Selasa, 02 April 2013

SEJUTA WARNA BOUGAINVILLEA ( KADO TERINDAH BUAT YANG DICINTA ) Bag. 2

“ SELALU INGINKU “

Cipt :  Iwan Sekopdarat
Selalu inginku namun tak kuasa aku
Menepis bayang semu
Tak kuasa menahan rindu
Selalu inginku namun tak kuasa aku
Berjalan di angan rapuh
Tertatih ku terpaku
Selalu inginku oh selalu inginku
Bersama denganmu
Reff
            Selalu inginku namun tak kuasa aku
            Kau bagai rembulan mengambang di awan
            Selalu inginku namun tak kuasa aku
            Yang hanya memandang
            Selalu inginku ……
            Namun tak kuasa aku
( Lagu Selalu Inginku dapat dilihat dan didengar di You tube dengan penelusuran Iwan Sekopdarat ).









“ SELALU INGINKU 2 “

Cipt :  Iwan Sekopdarat
Yang ku rindu bagai butir angan yang biru
Kelabu dihatiku meresap sungguh pilu
Ku merindu padamu laksana bayang semu
Ku merindu padamu
Teramat ku merindu
Reff
            Di penghujung malam
            Tak akan terlewatkan
            Bertabur bulan bintang
            Engkau yang aku kenang
Berhias di pandangan
                        Wajahmu selalu terbayang
                        Akankah rinduku terhempas
                        Di lamunan

( Lagu Selalu Inginku 2 dapat dilihat dan didengar di You tube dengan penelusuran Iwan sekopdarat ).









“ SELALU INGINKU 3 “

Cipt :  Iwan Sekopdarat
Setiap waktu tak lelah bagiku merindukanmu
Tak jemu bagiku
Mencintai dirimu, sepenuhnya
Reff
            Lihatlah awan disana
            Bergantung indah rembulan
            Seteduh hati yang merindukan
                        Dengarlah sapa sang malam
                        Dibias kerlip sang bintang
                        Dengan rindu yang aku rasakan
Bayang wajahmu slalu aku merindu
Yang kurasakan sungguh aku
Tak dapat melupakan


( Lagu Selalu Inginku 3 dapat dilihat dan didengar di You tube dengan penelusuran Iwan sekopdarat ).









“ SELALU INGINKU 4 “

Cipt :  Iwan Sekopdarat
Terlalu ku merindukanmu
Ku sungguh terlalu
Satu wajah aku merindu
            Teramat hatiku menyinta
            Ku teramat sangat
            Dari rasa aku menyinta
Terlalu ku sungguh terlalu
Teramat ku sangat merindu

Reff
            Dengan rasa ku menyinta
            Samalah engkau merindu
            Atau mungkin hanya aku yang terlalu
Sekalipun kau tak suka
Anadainya kau pun tak mau
Jika memang benar semua itu
Dosakah bila aku merindu


( Lagu Selalu Inginku 4 dapat dilihat dan didengar di You tube dengan penelusuran Iwan sekopdarat ).





“ SELALU INGINKU 5 “

Cipt :  Iwan Sekopdarat
Yang teramat sakit
Kala cinta ini didusta
Dan sungguh tersiksa
Rasa batin ini terluka
            Indah menjalani cinta
            Benang kasih asmara
            Merajut dengan mesra terlena
Terpuruk ku dirasa
Kecewa ku di dada
Tak kusangka
Kau telah berubah

Reff
            Jangan pernah lagi, kau ucap asmara
            Jangan pernah lagi, kau katakan cinta
Apalah artinya, bagiku semua
Jika dihatimu
Berbagi rindu dengannya


( Lagu Selalu Inginku 5 dapat dilihat dan didengar di You tube dengan penelusuran Iwan sekopdarat ).




“ ALIF   AH HWA “

            Bel tanda pelajaran usai baru saja berbunyi. Siswa pun bersiap – siap membersekan perlengkapan sekolah mereka. Setelah berdoa bersama satu persatu mereka pun beranjak dari bangku dan melangkah keluar ruangan kelas menuju rumah masing – masing. Alif masih memasukkan beberapa buku kedalamnya, Ah hwa yang duduk tak jauh dari Alif menghampiri Alif.
Ah hwa     :    Lif, ada yang ingin aku bicarakan, aku tunggu kamu dikantin.
Alif             :    iya, sebentar lagi aku kesana
                        ( jawab Alif dengan ekspresi wajah yang biasa. Tidak lama ia pun menyusul Ah hwa menuju kantin sekolah mereka )

                   Dikantin Ah hwa telah duduk menunggu Alif sambil memesan minuman ringan, tidak begitu lama Alif pun tiba dikantin dan duduk behadapan dengan ah hwa, ia pandang wajah Ah hwa sementara Ah hwa merasa tidak berani beradu pandang dengan Alif, padahal dari pagi Ah hwa sudah mengumpulkan keberaniannya untuk mengatakannya pada Alif, namun entah mengapa disaat mereka berhadapan konsentrasi Ah hwa terasa buyar tak tau apa yang akan ia ucapkan, lidahnya terasa keluh, bibirnya terasa kaku, Ah hwa hanya membisu.
Alif             : Koq bengong Hwa, tadi katanya ada yang ingin di omongin.
Ah hwa     : Eh … oh maaf Lif, sory … aku … aku
                     ( dengan tergagap Ah hwa menjawabnya )
Alif             : ya udah minum dulu, biar agak tenang baru cerita.
                     ( ujar Alif masih dalam ekspresi yang tenang )
                   Ah hwa menyedot batang pipet teh botol sosro kesejukan menyirami dadanya, dengan perlahan Ah hwa menarik napas berharap dapat memiliki kekuatan.
Ah hwa     : Lif, ada yang penting yang ingin aku omongin
( masih tertunduk. Jemari Ah hwa memilin – milin ujung seragam sekolahnya )
Alif             : tentang apa?
                     ( seolah Alif berbicara dengan ubun- ubun kepala Ah hwa )
Ah hwa     : tentang kita lif, …tentang kita
                     ( ucap lirih Hwa masih dapat terdengar Alif )
( Alif memandang langit – langit sekolah, flaponnya bercat putih bersih tanpa noda ini menandakan sekolah yang ditempati mereka merupakan sekolah favorit. Ini terlihat jelas dari kantinnya saja yang sangat bersih, tertata rapi, apik, dan higenis. Kembali Alif melihat lawan bicaranya yang tetap tertunduk )
Alif             : Ah hwa aku bicara padamu, bukan sama meja, bukan sama kursi,bukan sama dinding bukan sama angin tapi sama kamu pandang aku Ah hwa tatap aku, yach … akan ku dengar, akan ku dengar semua.
ucapan Alif yang tenang namun berwibawa  membuat Ah hwa mati kutu dibuatnya, Ah hwa mengangkat wajahnya coba membalas tatapan Alif, tapi hanya sebentar saja Ah hwa melayangkan pandangannya membuat sudut 30 derajat dari sisi kanan wajah Alif,  tatapan Ah hwa hampa sekalipun ekor matanya menatap seorang wanita separuh baya yang lagi menata piring di steling kantin tersebut. Namun pikiran Ah hwa tidak tertuju kearah itu. Kembali Ah hwa tertunduk namun tidak memandang ujung bajunya lagi, mata Ah hwa memandang saku kiri bajunya. Boltpoint yang masih tegak bertengger di sela saku bajunya ia tarik keluar. Bolpoint itu kini ia pegang dengan kedua tangannya yang bersandar di atas meja. Setidaknya Ah hwa tidak terlalu tunduk seperti semula. Ah hwa pun sadar disorot mata Alif masih tetap tenang menatapnya, melihat semua yang dilakukan Ah hw. Yach … sorot mata itu, sorot mata yang teduh tenang menyejukkan menyimpan kedamaian, ketenangan dan keteduhan rasa di jiwa. Ingin Ah hwa berlabuh selamanya disana.
Ah hwa     : aych Alif tentang kita….. aku ingin kita bubaran saja, hubungan kita cukup sampai disini saja, tolong. Jangan kau tanya kenapa, maafkan aku Alif, maafkan aku. ( kembali Ah hwa menatap bolpoint yang berada di kedua tangannya. Bolpoint yang tadi ia pegang kini ia genggam. Ah hwa pun menggigit bibir bawah bagian dalam, ia mencoba genangan di kelopak matanya tidak tumpah, sekuat tenaga ia menahannya namun tak kuasa sebulir jatuh jua, dengan cepat Ah hwa menyekanya, pertahanannya rapuh Ah hwa tau jika Alif melihat sebulir air mata itu ).
Alif             : Hua … Ah hwa (Ah hwa pun beradu tatapan dengan Alif. Alif menyobek gulungan tisu yang berada disisi kanan, lalu memberikannya pada Ah hwa, Ah hwa pun menerima tisu tersebut dan membiarkan bolpoint itu tergeletak diatas meja, kini kedua tangannya memegang tisu, berusaha untuk tidak menyeka kelopak matanya yang sudah berbinar – binar bagai kaca dan kembali Alif menyambungkan pembicaraannya).
Alif             : Tidak ada yang perlu dimaafkan Ah hwa, engkau tidak bersalah padaku, membantuku membuat teman - temanku yang di panti asuhan tersenyum dengan bola dan raket yang engkau berikan juga kepada pengurus panti asuhan itu, engkau juga sudah membuat Pak Umar pengurus mesjid itu tersenyum bahagia memiliki sarung dan kopiah yang baru.
                     ( Alif menarik napas memberi waktu tenggang dalam nada bicaranya ).
                     Malah aku yang inta maaf padamu, bersalah padamu karna waktu itu aku katakan bahwa uang yang di dalam amplop putih itu akan kusumbangkan ke mesjid, aku mengambilnya sebagian dan kuserahkan pada Pak Umar, kasihan dia sarungnya tertambal sana sini, sedang kopiahnya sudah tidak hitam lagi malah kecoklat – coklatan sangking lamanya usia kopiah itu.
                     ( Ah hwa masih mendengarkan dengan seksama , malah makin kuat ia mengigit bibirnya) Engkau juga sangat baik Hua, dengan memberikan nasi goreng kepada gadis kecil pengamen itu. ( Alif bercerita apa adanya )
Ah hwa     : Sudah lif, sudah jangan teruskan, jangan kau siksa aku… aku…. aku ….
                     ( Tangis Ah hwa pun pecah, runtuh sudah pertahanannya yang dari tadi ia bangun, Ah hwa meraih kedua tangan Alif, dan Alif menggeser sedikit kedua buku tangannya memberi bantalan buat wajah Ah hwa tanpa tidak merubah posisi. Tangannya semula saling bertumpukan diatas meja, basah sudah buku tangan Alif dengan air mata Ah hwa, derai – derai air mata itu cukup bagi Alif untuk meyakinkan dirinya bahwa saat ini Ah hwa tidak lagi memainkan perannya, pada sandiwara yang Ah hwa buat bersama teman – temannya. Yach … pada target yang ke – 30 dan dihari yang ke 30 sandiwara ini usai. Alif telah tahu semuanya dari Tohir, sahabatnya yang tanpa sengaja mendengar pembicaraan Ah hwa dan teman – temannya. Bahwa target terakhir itu adalah dirinya. Sekilas Alif sempat menatap jauh bola mata            Ah hwa disaat mereka beradu pandang. Di dalam hitam  mata Ah hwa, tidak Alif dapati kepura – puraan. Alif tetap membiarkan Ah hwa terus terisak bertumpukan tangannya. Sewaktu isak tangis Ah hwa tumpah, wanita paruh baya penjaga kantin tersebut sempat melongokkan kepalanya dibalik steling jualannya, ia mengira telah terjadi sesuatu, namun setelah diamatinya dari kejauhan kembali ia meneruskan pekerjaannya memberes - bereskan jualannya sambil geleng – geleng kepala “ yah namanya anak muda, yang muda yang penuh warna” bisik batin wanita tersebut.
Ah hwa masih terisak berbantalkan tangan Alif. Ah hwa benar – benar menyesal telah menerima tantangan terakhir dari teman – temannya, seandainya saja dia mundur dan mengaku kalah kepada teman – temannya itu mungkin saja kejadiannya tidak seperti ini, kini ia malu pada Alif pada ayah Alif yang ia kenal, juga pada ibunya Alif yang sangat ia kenal dan ia lebih malu pada dirinya sendiri. Sandiwara yang ia buat sendiri akhirnya menjerat ia sendiri … yach siapa yang menyemai ia yang menuai, siapa yang menanam ia  juga yang memetik hasilnya, hasil dari akhir sandiwara cinta.
            Sedu dari isak tangis ah hwa tinggal satu – satu matanya sembab pipinya merona namun tidak melunturkan kecantikan wajahnya.
Alif             : Hwa … ( Hwa pun mengangkat wajahnya menatap Alif ) aku tidak akan  bertanya mengapa hubungan kita berakhir sampai disini. Itu hak mu untuk tidak memberi alasan mengapa kita harus bubaran. Bagiku pernah melewati hari bersamamu saja sudah membuat aku sangat bahagia. Sekalipun kita kini tak lagi bersama, mengenangmu saja sesuatu hal yang sangat terindah bagiku.
            Aku tak pernah memaksa Hwa, aku hanya ingin membuat engkau bahagia, asal engkau bahagia aku turut bahagia, jadi semua keputusanmu aku terima dengan lapang dada. Jadi jangan menangis lagi, tak perlu ditangisi.
            Tatapan Ah hwa hampa ia hanya memandang kosong kerah baju seragam sekolah Alif namun tangannya tetap memegang erat jemari Alif.
Ah hwa     : Maafin aku Lif, ini semua salahku, tak seharusnya begini, aku kkhilaf Lif, aku khilaf ( desah Ah hwa perlahan menyesali semua perbuatannya )
                     ( Alif mengangkat dagu Ah hwa dengan jari telunjuk yang ditekuk setengah, ia pandang mata bening itu. Mata yang berkaca – kaca yach …. mata yang selama ini Alif suka.
Alif               : Sudahlah Ah hwa semua sudah berakhir aku sudah tau semuanya dari Tohir yang tanpa sengaja mendengar pembicaraan kalian sebulan yang lalu, target ke-30 dihari yang ke-30 dan …( segera Ah hwa berucap dengan mata sedikit terbelalak )
Ah hwa          : Alif ! jadi kamu ?
                     ( dengan cepat Alif menyilangkan telunjuknya dibibir Ah hwa yang mungil sambil berucap )
Alif               : Tolong jangan potong pembicaraanku dengarkan dulu penjelasanku ( Alif pun menarik kembali telunjuknya, sedang Ah hwa terbengong benci, malu, keki, rindu, cinta membaur jadi satu kerongkongnnya seakan tercekat, ia tidak menyangka jika Alif sudah tau semuanya, kembali Alif meneruskan pembicaraannya yang sempat terpotong tadi )
Alif               : Ah hwa mungkin saja selama ini engkau berpura – pura, tapi aku tidak pernah berpura – pura, apa adanya seperti itulah aku, atau mungkin engkau melakukan semua ini punya alasan tertentu, bisa jadi engkau dulu pernah dikecewakan pacarmu hingga engkau berbuat seperti ini ingin membalas sakit hatimu.
Ah hwa       : maafkan aku Lif, aku khilaf.
Alif               : Sudah dari dulu engkau aku maafkan hwa, hari pertama engkau menjalankan aksimu saja aku sudah memaafkannya.
Ah hwa        : Aku jadi malu Lif, sekali lagi maafkan aku, jika engkau mau marah, marahlah padaku, bencilah aku Lif, aku memang pantas untuk dibenci, aku terima semua caci makimu.
Alif               : Hwa aku akan marah jika melihat wajahmu seperti ini, cantikmu hilang, aku tidak akan membencimu, tapi dengan satu syarat.
Ah hwa       : Apa syaratnya Lif ?
Alif               : Aku mau engkau tersenyum seperti dulu senyum yang tulus tanpa kepura – puraan ( Alif coba mencairkan suasana dengan sedikit candaan segarnya, perlahan – lahan wajah murung, Ah hwa sedikit demi sedikit mulai berseri, mega mendung dilembayung mata Ah hwa sirna, Ah hwa hanya tersenyum manyun merasa digoda oleh Alif.
Alif               : Kan gitu lebih cantik, lebih manis, asal kamu tau Hwa, kamu kalau nangis jelek, enggak menarik.
Ah hwa       : Kamu jahat Lif, kamu jahat !
                     (ujar lembut Ah hwa sambil perlahan memukul dada Alif, Alif membiarkannya, membiarkan tangan lembut itu memukul pelan dadanya. Ah hwa malah mencebirkan bibirnya merasa di olok – olok Alif )
Alif               : Hwa … hwa ( ucap Alif santai ) seharusnya dulu engkau dapat mengambil hikmat dengan kegagalan cintamu itu, itu menandakan Tuhan masih sayang denganmu, Tuhan punya rencana lain, mungkin saja ia ingin melihat engkau sukses dulu meraih cita – citamu, baru ia menghadirkan dan mempertemukan jodoh yang tepat untukmu. Jadi jangan membenci cinta karna cinta itu anugrah, anugrah terindah dari maha pencipta jangan lagi menyalahkan cinta.
Ah hwa       : Iya pak guru
                     (ucap Ah hwa dengan senyum terkulum ) Alif hanya geleng – geleng kepala sambil membalas senyum manis Ah hwa.
Alif               : Yang terpenting saat ini kita harus belajar sungguh – sungguh sebentar lagi ujian nasional perihal lain di kesampingkan dahulu … Ayo Hwa kita pulang, sebentar lagi anak – anak yang latihan menari dan latihan basket datang ntar dikira ada apa – apa lagi, tadi kulihat mobilmu tidak ada diparkiran, memangnya kamu berangkat sekolah naik apa ?
Ah hwa        : Tadi pagi aku dijemput teman.
Alif               : masih sudi pulang bareng aku, sang mantan … ( kembali Alif menggoda Ah hwa )
Ah hwa        : Aliiif …. !!!
                     (ucap Ah hwa dengan wajah cemberut )
Alif               : ya sudah, sudah ayo pulang
                     ( Alif beranjak dari duduknya )
Ah hwa        : tunggu, nanti dulu, minum dulu sayang sudah dibayar ngak diminum           ( kembali Alif duduk di tempat semula dan minum teh botol sosro yang               Ah hwa pesan tadi . Ah hwa terus memandang wajah Alif yang sebelumnya tak berani ia tatap, benar juga kata Alif yang terpenting saat ini harus memfokuskan diri menimba ilmu dengan sungguh – sungguh apalagi ujian nasional sudah di depan mata, kalau soal cinta nanti saja dibahas lepas dari seragam putih abu – abu batin Ah hwa.
            Selesai menghabiskan minumannya, Alif dan Ah hwa meninggalkan ruangan kantin dengan rasa berbunga – bunga. Meninggalkan cerita di akhir sandiwara, meninggalkan wanita paruh baya penjaga kantin yang masih terbengong – bengong dengan tingkah mereka.




“ KEMBANG SEPATU DI PINGGIR JALAN “

Merah … di tepi jalan
Bukan darah
Bukan jua pewarna bibir
            Indah menawan
            Elok merekah
            Dengan kelopak bergelambir
                        Yang dipandang  mata
                        Yang di rasa jiwa
                        Terpanggang lena
                        Bertumpuk lara
Di pinggir jalan waktu
Secawan pati
Kembang sepatu
Menawan hati
                        Indahmu dipetik saja
                        Takut layu nanti jadinya
                        Dipandang hanya di buang percuma
                        Harumnya saja terasa
                        Sepanjang mata
Kembang sepatu di pinggir jalan
Puisi untaian makna
Aku tau engkau menawan
Dari sekumpulan bunga



“ LAUTAN CINTA “

Butir pasir di pantai
Butir bintang di langit
Aku kehabisan kata
Hilang rangkai
Hilang bait
Keram aksara
            Bulir air samudra
            Bilur sukma jiwa
            Aku kekeringan rasa
            Sungguh dahaga
            Sungguh tersiksa
            Haus di lautan cinta
Hembus angin
Usap awan
Aku dingin dalam bimbang
            Butir pasir, butir bintang
                        Bulir air, bilur sukma
                                    Aku kehabisan kata
                                                Haus dahaga
                                                            Dan karam di lautan cinta






“ SIMPONI KERETA “

Baru duduk lagi berdiri
Biar saja
Ibu tua disitu
Yang ku tempat
Aku masih muda lagi
Sekali – kali penat
            Sesak berlomba keringat
            Bau apa saja
            Aku sampai lupa untuk mengingat
            Dari harum durian sampai bau belacan
            Dari harum teratai sampai bau bunga bangkai
Bukan kelas satu tapi satu tuju
       Permen, rokok, tissu
              Permen, rokok, tisssssu
                   Permen dek, rokok bang, tissu kak
       Mie goreng, nasi goreng
              Mie goreng, nasi goreng
                   Masih panas, masih hangat
       Aqua, aqua, aqua, aqua
              Aqua bang, aqua …
                   Aquanya kak ? aqua …
            Juga pengamen jajan suara
            Aku disitu
            Diantara seribu satu keringat
            Bau keringat
            Yech … baru teringat
            Dompet … dompet ku
            Masih disaku
            Ini bukan kelas  satu
            Tapi tetap satu tuju

“ PILIHAN “

Jangan itu, ini saja
Itu aku tak tau
Ini keahlianku
            Jangan aku, kau saja
            Aku tidak bisa
            Engkau sudah biasa
Jangan disana, disini saja
Disana belum tentu
Disini jangan ragu
            Jangan bicara diam saja
            Banyak bicara masuk dosa
            Diam lebih berguna
Jangan pergi, tunggu saja
Pergi tidak merubah semuanya
Menunggu kelak tau akhir kesahnya.






“ LAGI UANG “

Aku, engkau diperbudak uang
Ringkih tubuh lintang pulang
Tanpa sadar
Jadi hamba uang
Dari pagi sampai petang
Saling menjelang
Lagi uang … lagi uang
            Lagi hidup perlu uang
            Matipun butuh uang
Cari peluang celah uang
Tak jarang punya temberang
            Uang boleh tahan
            Uang mana tahan
            Uang bisa tahan
Tahan … tahan uang
Kelak melayang
Sayang … sayang uang
Awas jadi setan








“ PENJABAR ILMU “

Mencari ilmu
Menggali ilmu
Menimba ilmu
Menuntut ilmu
Menempa ilmu
            Yang dicari jangan sesaat
            Yang digali jangan bersekat
            Yang ditimba jangan perat
            Yang dituntut jangan sesat
            Yang ditempa jangan kelewat
Ilmu menjaga mata kelak tau membedakan warna
Ilmu menjaga telinga kelak tau menyerapnya
Ilmu menjaga bicara kelak tau memelihara
Ilmu menjaga pikiran kelak tau menerapkan
Ilmu menjaga hati kelak tau cara mengasihi
Ilmu menjaga jiwa kelak tau cara  berdo’a
Ilmu menjaga iman kelak tau pada Ar-rahman









“ ANU “

Anu …. (Hmmmm)
       Jangan lepas mukena
       Dikau tetap jelita
Pesona tiada pudar
       Cantikmu tetap terpancar
       Ini mukena … hijau muda
       Untukmu aku suka
Anu …. (Hmmmm)
       Aku lupa
       Walau sering jumpa
       Melihatmu saja aku rasa bahagia
       Tapi jangan lepas mukena
       Karna aku tidak suka
Anu …. (Hmmmm)
       Apa itu ?
       Cantik itu tidak dilihat dari bentuk dan rupa
       Tapi ini ….
       Cantik itu dilihat disini
       Dari pancaran hati yang bercahaya
       Jadi jangan lagi ….
       Jangan lepas mukena
       Lebih indah menghias rupa
       Aku suka ….



“ PENAWAR RINDU “

Lagi laut meluap
Lagi bumi pecah
Lagi langit runtuh
Aku masih berharap
            Tanpa lelah
            Tanpa jenuh
Lagi samudra menguap
Lagi bulan jatuh
Lagi matahari tumpah
            Aku tetap mendekap
            Tanpa luluh
            Tanpa gerah
                        Lagi patah sayap
                        Lagi hilang bentuk
                        Lagi remuk rupa
                        Aku slalu siap
                        Tiada suntuk
                        Tiada lupa
            Tiada pudar mauku
            Engkau penawar rindu






“ ITU NAFSU “

Banyak cukup, sedikit cukup
Itu nafsu
Meletup – letup
Dalam kalbu
            Banyak kurang, sedikit apalagi
            Itu nafsu
            Menari – nari
            Dalam hati
Banyak cuma, sedikit hanya
Itu nafsu
Mereka – reka
Dalam rasa
            Banyak terhingga, sedikit terkira
            Itu nafsu
            Meraja – lela
            Dalam jiwa
Banyak daya sedikit upaya
Itu nafsu
Berkata – kata
Dalam cinta
            Banyak semu, sedikit satu
            Itu nafsu
            Bertalu – talu
            Dalam rindu


“ AKU MENCARI “

Dari aku mencari jejak
Hilang disapu buih dipantai
            Dari aku mencari letak
            Musnah dihapus awan bertikai
Dari aku mencari celah
Sirna digelas angin lalu
            Dari aku mencari selah
            Terperosok dibias madah
Dari aku mencari cinta
Tiada jua aku terima
            Dari aku mencari rindu
            Sinaranya bayang semu
            Dari aku mencari rasa
            Menjaga hati jangan lena
            Dari aku mencari jiwa
            Sukmaku jauh mengembara










“ DIGUITNYA “

Aku diguitnya
Tidak dengan tangan tapi dengan mata
Matanya mengguit – guit
Sungguh guiit
Kesal aku selangit
Rasaku terhimpit – himpit
            Tidak menari – nari matanya
            Tidak bernyanyi – nyanyi matanya
            Tapi mengguit – guit
Malu juga, bukan lagi muda
Juga segan, lagi bukan bujangan
Aku diguitnya
Tidak dengan tangan
Tapi dengan matanya












“ PULANGNYA SANG PUJANGGA “

Pena tergeletak
Diam tak bergerak
Tinta tergenang
Tiada berkurang
            Serak jelang
                        Telah pulang
                                    Telah pulang
            Bangku disitu tiada bergeser
            Tungku diabu tiada bertengger
            Gelas tak dituang
            Kopi tak dihidang
                        Ujar selang
                        Telah pulang
                        Telah pulang
            Kertas putih lagi bersih
            Noda bening
            Tiada mengambang
                        Lirih sumbang
                                    Telah pulang
                                    Telah pulang
            Ia pulang seorang
Merajut benang




“ AKU DAN RASA “

Aku menulis kata
Dihamparan pasir putih
Kala riak meniti buih
Debur gelombang mengulung pelan
Laut tenang jauh pandangan
            Aku melukis jiwa
            Dikanvas cakrawala
            Rona jingga lembayung senja
            Kala rinai gerimis reda
            Bias pelangi hadirkan warna
Aku merangkai nada
            Dipenggal malam bergayut awan
            Kerlap kerlip bintang bertaburan
            Kala purnama indah mengambang
            Cahya nan redup terang
Aku mengukir rasa
Dihalauan cinta nakhoda asmara
Kala mengarungi bahtera jiwa
Melihat alam sebagai pedoman
            Berlayar malam dari tangkahan
            Aku melerai rindu
            Diantara waktu – waktu
            Kala riak bertabur rinai
            Dari malam aku menyemai
            Dalam bayang aku menuai

“ UMPAT – MENGUMPAT “

Umpat – mengumpat
Caci maki
Buang tabiat
Dari diri
            Sumpah serapah
            Mengutuk jadi
Marah – marah
            Menyelutuk diri
Meluap – luap
Segalapun di ucap jadi
Dari anjing, monyet sampai babi
Dengar jadi ngeri
            Meletup – letup
            Segalapun berjenis – jenis
            Dari hantu, setan sampai iblis
            Dengar janji sadis
Umpat – mengumpat
Tiada sehat
Membuat jiwa sebentar sekarat
            Umpat – mengumpat
            Tiada rahmat
            Membuat jalan sebentar sesat




            “ MERANTAU “

Sebentar haya lewat
Tiada berhenti ditempat
Sekilas angan
Melempar pandang
            Dari jendela ….
            Yach … dari jendela
Engkau dibawah akasia
Sedang deru mesin
Membawa aku serta
Dari jendela
Yach … dari jendela
Disana engkau bermuram durja
Sedang debu jalan
Membawa aku serta
            Aku lihat bekas air mata
            Seakan tidak rela
            Aku pergi sebentar cuma
Sepotong cinta di bawah akasia
Deru mesin, debu jalan
Pandang menghilang






“ ANGAN NYA “

Merayap – rayap angannnya
Rasanya meluap – luap
Cintanya penuh – penuh
Rindunya tumpah – tumpah
Kasihnya berseteguh
Sayangnya berseluruh
            Merayap – rayap angannya
            Nafsunya menggebu – gebu
            Inginnya bertalu – talu
            Maunya malu – malu
            Kehendaknya sungguh terlalu
            Harapnya penuh selalu
Merayap – rayap angannya
Matanya binar – binar
Pikirnya bingar – bingar
Hidungnya kembang – kempis
Telinganya berlapis – lapis
Bibirnya sengging berdesis
            Merayap – rayap angannya
            Mengkal – mengkal melihatnya






“ HANYUT RASA “

Perkataannya tersulut api
Bakar dada ini
Melegak jiwa
Berkecamuk rasa
Bara jadi
Terpanggang hati
            Itu cemburu
            Selagi curiga
            Yang bertahta
            Cemburu buta
            Tiada tentu
Ucapannya manis dibibir
Basah rindu ini
Terendam dalam jiwa
Hanyutkan rasa
Ragu jadi
Terangkum hati









Bulan …
Ceritakan pada ku malam
Bintang bertaburan
            Berkelipan
            Berkejaran
            Hamburkan angan
Bulan …
Berikan aku sinaran
            Yang berkilauan
            Bagai intan
            Di hamparan awan
Bulan …
            Lihatkan aku keindahan
            Keindahan abadi
            Keindahan hakiki
Bulan …
Bisikkan aku kecintaan
Kisahkan pada ku tentang malam
            Tentang bulan
            Tentang bintang
            Tentang awan







Aku dengar dari kejauhan
Tangisan bulan
Sedu – sedan
Tertahan
Memilukan
            Aku lihat dari keremajaan
            Rintih sang bintang
            Sejuk seram
            Lirih erang
            Dalam bimbang
Aku rasa dari kehampaan
Rajuk sang malam
Tak lagi diam
Cekam  mencekam
Luruh kelam
                        Aku cium dari keheningan
                        Keteduhan angan
                        Hamparan awan
                        Gelora alam
                        Di kesepian
Aku peluk dari sesuatu
Aku ucap seiring waktu






Burung dare burung belibes
            Hinggap ditangkai dahannye patah
            Bukan bete bijak menulis
            Pandai merangkai jalinan madah
Hinggap ditangkai dahannye patah
Air ditepak tiada tumpah
Pandai merangkai jalinan madah
Syair dan sajak tersusun indah
            Air ditepak tiada tumpah
            Ayam berkokok tanda nak pagi
            Syair dan sajak tersusun indah
            Elok berkelok makna puisi
Ayam berkokok tanda nak pagi
Sinaran surya pantulkan semua
Elok berkelok makna puisi
Rangakain rasa untaian jiwa
            Sinaran surya pantulkan semua
            Menatapku acuh sendiri
            Rangkaian rasa untaian jiwa
            Tiada penaku lincah menari
Menatapku acuh sendiri
Berselimut air dan wadah
Bukan penaku lincah menari
Hanya mengikut syair dan madah
            Berselimut air dan wadah
            Maka berkelah dilajurkan
            Hanya mengikut syair dan madah
            Jikapun salah mohon ajarkan
BIODATA PENULIS

Lahir di Dabo Singkep, kepulauan Riau pada tanggal 26 Januari 1976, terlahir dengan nama kecil yang akrab disapa Iwan, tumbuh dan besar dikampung Sekopdarat          ( Dabo Singkep ) beragama islam berjenis kelamin laki – laki.
            Kini menetap di Kisaran, Asahan Sumatera Utara, berpropesi sebagai pedagang sayuran dipasar kartini Kisaran dan juga pedagang di pasar Kaget ( Pekan ) disekitar kota Kisaran.
            Adapun beberapa karya tulis Iwan  Sekop Darat :
1.      Tentang Rindu                                                      ( Novel )
2.      Tentang Rindu 2                                                   ( Novel )
3.      Layang – layang Zaman                                       ( Novel )
4.      Fatwa Cinta                                                          ( Kumpulan Puisi Sair & Sajak )
5.      Primadona Diujung Trotoar                                  ( Novel )
6.      Madah Aksara                                                      (Novel dan Kumpulan Sajak )
7.      Tiang – tiang Aksara                                             (Novel dan Kumpulan Sajak)
8.      Do’a Simarjan                                                       ( Novel )
9.      Sulaman Aksara                                                    ( Kumpulan Puisi Sair & Sajak )
10.  Dilema Hati Menyinta                                          ( Novel )
11.  Pasukan Pramuka                                                  ( Novel )
12.  Bilur – bilur tinta                                                  ( Kumpulan Puisi Sair & Sajak )
13.  Buih Debur Riak Cinta                                         ( Kumpulan Puisi Sair & Sajak )
14.  Bingkisan Ramadhan                                            ( Cerpen dan kumpulan sajak )
15.  Helai Rindu                                                           (Cerpen drama dan kumpulan                                                                                            sajak )
16.  Nektar Cinta                                                         ( Novel )
17.  Bumi Segantang Lada                                          ( Drama dan Kumpulan Sajak )
18. Sejuta Warna Bougainvillea                                   (Drama cerpen dan kumpulan Sajak)
     (Kado Terindah Buat Yang Dicinta )

SEJUTA WARNA BOUGAINVILLEA ( KADO TERINDAH BUAT YANG DICINTA )



Tidak ada komentar:

Posting Komentar