Minggu, 01 Januari 2012

Novel TENTANG RINDU I Bag.1


“ TENTANG RINDU I “    
sebuah karya anak kisaran : IWAN SEKOPDARAT

          Rintik hujan pagi itu awali bulan November. sang surya seakan enggan menampakkan sinarnya tertutup oleh gulungan awan kelabu, dinginnya seolah – olah larut diterpa rinai gerimis, dikeheningan pagi terpecah oleh pekikan suara lantang Frans.
“ Oi bangun oi, dah pukul enem, begawe oi , begawe !” Frans yang tersentak dari tidurnya buru – buru membanguni teman – temannya dengan logat Palembangnya yang kental.
           Frans adalah putra Palembang yang mengadu nasib di Pulau Batam. Reno, Pri, Aldin, Amat, Bakat dan Her, yang tadinya terbawa oleh mimpi mereka masing – masing terbangun dari tidurnya, tersentak mendengar suara Frans. “ Sudah jam berapa cs ?” tanya Reno dengan mata yang masih sulit dibuka kepada Frans “, sudah jam enem cepetlah, dah kesiangan kagek dak katek mobil kito !”, jawab Frans yang duluan sudah terjaga dari mimpi, alhaKil karena takut terlambat kerja, semuanya tidak ada yang mandi, hanya pakai jurus ampuh 2 jari alias basahi 2 jari telunjuk di air, untuk membersihkan taik mata, kumur – kumur dan gosok gigi saja. “Sepat kau Mat ! jangan mandi kau kayak perempuan !” ujar Pri sambil menggedor – gedor pintu kamar mandi. Pri adalah Pujakesuma, Putra Jawa Kelahiran Sumatera atau kerennya Sijabat, bukan marga namun singkatan dari Jawa Batak. Pri dan Reno adalah satu sekolah di SMU Binjai, Medan Sumatera Utara. Mereka berdua merantau mengadu nasib di Pulau Batam,
“ Sepat, sepat kau bilang, sudah mau keluar jadi masuk lagilah, tak jadilah ia keluar !” gerutu Amat menirukan logat bataknya Pri yang kental, sementara Amat adalah anak Kalimantan tepatnya ia berasal dari Pontianak. “, sudah bokernya, sambung di PT aja ! “gantian” celutuk Bakat yang tak sabar mau ke kamar mandi, Bakat penghuni termuda di rumah itu. Ia berasal dari Jambi. “, ia lah kat ! nanti aja di PT .“ sambil keluar dari kamar mandi Amat menyahutinya. Pri, Reno dan Bakat bergantian masuk kamar mandi dengan menggunakan jurus 2 jari yang ampuh.

          “ lemak nian kau cs, mencuci muko pakek banyu masak, cak anggota Legislatif tu !” Frans menyindir Her yang menggunakan air minum untuk# mencuci muka dan gosok gigi,      ”tenang bae cs, kalau kate pepatah melayu lame, tak de rotan akapon jadi, ha..ha..ha..” ujar Her sambil bercanda. Her anak kepulauan Riau yang berdomisili di Dabosingkep yang juga mengadu nasib di Pulau Batam. “ Aldin ala bangun, jan lalok dak karojo ?” sela Reno menirukan logat Padang Aldin, terkesan lucu yang diomongin Reno, karena walau ia menirukan logat Padang Aldin, tetaplah logat asli Bataknya keluar. “Aden latiah, kapalo paniang!” jawab Aldin seadanya. Karena ia memang demam dari kemaren sore, Aldin adalah putra Minang asli Sumatera Barat, walaupun mereka dari suku – suku yang berbeda, lingkungan dan latar belakang yang tidak sama, namun mereka bekerja di satu Perusahaan yang sama yaitu PT. Indah Perkasa Shipyard di Tanjung Uncang Pulau Batam. Perusahaan tersebut membuat kapal – kapal tongkang, tug boat, dll. Memperbaiki kapal – kapal yang rusak juga membuat pesanan pipa tanker, untuk kapal – kapal yang mau diperbaiki ditarik menuju dock, jika kapal yang berukuran besar dan tak muat didock, maka kapal tersebut hanya bersandar di pinggir dermaga, tepatnya Perusahaan itu salah satu Perusahaan galangan kapal di Pulau Batam.
          Karena dari Perusahaan yang samalah mereka menyewa sebuah rumah di Batu Aji, Komplek perumahan MKGR yang jaraknya tidak begitu jauh dari tempat kerja mereka. Mereka semua buruh harian lepas pantai yang bekerja pada kontraktor – kontraktor di perusahaan itu. Walau bekerja disatu perusahaan, mereka tidak pada tempat dan bidang sama, contohnya Frans dan Reno, ia bekerja sebagai Welder atau bagian pengelasan, mengelas plat besi pada kapal, sementara Bakat, Amat dan Pri sebagai Fitter ( tukang besi ) dibagian perakitan kapal, hanya Her sebagai Fitter River dibagian dock, memperbaiki kapal – kapal yang rusak baik didock maupun yang bersandar didermaga.

           Mereka bekerja ditempat terbuka pinggir pantai, selalu ditimpa terik mentari, walau panas slalu menyengat, jika mereka saling bertemu sekedar untuk mengambil air minum, mereka slalu bercanda, bersenda gurau, dan juga kalau bertemu distore (bagian gudang) untuk mengambil perlengkapan kerja, ada saja bahan cerita yang lucu dari mereka, hingga yang dengar jadi tersenyum geli.

             Di Batu Aji tepatnya Komplek Perumahan MKGR, mereka menyewa sebuah rumah diBlok Ahli No. 31, letak rumah tersebut didataran tinggi, harus menggunakan tangga menuju rumah mereka, tangga yang dibuat bukanlah dari beton, namun tangga itu terbuat dari kayu yang mereka cari dihutan sekitar rumah mereka, biar agak kreatif kesannya.

            Pria pemuda asal Medan, orangnya selalu cuek, namun kalau soal makan Pri nggak kenal kata cuek. Sementara Reno pemuda ramah, mudah tersenyum, namun tak mudah senyum ketika masuk kamar mandi, apalagi sedang boker. Amat pemuda paling lucu, mendengar dia bicara saja yang lain pada tertawa karena pengucapan lafal “R” nya yang tidak jelas kedengarannya, sedang Aldin paling suka humor, namun tidak ada humor baginya jika sarung yang dipakainya tidur ditarik teman – temannya. Her, pemuda yang suka iseng, suka bercanda, jarang serius, tapi akan serius jika sedang menciptakan lagu, lain lagi Frans, walau sedikit cuek, ia juga sering bercanda, sering ngomel, namun ia akan bungkam seribu bahasa dan tak berbicara ketika sakit gigi.

          Hanya Bakat diantara ke – 7 pemuda itu yang tidak merokok, tidak minum – minuman beralkohol, rajin sholat dan pemuda paling alim diantara teman – temannya, walau tidak merokok bakat tidak pelit membelikan rokok teman – temannya.Reno dan teman lainnya bergegas menusuri anak tangga dan berjalan menuju simpang jalan raya. Rumah mereka terletak diblok bagian terakhir, jadi untuk tiba dijalan raya, mereka harus melewati beberapa blok, memakan waktu ± 15 menit untuk sampai menuju simpang jalan raya, hari ini Aldin tidak masuk kerja karena sakit.

           Sementara di jalan walau mereka berjalan tergesa-gesa jika berpapasan dengan gadis-gadis yang baru pulang kerja sift malam, tetap mereka goda, sekedar menyapa, ada juga yang mengedipkan matanya, tak jarang mereka merayu dengan sebutan, “selamat pagi cantik , nantikan abang pulang ya !” sambil tertawa.

           Begitu tiba di pinggir jaln raya, tak lama mobil antar jemput perusahaan tempat mereka bekerja sampai dengan sigap ke 6 pemuda itupun naik mobil coldiesel tersebut. Sedikit terbesit kecewa di wajah Her, setidaknya kalu tidak terlambat bangun ada waktu 5 atau 10 menit menunggu di pinggir jalan raya itu atau pintu gerbang MKGR . Untuk melihat seorang gadis yang akhir-akhir ini mengganggu pikirannya, hari ini ia tidak berpapasan atau tidak bertemu dengan seorang gadis manis berkaca mata yang seminggu ini sering dilihatnya. “Mungkin gadis itu sudah lewat.” Batin Her, siapakah gadis itu gerangan, ingin bertanya ia terlanjur segan dan malu karena jika gadis itu berpapasan dengannya dan teman-teman yang lain. Maka teman-temannya selalu menggoda gadis itu. Ia malu untuk berkenalan langsung dengan gadis itu. Mungkin gadis itu akan mengira ia juga sama seperti teman-temannya yang suka iseng menggoda. Rasa itu slalu berkecamuk dalam hatinya. “mungkin suatu saat nanti aku tau nama gadis itu”, gumam Her dalam hati,  “hoi, cs… sudah sampai jangan melamun!“ celutuk Pri kepada Her.

           Perjalanan menuju tempat kerja mereka  45 menit. Namun begitu singkat waktu tersebut bagi Her untuk membayangkan wajah gadis itu hingga tak terasa baginya dan tak sadar jika mobil yang di tumpanginya telah tiba di pintu masuk lokasi kerja, Her hanya tersenyum pada Pri yang tadi menepuk pundaknya dan turun dari mobil, dengan membeli kue seadanya di samping pintu masuk yang dijajakan tukang kue, lalu Her mengambil kartu absen, memasukkan ke dalam mesin dan menaruh kartu tersebut di tempat semula. “Reno jangan terbalik ngecok kartunya, nanti gaji kau tak dibayar perusahaan! Ha…ha…ha…!“ sela Amat dengan candanya, “mat, mataku ini belum buta, masih sehat, apa kata dunia jika Reno terbalik mengecok kartu, ha..ha..ha…!” jawab Reno, lalu mereka menuju ke tempat kerja masing-masing. Her berjalan gontai menuju tempat kerjanya, kue yang tadi dibelinya tidak dimakan semua hanya separuh pikirannya masih berkecamuk tentang gadis yang berkacamata itu. Ia memasukkan kembali kue ke baju warpaknya. Hari ini perasaannya lain, seolah-olah ada yang hilang dari dirinya. Pekerjaan yang diinstruksikan foremennya (kepala bagian) ditanggapinya dengan tatapan kosong saja. Her segera menyiapkan perlengkapan kerjanya denga dibantu helper (pembantu tukang) yang bernama Anto. Anto mengambil cutting (pemotong besi yang dialiri oleh gas elpiji dan oksigen) martil, kotrek (katrol untuk mengangkat plat besi) siku, juga kapur tulis dan lain-lain. Mulai bekerja hari ini, ia mendapat tugas untuk membuka botom (bagian bawah kapal yang terbuat dari plat besi yang tebal) kapal yang dikerjakannya adalah kapal kargo yang berbendera Panama, bagian kapal tersebut sudah berkarat dan mulai tipis dan harus diganti semuanya dengan yang baru. Her memotong bagian-bagian botom itu dengan cutting tersebut. Disaat ia memotong botom itu pundaknya ditepuk seseorang yang tak lain foremennya. Foremennya bernama Ken. Pemuda Tionghoa berkebangsaan Malaysia. Ken sangat baik sama Her, jika waktu istirahat ia selalu bercerita dengan Her tentang apa saja. Her menoleh ke belakang, “ade ape bang?” sambil terus bekerja. Ken mengisyaratkan kepada Her agar cuttingnya diserahkan kepada helpernya untuk menggantikan Her. Her segera memberi cutting kepada Anto helpernya,”to, motongnya jaga, jangan kena seksinya!” (tulang besi penyangga botom) pada kapal, “ia bang”, jawab Anto. Her pun mengikuti Ken ke arah belakang kapal, menghindari percikan api dari potongan tersebut. “aku tengok awak ni kurang semangat, ape pasal?” selidik Ken, “tak de pasal lah bang, agak ngantuk je, semalam tak bise tido, banyak nyamuk“, jawab Her seadanya. “nanti nyamuk betine, ape awak putus cinte?”, tanya Ken lagi sambil bercanda. “putus cinte ape, becinte je belom, dah putus pulak!”, kembali Her menjawab sambil mengambil rokok di saku dan menyalakannya, “rokok bang?”, Her mencoba menawarkan rokok kepada Ken. “ade, makaseh, okelah kalu tak de masalah tapi kalau ade ape-ape bilang, siape tau saye bise bantu”, Ken pun mengeluarkan rokok dari sakunya. “yok lah Her, aku mau ke sebelah ngecek macam mane kerje die orang”, Ken lalu berjalan ke sebelah sisi kapal, Her hanya tersenyum dan memandang Ken yang berlalu menuju ke sisi bagian kapal. Seperti biasanya tepat jam 12 siang, sirine perusahaan berbunyi menandakan jam istirahat siang, semua karyawan bergegas menuju workshop tempat dimana mengambil nasi rantangan, Her berjalan santai menuju workshop, setibanya disana Bakat langsung menghampirinya, “ni nasimu cs, tadi ku ambilkan”, ujar Bakat sambil menyerahkan rantang nasi kepada Her, “ makaseh kat! “ sela Her, tak lama berselang muncul Frans, Reno, Amat dan Pri. Merka makan bersama sambil bersenda gurau, disitulah keakraban mereka dilihat sangat harmonis. Walau tempat kerja mereka lain-lain bagian, jika jam istirahat makan, mereka selalu kumpul bersama bercengkrama dan iseng cerita apa saja, Her menutup rantang nasinya, ia hanya menghabiskan separuh isi dari rantang itu, “kenapa nggak habis makannya cs, ngidam apa?”, sontak teman-teman yang lain pada tertawa ketika Pri bertanya belum sempat Her menjawab, Amat menyelutuk, “ngidam anak monyet, ha..ha..ha..”, bahaya cs kawanku dulu di kampung kayak gitulah makannya hanya sedikit. Eh, tak lama berselang 3 hari dia………ha..ha..ha..“ Amat tidak melanjutkan perkataanya, karena teman-teman kembali tertawa, “dionyo apo mat! “, sela Frans sambil tertawa tertahan karena nasi masih penuh di mulutnya. “kalau mau nasi ini makan mat, sepertinya aku kurang enak badan, tak selera makan, “Her ,menyodorkan rantang nasinya kepada Amat, belum sempat Amat menerima pemberian Her, Reno langsung menyambar rantang tersebut sambil berkata “ini Batam mat, siapa cepat dia dapat, ha..ha..ha…!”, Amat hanya tersenyum kecut kepada Reno, Reno menyuap nasi dengan tersenyum-senyum kepada Amat, satu senyum kemenangan, lagi asyiknya makan, Reno ditanya Pri dengan keheranan sambil berdiri, “lihat Reno, kabel lasmu digulung orang lain!”, sontak Reno berdiri memandang dari kejauhan tempat kerjanya dengan mengikuti arah tunjukan Pri, “mana Pri?” dengan heran Reno bertanya karena dari kejauhan, tak ada dilihatnya orang lain menggulung kabel lasnya, belum sempat rasa heran Reno sirna, Pri menyelutuk, “kalau rezeki tidak kemana-mana! ha..ha..ha..” dan sigap Pri menyambar rantang nasi yang direbut Reno dari Amat tadi, “wah, akal-akalan kaunya itu Pri!”, Reno merasa sakit hati. Itulah makna sahabat yang mereka pegang teguh bersama.
Tak lama kemudian sirine berbunyi menandakan jam istirahat selesai, para sahabat kembali ke tempat kerja masing-masing. Her, Bakat, Pri, Reno, Frans, dan Amat kembali pada kesibukan masing-masing di kerjaannya tepat pukul 3 sore, sirine kembali berbunyi, namun jam istirahat kali ini tidak begitu lama  20 menit beda dengan jam istirahat siang. 1 jam biasanya istirahat sejenak jam 3 sore ini, mereka sebut dengan coffetime, disini mereka cukup istirahat di tempat kerja masing-masing. Her meminta tolong pada Anto untuk membeli kopi di kantin depan sambil meyodorkan uang 10 ribu, “cepat ya to!”, ujar Her. “yo’i bos”, tak kalah Anto menyahuti sambil bergegas menuju kantin tak jarang biasanya Ken mau juga membawakan Her sekaleng heineiken atau bir hitam.

            Her menutup kran LPJ dan oksigen juga merapikan perlengkapan kerjanya. Ia berjalan menuju ujung dock , memandang lautan lepas duduk di bundaran sudut ujung dock sambil menyalakan rokoknya, sebatang comodore filter (comfil) ia hisap dalam-dalam tak lepas matanya terus memandang ke arah lautan lepas. Sore itu langit tampak cerah, sinar mentari senja berkilau dipantulan laut yang begitu tenang berwarna biru kehijau-hijauan, begitu indah pemandangan alam saat itu, camar-camar laut beterbangan kesana kemari berputar di atas laut perahu nelayan mulai membentangkan jaringnya, menambah keharmonisan dari alam menghadirkan pemandangan yang menyejukkan mata. Anto menghampiri Her lalu menyerahkan kopi yang telah dibungkus plastik, “ini bang kopinya! “, belum sempat Her menjawab , Anto kembali berkata, “minta rokoknya sebatang bang!” , Her mengulurkan rokok dari sakunya dan memberikan kepada Anto, Anto mengambilnya sebatang, “makasih ya bang“, ujar Anto, ”sama-sama“, Her menjawab seadanya, sambil berjalan meminum kopinya Anto pun berlalu menuju botom atau bawah kapal tempat mereka bekerja tadi, mengambil 2 lempengan besi bekas untuk di las secara vertikal, Anto anak yang rajin baru setengah tahun ia bekerja di perusahaan ini, jika ada waktu istirahat, selalu digunakannya untuk belajar , ia tak ingin terlalu lama jadi helper atau kenek di galangan kapal. Ia ingin seperti Her, filternya yang biasa disebut tukang, karena selisih gaji antara kenek dan tukang jauh berbeda, beruntung Anto bekerja bersama Her, karena Her orang yang tidak pelit untuk membagi sedikit ilmu kepada Anto, Her pun tidak lah arogan atau sombong, sebab dia merasa sama seperti Anto yang dulunya juga helper sewaktu menjadi karyawan tetap perusahaan, setelah belajar dan menjadi tukang atau filter, Her keluar dari perusahaan dan masuk sebagai karyawan kontraktor dengan skill/ keahlian sebagai filter, walau diperusahaan PT. Indah Perkasa Shypyard memperkerjakan karyawan tetap, mereka juga mengambil beberapa tenaga ahli karyawan- karyawan kontraktor untuk menyelesaikan tender mereka, gaji yang dikontraktor lebih besar dari gaji yang ditetapkan perusahaan, cuma sebagai karyawan kontraktor tidak memiliki atau menyediakan askes atau jamsostek, beda dengan karyawan pihak perusahaan.

               Her menggigit ujung plastik dan meneguk kopinya tak henti pandangannya di lautan lepas kembali terbayang wajah Ayu nan manis gadis berkaca mata yang biasa selalu berpapasan dengannya, seakan tiada henti waktu untuk mengagumi kecantikan gadis tersebut. Tapi sayang, Her tidak tau siapa nama gadis itu, Her tersenyum sendiri, ia merasa lucu, selalu membayangi wajah gadis itu namun tidak tau namanya, lamunan Her terhenti oleh suara sirine yang menandakan waktu coffetime telah usai, Her menuju bawah kargo dan menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda, memotong botom, mudah-mudahan hari ini semua botom bisa dibersihkan agar besok sudah bisa diganti dengan botom yang baru. Her kembali mengarahkan ujung sumbu cuttingnya ke botom-botom itu, percikan api disana sini. Sejenak Her larut dalam kerjaannya, botom yang berkarat sebelum dipotong telah dibersihkan Anto dengan menggunakan martil, memukul-mukul botom agar karat yang menempel di botom itu lepas dan berjatuhan di lantai dock.           “tinggal sedikit lagi bang, biar aku saja yang meneruskan”, ujar Anto kepada Her, “abang duduk saja!”, sela Anto lagi, Her menyerahkan gagang cutting kepada Anto. Anto pun memotong botom itu dengan hati-hati tak lepas mata Her memandang hasil kerja Anto, “ hati-hati to, motongnya jangan terlalu dalam nanti rusak seksinya!”, Her mengingatkan Anto. Anto membalas dengan anggukan dan mengacungkan jempol pada Her, tak lama kerjaan mereka pun selesai semua botom yang akan diganti telah siap dipotong. Ken foremen mereka datang dari arah depan melihat hasil kerja Her, ia merasa puas dengan hasil kerja Her, “besok tinggal pasang yang baru ye Her?”, kata Ken, Her hanya mengangguk dan tersenyum. Tak lama berselang sirine berbunyi panjang menandakan jam kerja sudah usai, Anto membereskan perlengkapan-perlengkapan kerja tidak lupa menutup kran tabung LPJ dan tabung oksigen juga mematikan mesin. Her dan Ken berjalan beriringan, Her berbelok ke kiri sementara Ken jalan terus, Her menuju lokernya untuk mengganti baju kerjanya tak lupa Her berkata pada Ken, “yok bang, aku ke loker duluan ganti pakaian”. “jangan lupa besok masuk Her, biar bisa dipasang dengan yang baru botom-botom itu!”, ujar Ken, Her mengangguk. Ken orang Malaysia tenaga kerja luar yang tinggal di lokasi perusahaan. Kantor perusahaan itu sangat besar, selain digunakan sebagai office, gedung itu juga menyediakan tempat atau kamar-kamar khusus bagi karyawan yang berbangsa asing, baik dari Malaysia, Singapura. Thailand, bahkan Amerika.
  
             Setibanya diloker, Her mengganti baju kerjanya dengan baju bersih, tak lama Anto menyusul menuju lokernya yang bersebelahan dengan loker (kotak–kotak penyimpanan pakaian) her. “bang besok masuk? kayaknya hari ini kulihat abang kurang semangat, apa sakit ?” tanya Anto penuh selidik. “Tak la to, agak ngantok je, semalam dak tido”, jawab Her seadanya, selesai mangganti baju, Her dan Anto juga karyawan yang lain menuju pintu gerbang perusahaan, mengambil kartu absen dan memasukkan kartu ke mesin lalu meletakkan di tempat semula di luar, Frans, Reno, Bakat, Pri dan Amat telah menunggu mobil antar jemput karyawan telah standby disana mereka naik ke mobil semua, mobil pun melaju dan berhenti di pinggir jalan raya di mana karyawan-karyawan menyetopnya. Karyawan lapangan perusahaan itu laki-laki semua, hanya beberapa wanita saja yang dipekerjakan di bagian kantor atau personalia. Di lapangan tak jarang sesama karyawan terjadi kesalahpahaman, adu mulut kadang sampai menuju adu jotos, Her dan sahabatnya tak luput dari masalah seperti itu, namun mereka tak pernah mau main keroyokan, bersikap ksatria, membiarkan sahabatnya bertikai satu lawan satu, kecuali mereka mulai dengan keroyokan maka teman-teman Her siap sedia membantu, dipinggir jalan pintu masuk gerbang MKGR mobil berhenti, sambil melompat Pri dan teman-teman yang lain turun, berjalan menuju rumah mereka di blok ahli no 31. sesampainya di rumah mereka mendapati Aldin masih tiduran, ”gimana din, udah agak lumayan, apa masih sakit?”, tanya Bakat kepada Aldin, “sudah mendingan kat, mudah-mudahan besok sudah bisa masuk kerja, sorry tadi sengaja aku belum masak, takut kelamaan kalian pulang, nanti mie jadi kembang” , jawab Aldin seadanya. Reno, Bakat dan Pri membuka sepatu bot safetinya dan masuk ke dalam rumah terus ke dapur disusul Aldin, sementara Frans, Her dan Amat duduk di bangku panjang samping rumah mereka, karena rumah mereka paling pinggir, tanah sisa di samping rumah itu cukup membuat 4 bangku panjang yang saling berhadapan dan ditengahnya terdapat meja, bangku dan meja terbuat dari kayu yang mereka cari di hutan yang tak jauh dari perumahan itu, kalau malam biasanya sering mereka habiskan bersama di bangku itu, baik sekedar bernyanyi dengan iringan gitar atau cerita-cerita konyol apa saja juga tak jarang bila malam minggu bangku itu dijadikan tempat pacaran oleh mereka .

               Di dapur, Bakat segera mengambil pisau lalu mengiris bawang merah dan bawang putih, Pri segera keluar dari pintu belakang lalu memetik daun katu dan rimbang yang  mereka tanam di belakang rumah mereka untuk campuran indomie yang akan di masak sedangkan Aldin menghidupkan kompor lalu merebus air, Reno keluar dari dalam kamar sambil lewat ia berujar “beginilah nasib anak kost, tidur sendiri, nyuci pun sendiri, semua serba sendiri ha..ha..ha…”. Bakat dan Aldin hanya tersenyum melihat Reno yang langsung masuk kamar mandi dan mencuci pakaiannya. Pri masuk dari pintu belakang dan membawa daun katu dan rimbang lalu memberikannya kepada Aldin.
Sementara diluar, dengan menggunakan ranting kayu Amat menggendang – gendang meja sambil bernyanyi dengan suara tak jelas, “na......na......na.....la….la….la….ho….ho….ho.....”.

            “oi cs sudahlah, capek kuping mendengarnyo, sedang bernafas fals, apolagi nyanyi. Kalau mau lemak dipucuk itu na nyanyi,” ujar Frans tersenyum sambil jarinya menunjukkan ujung tiang antena tv, Her hanya tersenyum saja mendengar candaan Frans, sementara amat seakan tak peduli, malah suaranya makin kuat bernyanyi. Tiba–tiba suara nyanyiannya terhenti. Amat mengendus – ngendus hidungnya, “aha ini pasti mie sedap, cari sampai dapat!” dengan konyol Amat menirukan salah satu tayangan iklan ditelevisi sambil bergegas masuk kedalam rumah. Setelah membuka sepatunya, disusul oleh Her dan Frans masuk kedalam rumah menuju dapur tak lupa juga melepaskan sepatu mereka, Amat langsung mengambil piring dan sendok nasi lalu memukul sendok kepiring tersebut, dengan gaya ala penjual bakso,” teng, teng, teng, bakso, bakso,” sela Amat. “Bentar lagi mat, belum merata masaknya” jawab Aldin bak koki propesional. Reno keluar dari kamar mandi membawa pakaian yang tadi dicucinya, lalu menjemurnya disamping rumah. Setelah selesai Reno kembali kedapur, dan bersama–sama mereka makan walau makan hanya dengan Indomie yang dicampur daun katu dan rimbang. Mereka makan dengan lahapnya sambil bersenda gurau, rasa kebersamaan itulah yang membuat makanan itu menjadi lebih nikmat, dalam soal memasak mereka semua saling bekerjasama, juga dalam hal mengurus rumah, selalu kompak berbagi tugas, suatu bentuk dari persahabatan yang terjalin erat diantara mereka, tidak egois, selalu mementingkan hal kebersamaan dari urusan pribadi seperti itulah hari demi hari yang dilewati mereka penuh dengan keceriaan.

             Musim penghujan dibulan November seakan tidak peduli, baik pagi, siang atau sore, bahkan malam, terus mengeluarkan rintik hujan basahi bumi, seperti malam itu hujan seakan tidak bisa diajak kompromi. Jika ia ingin turun, tanpa permisi pada makhluk penduduk bumi, Reno dan kawan–kawannya hanya bisa bengong selesai makan, mau menyetel tv, takut tvnya disambar petir, mau duduk–duduk dibangku hari hujan. “Ayo – ayo maen cangkol,” ujar Pri memecah kesunyian sambil mengocok kartu yang diambilnya disamping tv, tanpa dikomando Amat, Reno, Aldin dan Frans duduk membuat lingkaran sekedar iseng dengan main kartu, kartu cangkol dalam istilah mereka adalah kartu tertinggi yang serupa motifnya disini kartu A paling tertinggi, sementara kartu joker tidak dipermainkan. Bagi yang kartunya tidak serupa dengan kartu yang diletak pemenang maka ia harus mengambil kartu yang ada dibawah. Pertama diawali dengan pembagian        6 kartu masing – masing kepada pemain. Yang kalah mendapat hukuman, harus siap – siap terima colekan kapur tulis atau colekan dari hitamnya pantat kuali.

            Her tidak bergabung dengan mereka bermain kartu, Her, hanya memetik dawai gitar sambil bernyanyi pelan saja dekat mereka, Bakat pun tidak ikut main, ia lebih memilih melihat Her memetikkan gitarnya, Bakat sering bertanya kunci gitar kepada Her, ia ingin bisa main gitar seperti Her.
Suasana yang tadinya sejuk dan dingin oleh hujan kini terasa hangat oleh canda mereka, gaya mereka bermain kartu tak ubahnya  para master–master atau gankster – gankster di meja kasino ada yang berkomat-kamit mengambil kartu tak ubah dukun beranak, ada yang mengelus-elus cincin supaya kartunya mujur dan ada juga yang mengangkat kedua tangannya tinggi–tinggi berdoa semoga kartunya tidak jelek, ditambah wajah mereka yang lucu karena colekan hitam dari pantat kuali (penggorengan) itu. Suasana rumah itu penuh dengan tawa canda mereka, hanya wajah Bakat saja yang serius memandangi jemari Her memetik gitar. Sampai larut malam mereka terus bercanda, tak lama mereka pun tertidur di ruang depan, tidak ada yang tidur dalam kamar karena mereka lebih memilih tidur bersama – sama di ruang depan.

             Selesai adzan maghrib mobil karyawan jurusan tanjung uncang, berhenti di pinggir jalan pintu gerbang masuk perumahan MKGR, Her turun dari mobil, sedangkan teman-temannya yang lain sudah pulang dari jam 5 sore tadi, Her diminta oleh Ken untuk kerja lembur atau overtime pulang pukul 6, baru saja Her melangkah menuju jalan perumahan itu dari arah berlawanan taksi berwarna biru tua berhenti, seorang gadis turun dari taksi tersebut . ia menggunakan kaca mata dengan rambut lurus sebahu dibiar tergerai keluar dari pintu samping taksi itu membayar ongkos pada supir. Tak lama supir itu kembali melaju gadis itu berjalan mendahului Her, Her termangu sesaat ia tidak menyangka bertemu dengan gadis itu lagi. Her coba menyamakan langkah gadis itu dengan berjalan di sampingnya, “hai… baru pulang kerja?”, sapa Her memberanikan diri kepada gadis itu. Gadis itu menoleh ke arah Her sambil tersenyum, “nggak ah, dari rumah teman, tadi pulang kerja langsung main ke rumah teman”, jawab gadis itu sambil membetulkan letak kaca matanya dan memperlambat langkahnya. Her hanya mengangguk kecil, mau bertanya lagi ia bingung seakan – akan mati kamus di samping gadis itu. Padahal waktu di kampung halamannya, Her terkenal buaya cap timba, alias main embat saja semua, mengapa di samping gadis ini ia mati kutu. Jurus-jurus ampuhnya seolah-olah rontok oleh tatap teduh mata sang gadis itu. “oh ya, sebelumnya aku minta maaf atas kelakuan teman-temanku jika berpapasan denganmu, mereka suka iseng, jangan diambil hati”, sela Her memecah kesunyian, gadis itu hanya tersenyum, ia tidak menjawab. Senyum itu sangatlah berarti buat Her, ”emang ditempat kerjanya berapa sift?”, Her menanyakan jumlah jam masuk kerja kepada gadis itu, “dua”, jawab gadis itu singkat. Suasana kembali hening paling hanya terdengar sesekali suara kendaraan roda dua yang melintas, “aku duluan ya, rumahku disebelah sana”, gadis itu berkata sambil menunjuk kederetan perumahan bagian atas, ia berjalan berbelok ke kanan, “ iya, sama-sama “, sahut Her dan memandangi punggung gadis itu yang baru berlalu dihadapannya, seketika Her menepuk keningnya, “ adoh! ngapela tak ku tanye name die tadi, bengaknalah!” , gumam Her dalam hati, “berarti minggu ni die masok pagi atau sift pagi, kalau nak jumpe mustilah pagi – pagi aku kelua berangkat keje !”, batin Her lagi. Her terus melangkah berjalan menuju rumahnya walau ia belum tau nama dan alamat gadis itu, setidaknya Her bisa tersenyum bahagia melihat senyum manis gadis itu.

                   Senyum manis menghiasi wajah Her, “ ternyata selain cantik jika tersenyum gadis itu mempunyai kedua lesung pipit di kedua pipinya”, ujar Her dalam hati, Her tiba di rumahnya dan menaiki anak tangga, Pri yang duduk di bangku samping heran melihat Her senyum – senyum sendiri, “wah keteguran dimana cs, senyum-senyum sendiri”, tanya Pri melongo, “keteguran makhluk gaib penunggu MKGR”, jawab Her yang masih tersenyum dan langsung masuk ke dalam rumah setelah membuka sepatunya, di dalam rumah Her hanya mendapati Bakat dan Aldin saja, Frans, Reno dan Amat telah keluar duluan ke tempat pacarnya masing-masing sementara Aldin dan Pri masih di rumah, paling sebentar lagi mereka keluar ke tempat pacarnya masing-masing karena pacar Pri dan pacar Aldin rumahnya masih di kompleks perumahan MKGR juga, hanya modal jalan kaki saja. Sedangkan Bakat dan Her masih sendiri alias jomblo belum punya gebetan, Her bukannya tidak mau mencari pacar , ia hanya ingin mencari seorang gadis yang sungguh-sungguh mencintainya bukannya Her sok alim, tapi tak ingin menyakiti hati gadis lain lagi, cukup sudah banyak gadis yang pernah sakit hati dikarenakan cintanya di kampung halamannya dulu, ia tidak mau menambah lagi dengan mempermainkan hati wanita, Her hanya ingin lebih baik dari sebelumnya, sewaktu di bangku sekolah Her dikenal sebagai cowok yang suka gonta ganti pacar, maka setelah tamat sekolah dan merantau di pulau Batam, ia ingin lebih serius dalam menanggapi masalah hati dan berjanji takkan menyakiti hati wanita lagi, mungkin dengan umur yang makin bertambah, membuat Her lebih berpikir dewasa dalam menanggapi masalah hati.

                  Kadang terbesit di hati merasa bersalah dan menyesal kepada gadis-gadis yang dulu pernah sakit hati oleh cinta Her. Dia juga ingin menebus semua kesalahan ini, jauh di lubuk hati, Her memohon semoga gadis-gadis itu mau memaafkan Her.

                 Selesai makan dan mandi Her keluar menuju bangku samping rumahnya, Bakat telah duluan duduk di bangku itu sambil memetik gitar, Her tersenyum kecil melihat cara Bakat memetik dawai gitar, maklum saja Bakat masih belajar main gitar. Senandung yang dinyanyikannya dengan suara gitar tidak seirama, namun Bakat tetap percaya diri. Ia terus bernyanyi, Her hanya duduk diam di samping Bakat, ia tidak ingin mengganggu keasyikan Bakat bernyanyi, walau suara nyanyian Bakat cukup membuat tetangga mereka menutup telinga rapat-rapat. Her hanya menatap langit, malam minggu ini sangat cerah, rembulan bersinar terang bintang-bintang berkelipan, kembali terbayang wajah gadis yang berkaca mata tadi sore di sapanya dengan khayalannya Her melukis wajah gadis itu di rasi bintang agar selalu terbayang dan tak jemu untuk dipandang

                  “nyanyikan dulu cs, lagu-lagu romantis”, ujar Bakat membuat Her terbangun dari khayalannya, " Lagu lama apa lagu baru ? " ujar Her memberikan pilihan. “lagu lama”, dengan semangat Bakat menimpali perkataan Her, “ lagu lama sudah habes!”, sela Her lagi. “lagu baru?“, dengan keheranan Bakat bertanya. “belum siap, ha…ha…ha…” , rupanya Her mengerjai Bakat dengan candanya, “lagu separuh mau tak?”, Her coba memberi solusi, Bakat hanya mengangguk dengan tersenyum kecut merasa dipermainkan Her. Her segera bernyanyi namun tidak sampai ke reffnya, malah ia mengorek kupingnya dengan cuek, Bakat yang tadi asyik mendengar nyanyian Her, penasaran sambil menggerutu, “kok setengah cs?”, “kan tadi mintanya separo, ha…ha.ha..“, Her kembali iseng sama Bakat, mereka pun tertawa bersama. Her pun menyanyikan beberapa lagu ciptaannya, diantaranya lagu yang berjudul “ Ku Basuh Rindu Semalam “ dan “ Cukuplah Semua di Hati “.
Adapun lirik dari lagu itu sebagai berikut:

                   “ ku basuh rindu semalam “                  cipt. Iwan Sekop Darat


          Amn         E                        Dmn                 Amn
Rindu kepadamu tak mungkin kularungkan
                   F                G          Amn         F                   G         E
Ada hati yang memiliki dirimu, ada hati yang memiliki cintamu
               F                        G               C              Amn
Reff:  Dikesunyian sudut sepi, bayangmu menghiasi
                      F                G         Amn
          Merangkai satu mimpi di hati
                      F                    G                 C                 Amn
          Di kehampaan kala malam, terbayang dalam angan
                  F                      G            Amn
          Ku basuh rindu semalam di awan

                             C         F                     G           A
                             Ku simpan rindu di dada semalam
                             C         F                      G          A
                             Ku basuh rindu semalam di awan

( lagu “ ku basuh rindu semalam” dapat dilihat dan di dengar di youtube di pencarian Iwan Sekopdarat ).
http://youtu.be/f4q7yTlHplU

                   “ Cukuplah Semua Di Hati”            cipt. Iwan Sekopdarat


             Amy               Dmy                             B
          Tapi ini dalam mimpi, rayuan semata bak pelangi
                                           C               &nbCp;                  Amy
          Kau usap kata dengan puisi, kau kira aku akan kembali
          Amy                       Dmy                               B
          Cerita hati cukup disini, bukan berarti engkau ku benci
                                           C                                              Amy
          Tak mungkin rasa paksakan diri, untuk kita terus menjalani
             B                 C            G   B             C                  G         Amy
          Tak mungkin aku kembali, biarlah semua yang telah terjadi
              G                  B        Dmy            Amy
Reff   Jangan kau sesali karna kau mengakhiri
            G             B                    Amy    G               B               Dmy       Amy
          Dia yang kau cinta tlah pergi, dirinya kau anggap yang lebih dariku
            G             B              Amy
          Tak kau duga dia selingkuh….
            Amy                         Dmy                                      B
Biarlah kita tetap sahabat, lebih indah untuk melalui, tiada hati
                       C                                            Amn                                     Dmy
          Yang kan tersakiti, walau dulu saling mencintai, cukuplah semua di hati

( lagu “ Cukuplah semua dihati “ dapat dilihat dan di dengar di youtube di pencarian Iwan Sekopdarat ).

http://youtu.be/3jjvshcH_Gw

bersambung ke jilid II
kagek dak katek
alhaKil

Tidak ada komentar:

Posting Komentar