizinkan permintaan si isteri.
            Seperti sore ini setelah Via pulang dari Rumah Sakit dan telah beristirahat sejenak nyonya Sastroyo mengajak putrinya untuk bersepeda santai mengitari taman-taman kota dengan antusias Via menganggapi nya,Nyonya Sastroyo berusaha sedekat mungkin dengan Via dengan saling bercerita, bercanda , tertawa dan bahagia,Via seolah-olah menemukan ketentraman hati dan kenyamanan jiwa.Ia seakan menjalani kehidupan  yang baru penuh dengan nuansa cinta yang terpancar dari Cakrawala  kedamaian dalam hati Via berjanji bahwa ia ingin sembuh ,ingin keluar dari lingkaran yang selama ini menyesatkannya ia meminta Bik Isah untuk menemaninya tidur di kamarnya,Via yakin pasti mamanya tak akan curiga karna memang dari kecil Bik Isah yang sering menemani nya tidur.Seperti malam sebelumnya malam ini pun Via pun kembali terbangun dan tersentak dalam keadaan menggigil ia terhenyak dan terhanyut  mendapati Bik Isah sedang melaksanakan sholat tahajud ,Via menarik selimut dan menyelimuti tubuhnya sambil duduk di tepi pembaringan.Selesai sholat Bik Isah menghampiri dan mendekap Via”Non kedinginan!.menggigil lagi?”ucap Bik Isah khawatir.
“iiiya biiik,Ve nggak kuat ,tolong Ve Bik !”dengan suara terbata Ve menjawab apa yang ditanyakan Bik Isah .Bik Isah mempererat dekapan nya dengan setengah berbisik Bik Isah berkata “maaf kan Bibik Ve,Bibik bukan orang pintar,Bibik tidak tau obat apa yang harus di beri agar Ve lekas sembuh,tapi jika mau cobalah sholat tahajud minta petunjuk darinya,mudah-mudahan tuhan mendengar doa Ve dan menolong Ve melewati semua ini”
            Berkaca-kaca mata Ve mendengar perkataan Bik Isah perkataan tulus seoran ibu yang sangat mengkhawatirkan anaknya .Sambil mengangguk pelan Ve berujar “Temani Ve ya Bik,Ve mau Sholat Tahajud”.
Sebutir air tergenang di kelopak mata yang telah menua, terenyuh hati Bik Isah menatap pilu wajah putri majikan nya itu,dengan tetap mendekap  Ve , Bik Isah menemani Ve untuk berwudhu memenuju kamar mandi yang terdapat di ruang kamar tidur Ve,dengan kekhusukan yang mendalam ia melaksanakan Shalat Tahajud ditemani Bik isah yang duduk tak jauh dari Ve melaksanakan sholat.
Selesai sholat Ve merasa lebih tenang tubuhnya yang tadi menggigil berangsur normal.
“ Jika non masih merasa belum ngantuk cobalah untuk mengaji barang satu atau dua baris”
Ve hanya mengangguk pelan dan ia pun menuruti saran Bik Isah. Suara lantunan ayat suci yang dengungkan Via memecah di kesunyian malam menggetarkan pilar sukma bagi  yang mendengarnya dan muara ketenangan bagi yang meresapinya.
            Ve melewati malam-malam sulitnya dengan berserah diri kepada Yang Maha Kuasa. Bik Isah selalu menceritakan perkembangan-perkembangan yang terjadi selama ini secara detail kepada Nyonya Sastroyo, tak henti-hentinya Nyonya Sastroyo memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mendengar semua doanya, dan membukakan pintu hati putrinya. Untuk menapak hidup ke jalan yang lebih baik, jalan yang Engkau ridhoi.
            Kini Viapun lebih aktif di seminar-seminar terbuka berdedikasi penuh dalam tugasnya, sebagai juru bicara pada seminarnya membuatnya lebih menghargai hidupnya. Pernah beberapa kali Ve bertemu dengan teman-temannya dan mantan-mantan pacarnya, tanpa disengaja baik itu di mall, restoran atau tempat-tempat lainnya. Namun dengan gaya bicara Ve yang halus, tegas dan berwibawa menandakan bahwa bukanlah Ve yang dulu mereka kenal digemerlapnya dunia malam, Akhirnya satu persatu merekapun mundur teratur, Ve juga sempat menanyakan kabar Lusi kepada teman-temannya, namun diantara mereka tiada satupun yang tahu kabar Lusi, dalam hati Ve selalu berdoa semoga Lusi diberi hidayah oleh Yang Maha Kuasa.
            Kurang lebih 3 bulan Nyonya Sastroyo menemani Ve, akhirnya dengan berat Nyonya Sastroyo mengatakan bahwa ia harus kembali keluar negeri menemani suaminya, Bik Isah meyakinkan majikannya dan berjanji selalu memperhatikan Via, Viapun memberikan penjelasan yang membuat mamanya tidak lagi merasa khawatir. Dalam hati nyonya sastroyo berjanji perginya kali ini tidak lama, pergi untuk kembali, kembali selamanya di sini, dirumah ini dengan mengajak suaminya untuk memindahkan perusahaan mereka ke dalam negeri berkumpul bersama-sama disini.
            Dengan senyum penuh makna Via melepaskan kepergian ibunya di bandara, Bik Isah ikut serta, ia pun melambai-lambaikan tangannya. Nyonya Sastroyo membalas tersenyum dan melambaikan tangannya dengan semangat. Viapun kembali dalam kesibukannya dalam dunia barunya. Selesai bertugas di rumah sakit tempat dimana ia ditempatkan, Via menyempatkan diri untuk melakukan kegiatan – kegiatan yang positif. Disela – sela kesibukannya Via tetap menjalankan shalat lima waktu dan tanpa lupa setiap malam melaksanakan shalat tahajud.
            Rintik hujan disore itu membasahi dedaunan, dahan-dahan, perpohonan dan jalan. Saat ini memang musim penghujan jalanan becek, rintiknya seakan tak kenal kompromi kapan ia akan turun rintik itu tak pernah memberi tahu lebih dulu.
            Ve masih bersyukur ketika ia tiba dirumah langit masih mendung, karena tak begitu lama ia tiba, rintik hujan sudah jatuh kebumi. Sambil beristirahat di ruang depan bertemankan secangkir teh hangat, Ve menatap langit yang kelabu. Tak lama telepon seluler yang berada di saku bajunya berbunyi, Viapun merogoh sakunya dan melihat nama pemanggil lalu mengangkatnya.
            “ Hallo pak, Assalamu’alaikum”, ujar Ve. “ Wa’alaikumsalam, begini Ve saat ini kamu lagi dimana” jawab sipenelpon yang ternyata dokter Handoyo.
“ Saya dirumah pak. Ada perlu apa ya pak?”,
“ Begini Ve, kalau bisa kamu secepatnya ke rumah sakit, ada berita penting”
“ Iya pak, segera saya ke sana”
“ Oke Ve, Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam” jawab Ve sambil menutup telepon selulernya.
            Kepada Bik Isah Via mengatakan bahwa ia akan pergi kembali ke rumah sakit. Bik Isah mengiyakan tak lupa berpesan agar Via berhati-hati berkendaraan di jalan raya mengingat keadaan sekarang adalah musim penghujan yang rawan akan kecelakaan.
            Sedan putihpun meluncur di jalan raya. Setibanya di rumah sakit Via mendapati satu ruangan yang penuh sesak dengan orang-orang. Viapun mendekati ruangan tersebut. Disana Via bertemu dengan dokter Handoyo, Dokter Handoyo membawa Via mendekati tubuh yang tertutup dengan kain putih perlahan dokter Handoyo membuka kain penutup wajah tersebut, Via tercekat ketika melihat wajah itu. Wajah yang sangat dikenalnya, seorang sahabat yang pernah memperkenalkan ia pada dunia malam, ternyata mayat yang berbujur kaku tersebut adalah Lusi, Ve menengis melihat keadaan sahabatnya tersebut, Ve tidak pernak menduga jika sahabatnya ini pergi menghadap Ilahi dalam keadaan seperti ini. Tidak begitu lama pihak kepolisian pun mengambil jenazah Lusi untuk dibawa kerumah sakit pihak kepolisian guna penyelidikan menurut analisa sementara Lusi meninggal di bunuh dengan cara mencekokinya obat-obatan terlarang ,sebelum ia menyegang nyawa Lusi juga mengalami kekerasan Seksual dari sang Pelaku mudah-mudahan dalam waktu dekat si pelaku dapat di tangkap ,karena pihak kepolisian telah mengantongi nama-nama dan identitas para Pelaku yang di dapat mereka dari Resepsionist Hotel tempat kejadian perkara.
            Ve terus  menangis , di ujung Koridor seorang  Laki-laki memanggil namanya”Alivia Ujar Pemuda itu.Dengan Lemah Ve menoleh kearah suara yang memanggil namanya ia hanya tertegun ketika ia memberi sebuah  buku biru muda padanya.”aku Lukman pengurus mussholla dekat persimpangan jalan menuju rumah mu,ia menitipkan Buku ini pada ku,untuk di serahkan pada mu”ujar Pemuda itu sambil menyerahkan kepada dirinya. Sorot mata  lelaki itu sama dengan sorot mata Via yang dirudung kedukaan yang mendalam.“Terima Kasih ” hanya itu yang terucap dari bibir Via,Pemuda yang bernama Lukman itu pun berlari darinya.Ve pun kembali melanjutkan perjalanan nya pulang kerumah di temani  seorang Perawat yang mengendarai Sedan putihnya,
            Sehari setelah kejadian para Pelaku Pembunuhan tertangkap Pelaku tersebut berjumlah 4 orang dan Motif Pembunuhan pun terungkap di Anulir salah satu dari Pelaku adalah Mantan Kekasih Korban yang merasa Cintanya di Khianati . Untuk menghilangkan jejak mereka mencekoki Korban dengan Obat-obatan terlarang jenis Shabu –Shabu,agar masyarakat mengira  Korban meninggal karna Kelebihan Dosis dalam penggunaan obat-obatan terlarang setelah mengadakan Pesta Sek. Dan Obat-obatan itu.
            Mendengar kabar bahwa para Pelaku sudah tertangkap perasaan Ve sudah sedikit Lega,Ve juga mendoakan semoga arwah Lusi dapat di terima yang Maha Kuasa dengan Tenang di alamnya. Ve pun mmbuka lembar demi lembar buku yang berwarna biru muda tak lain Buku Diary Lusi  Buku itu sudah sedikit kusam dari tulisan Lusi Ve tau buku itu ia  tulis dari ia duduk di Bangku Sekolah Menengah Atas.Ve seakan Larut ke masa silam sewaktu mereka masih berseragam putih abu-abu ,di catatannya Lusi menceritakan Kekosongan dan kehampaan jiwanya akan kurangnya kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tuanya yang sibuk mengejar harta duniawi ,Lusi yang tumbuh sebagai gadis remaja beranggapan bahwa Rupiah dapat membeli segalanya,ia selalu menghamburkan Rupiah demi meraih kesenangan semata.Ve tau kalau Lusi dulu sering bolos sekolah, padahal sebenarnya Lusi tergolong anak yang pintar hanya saja Lusi malas belajar dan terlalu terhanyut dalam dunianya ini terbukti dari Puisi-puisi atau Cerpen-cerpen yang ditulis Lusi selalu terpilih sebagai Pemenang Pertama baik di Sekolah maupun di Antar Sekolah. Semenjak lulus dari sekolah Lusi jarang menulis di buku hariannya. Perjalanan hidupnya ia rangkum dalam bait puisi.
            Ve dengan seksama membaca setiap Puisi-puisi yang ditulis oleh Lusi. Di buku hariannya,Ve berusaha mengupas makna yang terkandung dalam puisi dan sajak tersebut. Mencari tau makna dan tujuan si Penulis.Ve pun larut dalam lautan aksara yang dirangkai Lusi mengarungi rasa hatinya.

“Jemput Aku”
“Aku belum melangkah
Masih di tempat semula
Hanya melempar kerling
            Terkadang basah
            Terkadang biasa
            Tak jarang kering
Aku belum sudah
Selagi berdiri
Aku goyah
            Jemput aku
            Yang mengharap dekap hangat
            Tangan cinta

“Bara Rupiah”
“Di tengah hiruk pikuk gegap suara
Aku sendiri
Di tengah jerit pikuk  rasa
Aku sepi
Mencari nyala di gelap buta
Kudapati sementara
Sinar yang kelak sirna
Kulingkari diri
Dari nyala api
Yang memerah Bara Rupiah
Aku menabuh-nabuhnya
Bara Rupiah menjadi abu
Dari helai kini hilang sudah

“Peluk Mimpi”
“Lihatlah aku menari
            Tarian jiwa kekosongan hati
            Lenggokan rasa kehampaan cinta
Dengarlah aku bernyanyi
            Nyanyia tawa kekeringan sanubari
            Senandung canda di serpihan kalbunya
Mencari dibawah siraman sinar rembulan
Bernyanyi diantara kerlip bintang
Malam bagi ku penuh arti
Membawa diri dalam peluk mimpi
Mimpi yang tak pernah ku tau
Kapan berakhir”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar