“ SELALU INGINKU “
Cipt : Iwan
Sekopdarat
Selalu
inginku namun tak kuasa aku
Menepis
bayang semu
Tak kuasa
menahan rindu
Selalu
inginku namun tak kuasa aku
Berjalan di
angan rapuh
Tertatih ku
terpaku
Selalu
inginku oh selalu inginku
Bersama
denganmu
Reff
Selalu inginku namun tak kuasa aku
Kau bagai rembulan mengambang di
awan
Selalu inginku namun tak kuasa aku
Yang hanya memandang
Selalu inginku ……
Namun tak kuasa aku
(
Lagu Selalu Inginku dapat dilihat dan didengar di You tube dengan penelusuran
Iwan Sekopdarat ).
“ SELALU INGINKU 2
“
Cipt : Iwan
Sekopdarat
Yang ku
rindu bagai butir angan yang biru
Kelabu
dihatiku meresap sungguh pilu
Ku merindu
padamu laksana bayang semu
Ku merindu
padamu
Teramat ku
merindu
Reff
Di penghujung malam
Tak akan terlewatkan
Bertabur bulan bintang
Engkau yang aku kenang
Berhias di pandangan
Wajahmu selalu terbayang
Akankah rinduku terhempas
Di lamunan
(
Lagu Selalu Inginku 2 dapat dilihat dan didengar di You tube dengan penelusuran
Iwan sekopdarat ).
“ SELALU INGINKU 3
“
Cipt : Iwan
Sekopdarat
Setiap
waktu tak lelah bagiku merindukanmu
Tak jemu
bagiku
Mencintai
dirimu, sepenuhnya
Reff
Lihatlah awan disana
Bergantung indah rembulan
Seteduh hati yang merindukan
Dengarlah sapa sang
malam
Dibias kerlip sang
bintang
Dengan rindu yang aku
rasakan
Bayang
wajahmu slalu aku merindu
Yang
kurasakan sungguh aku
Tak dapat
melupakan
(
Lagu Selalu Inginku 3 dapat dilihat dan didengar di You tube dengan penelusuran
Iwan sekopdarat ).
“ SELALU INGINKU 4
“
Cipt : Iwan
Sekopdarat
Terlalu ku
merindukanmu
Ku sungguh
terlalu
Satu wajah
aku merindu
Teramat hatiku menyinta
Ku teramat sangat
Dari rasa aku menyinta
Terlalu ku
sungguh terlalu
Teramat ku
sangat merindu
Reff
Dengan rasa ku menyinta
Samalah engkau merindu
Atau mungkin hanya aku yang terlalu
Sekalipun
kau tak suka
Anadainya
kau pun tak mau
Jika memang
benar semua itu
Dosakah
bila aku merindu
(
Lagu Selalu Inginku 4 dapat dilihat dan didengar di You tube dengan penelusuran
Iwan sekopdarat ).
“ SELALU INGINKU 5
“
Cipt : Iwan
Sekopdarat
Yang
teramat sakit
Kala cinta
ini didusta
Dan sungguh
tersiksa
Rasa batin
ini terluka
Indah menjalani cinta
Benang kasih asmara
Merajut dengan mesra terlena
Terpuruk ku
dirasa
Kecewa ku
di dada
Tak
kusangka
Kau telah
berubah
Reff
Jangan pernah lagi, kau ucap asmara
Jangan pernah lagi, kau katakan
cinta
Apalah artinya,
bagiku semua
Jika
dihatimu
Berbagi
rindu dengannya
(
Lagu Selalu Inginku 5 dapat dilihat dan didengar di You tube dengan penelusuran
Iwan sekopdarat ).
“ ALIF AH HWA “
Bel tanda pelajaran usai baru saja
berbunyi. Siswa pun bersiap – siap membersekan perlengkapan sekolah mereka.
Setelah berdoa bersama satu persatu mereka pun beranjak dari bangku dan
melangkah keluar ruangan kelas menuju rumah masing – masing. Alif masih
memasukkan beberapa buku kedalamnya, Ah hwa yang duduk tak jauh dari Alif
menghampiri Alif.
Ah hwa : Lif, ada yang ingin
aku bicarakan, aku tunggu kamu dikantin.
Alif : iya, sebentar lagi aku kesana
( jawab Alif dengan
ekspresi wajah yang biasa. Tidak lama ia pun menyusul Ah hwa menuju kantin
sekolah mereka )
Dikantin
Ah hwa telah duduk menunggu Alif sambil memesan minuman ringan, tidak begitu
lama Alif pun tiba dikantin dan duduk behadapan dengan ah hwa, ia pandang wajah
Ah hwa sementara Ah hwa merasa tidak berani beradu pandang dengan Alif, padahal
dari pagi Ah hwa sudah mengumpulkan keberaniannya untuk mengatakannya pada
Alif, namun entah mengapa disaat mereka berhadapan konsentrasi Ah hwa terasa
buyar tak tau apa yang akan ia ucapkan, lidahnya terasa keluh, bibirnya terasa
kaku, Ah hwa hanya membisu.
Alif :
Koq bengong Hwa, tadi katanya ada yang ingin di omongin.
Ah hwa : Eh … oh maaf Lif, sory … aku … aku
( dengan tergagap Ah hwa menjawabnya )
Alif :
ya udah minum dulu, biar agak tenang baru cerita.
( ujar Alif masih dalam ekspresi yang tenang
)
Ah
hwa menyedot batang pipet teh botol sosro kesejukan menyirami dadanya, dengan
perlahan Ah hwa menarik napas berharap dapat memiliki kekuatan.
Ah hwa : Lif, ada yang penting yang ingin aku omongin
( masih tertunduk. Jemari Ah hwa
memilin – milin ujung seragam sekolahnya )
Alif : tentang apa?
(
seolah Alif berbicara dengan ubun- ubun kepala Ah hwa )
Ah hwa : tentang kita lif,
…tentang kita
(
ucap lirih Hwa masih dapat terdengar Alif )
( Alif memandang langit – langit
sekolah, flaponnya bercat putih bersih tanpa noda ini menandakan sekolah yang
ditempati mereka merupakan sekolah favorit. Ini terlihat jelas dari kantinnya
saja yang sangat bersih, tertata rapi, apik, dan higenis. Kembali Alif melihat
lawan bicaranya yang tetap tertunduk )
Alif : Ah hwa aku bicara padamu, bukan
sama meja, bukan sama kursi,bukan sama dinding bukan sama angin tapi sama kamu pandang
aku Ah hwa tatap aku, yach … akan ku dengar, akan ku dengar semua.
ucapan Alif yang tenang namun
berwibawa membuat Ah hwa mati kutu
dibuatnya, Ah hwa mengangkat wajahnya coba membalas tatapan Alif, tapi hanya
sebentar saja Ah hwa melayangkan pandangannya membuat sudut 30 derajat dari
sisi kanan wajah Alif, tatapan Ah hwa hampa
sekalipun ekor matanya menatap seorang wanita separuh baya yang lagi menata piring
di steling kantin tersebut. Namun pikiran Ah hwa tidak tertuju kearah itu.
Kembali Ah hwa tertunduk namun tidak memandang ujung bajunya lagi, mata Ah hwa
memandang saku kiri bajunya. Boltpoint yang masih tegak bertengger di sela saku
bajunya ia tarik keluar. Bolpoint itu kini ia pegang dengan kedua tangannya
yang bersandar di atas meja. Setidaknya Ah hwa tidak terlalu tunduk seperti
semula. Ah hwa pun sadar disorot mata Alif masih tetap tenang menatapnya,
melihat semua yang dilakukan Ah hw. Yach … sorot mata itu, sorot mata yang
teduh tenang menyejukkan menyimpan kedamaian, ketenangan dan keteduhan rasa di
jiwa. Ingin Ah hwa berlabuh selamanya disana.
Ah
hwa : aych
Alif tentang kita….. aku ingin kita bubaran saja, hubungan kita cukup sampai
disini saja, tolong. Jangan kau tanya kenapa, maafkan aku Alif, maafkan aku. (
kembali Ah hwa menatap bolpoint yang berada di kedua tangannya. Bolpoint yang
tadi ia pegang kini ia genggam. Ah hwa pun menggigit bibir bawah bagian dalam,
ia mencoba genangan di kelopak matanya tidak tumpah, sekuat tenaga ia
menahannya namun tak kuasa sebulir jatuh jua, dengan cepat Ah hwa menyekanya,
pertahanannya rapuh Ah hwa tau jika Alif melihat sebulir air mata itu ).
Alif : Hua
… Ah hwa (Ah hwa pun beradu tatapan dengan Alif. Alif menyobek gulungan tisu
yang berada disisi kanan, lalu memberikannya pada Ah hwa, Ah hwa pun menerima
tisu tersebut dan membiarkan bolpoint itu tergeletak diatas meja, kini kedua
tangannya memegang tisu, berusaha untuk tidak menyeka kelopak matanya yang sudah
berbinar – binar bagai kaca dan kembali Alif menyambungkan pembicaraannya).
Alif : Tidak
ada yang perlu dimaafkan Ah hwa, engkau tidak bersalah padaku, membantuku
membuat teman - temanku yang di panti asuhan tersenyum dengan bola dan raket
yang engkau berikan juga kepada pengurus panti asuhan itu, engkau juga sudah
membuat Pak Umar pengurus mesjid itu tersenyum bahagia memiliki sarung dan
kopiah yang baru.
( Alif menarik napas
memberi waktu tenggang dalam nada bicaranya ).
Malah aku yang inta maaf
padamu, bersalah padamu karna waktu itu aku katakan bahwa uang yang di dalam
amplop putih itu akan kusumbangkan ke mesjid, aku mengambilnya sebagian dan
kuserahkan pada Pak Umar, kasihan dia sarungnya tertambal sana sini, sedang kopiahnya
sudah tidak hitam lagi malah kecoklat – coklatan sangking lamanya usia kopiah
itu.
( Ah hwa masih mendengarkan
dengan seksama , malah makin kuat ia mengigit bibirnya) Engkau juga sangat baik
Hua, dengan memberikan nasi goreng kepada gadis kecil pengamen itu. ( Alif
bercerita apa adanya )
Ah
hwa : Sudah
lif, sudah jangan teruskan, jangan kau siksa aku… aku…. aku ….
( Tangis Ah hwa pun pecah,
runtuh sudah pertahanannya yang dari tadi ia bangun, Ah hwa meraih kedua tangan
Alif, dan Alif menggeser sedikit kedua buku tangannya memberi bantalan buat
wajah Ah hwa tanpa tidak merubah posisi. Tangannya semula saling bertumpukan
diatas meja, basah sudah buku tangan Alif dengan air mata Ah hwa, derai – derai
air mata itu cukup bagi Alif untuk meyakinkan dirinya bahwa saat ini Ah hwa tidak
lagi memainkan perannya, pada sandiwara yang Ah hwa buat bersama teman –
temannya. Yach … pada target yang ke – 30 dan dihari yang ke 30 sandiwara ini
usai. Alif telah tahu semuanya dari Tohir, sahabatnya yang tanpa sengaja
mendengar pembicaraan Ah hwa dan teman – temannya. Bahwa target terakhir itu
adalah dirinya. Sekilas Alif sempat menatap jauh bola mata Ah hwa disaat mereka beradu pandang.
Di dalam hitam mata Ah hwa, tidak Alif
dapati kepura – puraan. Alif tetap membiarkan Ah hwa terus terisak bertumpukan
tangannya. Sewaktu isak tangis Ah hwa tumpah, wanita paruh baya penjaga kantin
tersebut sempat melongokkan kepalanya dibalik steling jualannya, ia mengira
telah terjadi sesuatu, namun setelah diamatinya dari kejauhan kembali ia
meneruskan pekerjaannya memberes - bereskan jualannya sambil geleng – geleng
kepala “ yah namanya anak muda, yang muda yang penuh warna” bisik batin wanita
tersebut.
Ah
hwa masih terisak berbantalkan tangan Alif. Ah hwa benar – benar menyesal telah
menerima tantangan terakhir dari teman – temannya, seandainya saja dia mundur
dan mengaku kalah kepada teman – temannya itu mungkin saja kejadiannya tidak
seperti ini, kini ia malu pada Alif pada ayah Alif yang ia kenal, juga pada
ibunya Alif yang sangat ia kenal dan ia lebih malu pada dirinya sendiri.
Sandiwara yang ia buat sendiri akhirnya menjerat ia sendiri … yach siapa yang
menyemai ia yang menuai, siapa yang menanam ia
juga yang memetik hasilnya, hasil dari akhir sandiwara cinta.
Sedu dari isak tangis ah hwa tinggal
satu – satu matanya sembab pipinya merona namun tidak melunturkan kecantikan
wajahnya.
Alif : Hwa … ( Hwa pun mengangkat
wajahnya menatap Alif ) aku tidak akan bertanya
mengapa hubungan kita berakhir sampai disini. Itu hak mu untuk tidak memberi
alasan mengapa kita harus bubaran. Bagiku pernah melewati hari bersamamu saja
sudah membuat aku sangat bahagia. Sekalipun kita kini tak lagi bersama,
mengenangmu saja sesuatu hal yang sangat terindah bagiku.
Aku tak pernah memaksa Hwa, aku
hanya ingin membuat engkau bahagia, asal engkau bahagia aku turut bahagia, jadi
semua keputusanmu aku terima dengan lapang dada. Jadi jangan menangis lagi, tak
perlu ditangisi.
Tatapan Ah hwa hampa ia hanya
memandang kosong kerah baju seragam sekolah Alif namun tangannya tetap memegang
erat jemari Alif.
Ah
hwa : Maafin aku Lif, ini semua
salahku, tak seharusnya begini, aku kkhilaf Lif, aku khilaf ( desah Ah hwa
perlahan menyesali semua perbuatannya )
( Alif mengangkat dagu Ah hwa dengan jari telunjuk yang ditekuk
setengah, ia pandang mata bening itu. Mata yang berkaca – kaca yach …. mata
yang selama ini Alif suka.
Alif : Sudahlah Ah hwa semua sudah
berakhir aku sudah tau semuanya dari Tohir yang tanpa sengaja mendengar
pembicaraan kalian sebulan yang lalu, target ke-30 dihari yang ke-30 dan …(
segera Ah hwa berucap dengan mata sedikit terbelalak )
Ah
hwa : Alif ! jadi kamu ?
( dengan cepat Alif
menyilangkan telunjuknya dibibir Ah hwa yang mungil sambil berucap )
Alif : Tolong jangan potong pembicaraanku
dengarkan dulu penjelasanku ( Alif pun menarik kembali telunjuknya, sedang Ah
hwa terbengong benci, malu, keki, rindu, cinta membaur jadi satu kerongkongnnya
seakan tercekat, ia tidak menyangka jika Alif sudah tau semuanya, kembali Alif
meneruskan pembicaraannya yang sempat terpotong tadi )
Alif : Ah hwa mungkin saja selama ini
engkau berpura – pura, tapi aku tidak pernah berpura – pura, apa adanya seperti
itulah aku, atau mungkin engkau melakukan semua ini punya alasan tertentu, bisa
jadi engkau dulu pernah dikecewakan pacarmu hingga engkau berbuat seperti ini
ingin membalas sakit hatimu.
Ah
hwa :
maafkan aku Lif, aku khilaf.
Alif : Sudah dari dulu engkau aku
maafkan hwa, hari pertama engkau menjalankan aksimu saja aku sudah
memaafkannya.
Ah
hwa : Aku jadi malu Lif, sekali
lagi maafkan aku, jika engkau mau marah, marahlah padaku, bencilah aku Lif, aku
memang pantas untuk dibenci, aku terima semua caci makimu.
Alif : Hwa aku akan marah jika melihat
wajahmu seperti ini, cantikmu hilang, aku tidak akan membencimu, tapi dengan
satu syarat.
Ah
hwa :
Apa syaratnya Lif ?
Alif : Aku mau engkau tersenyum
seperti dulu senyum yang tulus tanpa kepura – puraan ( Alif coba mencairkan
suasana dengan sedikit candaan segarnya, perlahan – lahan wajah murung, Ah hwa
sedikit demi sedikit mulai berseri, mega mendung dilembayung mata Ah hwa sirna,
Ah hwa hanya tersenyum manyun merasa digoda oleh Alif.
Alif : Kan gitu lebih cantik, lebih
manis, asal kamu tau Hwa, kamu kalau nangis jelek, enggak menarik.
Ah
hwa :
Kamu jahat Lif, kamu jahat !
(ujar lembut Ah hwa sambil
perlahan memukul dada Alif, Alif membiarkannya, membiarkan tangan lembut itu
memukul pelan dadanya. Ah hwa malah mencebirkan bibirnya merasa di olok – olok
Alif )
Alif : Hwa … hwa ( ucap Alif santai )
seharusnya dulu engkau dapat mengambil hikmat dengan kegagalan cintamu itu, itu
menandakan Tuhan masih sayang denganmu, Tuhan punya rencana lain, mungkin saja
ia ingin melihat engkau sukses dulu meraih cita – citamu, baru ia menghadirkan
dan mempertemukan jodoh yang tepat untukmu. Jadi jangan membenci cinta karna
cinta itu anugrah, anugrah terindah dari maha pencipta jangan lagi menyalahkan
cinta.
Ah hwa : Iya pak guru
(ucap Ah hwa dengan senyum
terkulum ) Alif hanya geleng – geleng kepala sambil membalas senyum manis Ah
hwa.
Alif : Yang terpenting saat ini kita
harus belajar sungguh – sungguh sebentar lagi ujian nasional perihal lain di
kesampingkan dahulu … Ayo Hwa kita pulang, sebentar lagi anak – anak yang
latihan menari dan latihan basket datang ntar dikira ada apa – apa lagi, tadi
kulihat mobilmu tidak ada diparkiran, memangnya kamu berangkat sekolah naik apa
?
Ah
hwa : Tadi pagi aku dijemput teman.
Alif : masih sudi pulang bareng aku,
sang mantan … ( kembali Alif menggoda Ah hwa )
Ah
hwa : Aliiif …. !!!
(ucap Ah hwa dengan wajah
cemberut )
Alif : ya sudah, sudah ayo pulang
( Alif beranjak dari
duduknya )
Ah
hwa : tunggu, nanti dulu, minum
dulu sayang sudah dibayar ngak diminum ( kembali Alif duduk di tempat semula
dan minum teh botol sosro yang Ah hwa pesan tadi . Ah hwa terus
memandang wajah Alif yang sebelumnya tak berani ia tatap, benar juga kata Alif
yang terpenting saat ini harus memfokuskan diri menimba ilmu dengan sungguh –
sungguh apalagi ujian nasional sudah di depan mata, kalau soal cinta nanti saja
dibahas lepas dari seragam putih abu – abu batin Ah hwa.
Selesai menghabiskan minumannya,
Alif dan Ah hwa meninggalkan ruangan kantin dengan rasa berbunga – bunga.
Meninggalkan cerita di akhir sandiwara, meninggalkan wanita paruh baya penjaga
kantin yang masih terbengong – bengong dengan tingkah mereka.
“
KEMBANG SEPATU DI PINGGIR JALAN “
Merah
… di tepi jalan
Bukan
darah
Bukan
jua pewarna bibir
Indah menawan
Elok merekah
Dengan kelopak bergelambir
Yang dipandang mata
Yang di rasa jiwa
Terpanggang lena
Bertumpuk lara
Di pinggir
jalan waktu
Secawan
pati
Kembang
sepatu
Menawan
hati
Indahmu dipetik saja
Takut layu nanti jadinya
Dipandang hanya di buang
percuma
Harumnya saja terasa
Sepanjang mata
Kembang
sepatu di pinggir jalan
Puisi
untaian makna
Aku tau
engkau menawan
Dari
sekumpulan bunga
“ LAUTAN CINTA “
Butir pasir
di pantai
Butir
bintang di langit
Aku
kehabisan kata
Hilang
rangkai
Hilang bait
Keram
aksara
Bulir air samudra
Bilur sukma jiwa
Aku kekeringan rasa
Sungguh dahaga
Sungguh tersiksa
Haus di lautan cinta
Hembus
angin
Usap awan
Aku dingin
dalam bimbang
Butir pasir, butir bintang
Bulir air, bilur sukma
Aku
kehabisan kata
Haus
dahaga
Dan
karam di lautan cinta
“ SIMPONI KERETA “
Baru duduk
lagi berdiri
Biar saja
Ibu tua
disitu
Yang ku
tempat
Aku masih
muda lagi
Sekali –
kali penat
Sesak berlomba keringat
Bau apa saja
Aku sampai lupa untuk mengingat
Dari harum durian sampai bau belacan
Dari harum teratai sampai bau bunga
bangkai
Bukan kelas
satu tapi satu tuju
Permen, rokok, tissu
Permen, rokok, tisssssu
Permen dek, rokok bang, tissu
kak
Mie goreng, nasi goreng
Mie goreng, nasi goreng
Masih panas, masih hangat
Aqua, aqua, aqua, aqua
Aqua bang, aqua …
Aquanya kak ? aqua …
Juga pengamen jajan suara
Aku disitu
Diantara seribu satu keringat
Bau keringat
Yech … baru teringat
Dompet … dompet ku
Masih disaku
Ini bukan kelas satu
Tapi tetap satu tuju
“
PILIHAN “
Jangan itu, ini saja
Itu aku tak tau
Ini keahlianku
Jangan
aku, kau saja
Aku
tidak bisa
Engkau
sudah biasa
Jangan disana, disini saja
Disana belum tentu
Disini jangan ragu
Jangan
bicara diam saja
Banyak
bicara masuk dosa
Diam
lebih berguna
Jangan pergi, tunggu saja
Pergi tidak merubah semuanya
Menunggu kelak tau akhir kesahnya.
“
LAGI UANG “
Aku, engkau diperbudak uang
Ringkih tubuh lintang pulang
Tanpa sadar
Jadi hamba uang
Dari pagi sampai petang
Saling menjelang
Lagi uang … lagi uang
Lagi
hidup perlu uang
Matipun
butuh uang
Cari peluang celah uang
Tak jarang punya temberang
Uang
boleh tahan
Uang
mana tahan
Uang
bisa tahan
Tahan … tahan uang
Kelak melayang
Sayang … sayang uang
Awas jadi setan
“
PENJABAR ILMU “
Mencari ilmu
Menggali ilmu
Menimba ilmu
Menuntut ilmu
Menempa ilmu
Yang
dicari jangan sesaat
Yang
digali jangan bersekat
Yang
ditimba jangan perat
Yang
dituntut jangan sesat
Yang
ditempa jangan kelewat
Ilmu menjaga mata kelak tau
membedakan warna
Ilmu menjaga telinga kelak tau menyerapnya
Ilmu
menjaga bicara kelak tau memelihara
Ilmu
menjaga pikiran kelak tau menerapkan
Ilmu
menjaga hati kelak tau cara mengasihi
Ilmu
menjaga jiwa kelak tau cara berdo’a
Ilmu
menjaga iman kelak tau pada Ar-rahman
“
ANU “
Anu …. (Hmmmm)
Jangan
lepas mukena
Dikau
tetap jelita
Pesona tiada pudar
Cantikmu
tetap terpancar
Ini
mukena … hijau muda
Untukmu
aku suka
Anu …. (Hmmmm)
Aku
lupa
Walau
sering jumpa
Melihatmu
saja aku rasa bahagia
Tapi
jangan lepas mukena
Karna
aku tidak suka
Anu …. (Hmmmm)
Apa
itu ?
Cantik
itu tidak dilihat dari bentuk dan rupa
Tapi
ini ….
Cantik
itu dilihat disini
Dari
pancaran hati yang bercahaya
Jadi
jangan lagi ….
Jangan
lepas mukena
Lebih
indah menghias rupa
Aku
suka ….
“
PENAWAR RINDU “
Lagi
laut meluap
Lagi
bumi pecah
Lagi
langit runtuh
Aku
masih berharap
Tanpa lelah
Tanpa jenuh
Lagi
samudra menguap
Lagi bulan
jatuh
Lagi
matahari tumpah
Aku tetap mendekap
Tanpa luluh
Tanpa gerah
Lagi patah sayap
Lagi hilang bentuk
Lagi remuk rupa
Aku slalu siap
Tiada suntuk
Tiada lupa
Tiada pudar mauku
Engkau penawar rindu
“ ITU NAFSU “
Banyak
cukup, sedikit cukup
Itu nafsu
Meletup –
letup
Dalam kalbu
Banyak kurang, sedikit apalagi
Itu nafsu
Menari – nari
Dalam hati
Banyak cuma,
sedikit hanya
Itu nafsu
Mereka –
reka
Dalam rasa
Banyak terhingga, sedikit terkira
Itu nafsu
Meraja – lela
Dalam jiwa
Banyak daya
sedikit upaya
Itu nafsu
Berkata –
kata
Dalam cinta
Banyak semu, sedikit satu
Itu nafsu
Bertalu – talu
Dalam rindu
“ AKU MENCARI “
Dari
aku mencari jejak
Hilang
disapu buih dipantai
Dari aku mencari letak
Musnah dihapus awan bertikai
Dari
aku mencari celah
Sirna
digelas angin lalu
Dari aku mencari selah
Terperosok dibias madah
Dari
aku mencari cinta
Tiada
jua aku terima
Dari aku mencari rindu
Sinaranya bayang semu
Dari aku mencari rasa
Menjaga hati jangan lena
Dari aku mencari jiwa
Sukmaku jauh mengembara
“ DIGUITNYA “
Aku
diguitnya
Tidak
dengan tangan tapi dengan mata
Matanya
mengguit – guit
Sungguh
guiit
Kesal
aku selangit
Rasaku
terhimpit – himpit
Tidak menari – nari matanya
Tidak bernyanyi – nyanyi matanya
Tapi mengguit – guit
Malu
juga, bukan lagi muda
Juga
segan, lagi bukan bujangan
Aku
diguitnya
Tidak
dengan tangan
Tapi
dengan matanya
“ PULANGNYA SANG
PUJANGGA “
Pena
tergeletak
Diam
tak bergerak
Tinta
tergenang
Tiada
berkurang
Serak jelang
Telah pulang
Telah pulang
Bangku disitu tiada bergeser
Tungku diabu tiada bertengger
Gelas tak dituang
Kopi tak dihidang
Ujar selang
Telah pulang
Telah pulang
Kertas putih lagi bersih
Noda bening
Tiada mengambang
Lirih
sumbang
Telah pulang
Telah pulang
Ia pulang seorang
Merajut benang
“ AKU DAN RASA “
Aku
menulis kata
Dihamparan
pasir putih
Kala
riak meniti buih
Debur
gelombang mengulung pelan
Laut
tenang jauh pandangan
Aku melukis jiwa
Dikanvas cakrawala
Rona jingga lembayung senja
Kala rinai gerimis reda
Bias pelangi hadirkan warna
Aku
merangkai nada
Dipenggal malam bergayut awan
Kerlap kerlip bintang bertaburan
Kala purnama indah mengambang
Cahya nan redup terang
Aku
mengukir rasa
Dihalauan
cinta nakhoda asmara
Kala
mengarungi bahtera jiwa
Melihat
alam sebagai pedoman
Berlayar malam dari tangkahan
Aku melerai rindu
Diantara waktu – waktu
Kala riak bertabur rinai
Dari malam aku menyemai
Dalam bayang aku menuai
“ UMPAT – MENGUMPAT
“
Umpat
– mengumpat
Caci
maki
Buang
tabiat
Dari
diri
Sumpah serapah
Mengutuk jadi
Marah – marah
Menyelutuk diri
Meluap
– luap
Segalapun
di ucap jadi
Dari
anjing, monyet sampai babi
Dengar
jadi ngeri
Meletup – letup
Segalapun berjenis – jenis
Dari hantu, setan sampai iblis
Dengar janji sadis
Umpat
– mengumpat
Tiada
sehat
Membuat
jiwa sebentar sekarat
Umpat – mengumpat
Tiada rahmat
Membuat jalan sebentar sesat
“ MERANTAU “
Sebentar
haya lewat
Tiada
berhenti ditempat
Sekilas
angan
Melempar
pandang
Dari jendela ….
Yach … dari jendela
Engkau dibawah akasia
Sedang deru mesin
Membawa aku serta
Dari
jendela
Yach
… dari jendela
Disana
engkau bermuram durja
Sedang
debu jalan
Membawa
aku serta
Aku lihat bekas air mata
Seakan tidak rela
Aku pergi sebentar cuma
Sepotong
cinta di bawah akasia
Deru
mesin, debu jalan
Pandang
menghilang
“ ANGAN NYA “
Merayap –
rayap angannnya
Rasanya
meluap – luap
Cintanya
penuh – penuh
Rindunya
tumpah – tumpah
Kasihnya
berseteguh
Sayangnya
berseluruh
Merayap – rayap angannya
Nafsunya menggebu – gebu
Inginnya bertalu – talu
Maunya malu – malu
Kehendaknya sungguh terlalu
Harapnya penuh selalu
Merayap –
rayap angannya
Matanya
binar – binar
Pikirnya bingar
– bingar
Hidungnya
kembang – kempis
Telinganya
berlapis – lapis
Bibirnya
sengging berdesis
Merayap – rayap angannya
Mengkal – mengkal melihatnya
“ HANYUT RASA “
Perkataannya
tersulut api
Bakar dada
ini
Melegak
jiwa
Berkecamuk
rasa
Bara jadi
Terpanggang
hati
Itu cemburu
Selagi curiga
Yang bertahta
Cemburu buta
Tiada tentu
Ucapannya
manis dibibir
Basah rindu
ini
Terendam
dalam jiwa
Hanyutkan
rasa
Ragu jadi
Terangkum
hati
Bulan …
Ceritakan
pada ku malam
Bintang
bertaburan
Berkelipan
Berkejaran
Hamburkan angan
Bulan …
Berikan aku
sinaran
Yang berkilauan
Bagai intan
Di hamparan awan
Bulan …
Lihatkan aku keindahan
Keindahan abadi
Keindahan hakiki
Bulan …
Bisikkan
aku kecintaan
Kisahkan
pada ku tentang malam
Tentang bulan
Tentang bintang
Tentang awan
Aku dengar
dari kejauhan
Tangisan
bulan
Sedu –
sedan
Tertahan
Memilukan
Aku lihat dari keremajaan
Rintih sang bintang
Sejuk seram
Lirih erang
Dalam bimbang
Aku rasa
dari kehampaan
Rajuk
sang malam
Tak
lagi diam
Cekam
mencekam
Luruh
kelam
Aku
cium dari keheningan
Keteduhan
angan
Hamparan
awan
Gelora
alam
Di
kesepian
Aku peluk
dari sesuatu
Aku ucap
seiring waktu
Burung
dare burung belibes
Hinggap ditangkai dahannye patah
Bukan bete bijak menulis
Pandai merangkai jalinan madah
Hinggap
ditangkai dahannye patah
Air ditepak
tiada tumpah
Pandai
merangkai jalinan madah
Syair dan
sajak tersusun indah
Air ditepak tiada tumpah
Ayam berkokok tanda nak pagi
Syair dan sajak tersusun indah
Elok berkelok makna puisi
Ayam
berkokok tanda nak pagi
Sinaran
surya pantulkan semua
Elok
berkelok makna puisi
Rangakain
rasa untaian jiwa
Sinaran surya pantulkan semua
Menatapku acuh sendiri
Rangkaian rasa untaian jiwa
Tiada penaku lincah menari
Menatapku
acuh sendiri
Berselimut
air dan wadah
Bukan
penaku lincah menari
Hanya
mengikut syair dan madah
Berselimut air dan wadah
Maka berkelah dilajurkan
Hanya mengikut syair dan madah
Jikapun salah mohon ajarkan
BIODATA PENULIS
Lahir di Dabo
Singkep, kepulauan Riau pada tanggal 26 Januari 1976, terlahir dengan nama
kecil yang akrab disapa Iwan, tumbuh dan besar dikampung Sekopdarat ( Dabo Singkep ) beragama islam
berjenis kelamin laki – laki.
Kini menetap di Kisaran, Asahan
Sumatera Utara, berpropesi sebagai pedagang sayuran dipasar kartini Kisaran dan
juga pedagang di pasar Kaget ( Pekan ) disekitar kota Kisaran.
Adapun beberapa karya tulis
Iwan Sekop Darat :
1.
Tentang
Rindu (
Novel )
2.
Tentang
Rindu 2 (
Novel )
3.
Layang
– layang Zaman (
Novel )
4.
Fatwa
Cinta (
Kumpulan Puisi Sair & Sajak )
5.
Primadona
Diujung Trotoar (
Novel )
6.
Madah
Aksara (Novel
dan Kumpulan Sajak )
7.
Tiang
– tiang Aksara (Novel
dan Kumpulan Sajak)
8.
Do’a
Simarjan (
Novel )
9.
Sulaman
Aksara (
Kumpulan Puisi Sair & Sajak )
10.
Dilema
Hati Menyinta (
Novel )
11.
Pasukan
Pramuka (
Novel )
12.
Bilur
– bilur tinta (
Kumpulan Puisi Sair & Sajak )
13.
Buih
Debur Riak Cinta (
Kumpulan Puisi Sair & Sajak )
14.
Bingkisan
Ramadhan (
Cerpen dan kumpulan sajak )
15. Helai Rindu (Cerpen
drama dan kumpulan
sajak )
16.
Nektar
Cinta (
Novel )
17.
Bumi
Segantang Lada (
Drama dan Kumpulan Sajak )
18. Sejuta Warna Bougainvillea (Drama cerpen dan kumpulan Sajak)
(Kado Terindah Buat Yang Dicinta )
SEJUTA
WARNA BOUGAINVILLEA ( KADO TERINDAH BUAT YANG DICINTA )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar