Senin, 30 Januari 2012

Tentang rindu II bag.3
Padahal sebelumnya Har bingung ingin menyanyikan lagu apa. Har tidak begitu mahir dalam menciptakan lagu. Ibu Har yang mengetahui masalah itu segera mengambil gitar dan buku lagu dalam lemarinya. Semenjak kepergian suaminya, Putri menyimpan gitar dan buku lagu itu, jika kelak Hari bisa dengan piawai bermain gitar mungkin inilah saat yang tepat bagi Putri menjelaskan semuanya pada Har tentang gitar, buku dan kisah Her. Hari terharu mendengar cerita ibunya, bersama ibunya Hari berziarah ke makam Her yang tak jauh dari makam ayahnya ia membersihkan makam keduanya. Ia membersihkan makam keduanya tak lupa berdoa semoga ayahnya dan Her diterima Yang Maha Kuasa. Putri mengajarkan lagu – lagu yang ada di buku itu pada Har, tidak sulit bagi Har menguasai lagu – lagu ciptaan Her karena Har memang piawai dalam memetik senar gitar, ia mempelajari 2 lagu yang ada di buku itu berulang – ulang karena lagu itu ingin dipersembahkannya kepada sahabatnya Dinda. Adapun kedua lagu itu berjudul “lebaran sebentar lagi” dan “bulan bahagie” karena acara perpisahan sekolah berdekatan dengan menyambut datangnya bulan suci ramadhan karena itu Har memilih kedua lagu ini yang bernuansa bulan ramadhan.
Adapun lirik lagunya sebagai berikut:





Lebaran Sebentar Lagi
Cipt. Iwan Sekopdarat
C
Lebaran sebentar lagi, hai lebaran sebentar lagi
F C
Minal aidin walfaidzin
G C
Mohon maaf lahir batin 2x
F C
Setelah puasa di bulan ramadhan
G C
Tiba saat di hari kemenangan
F C
Setelah puasa di bulan ramadhan
G
Yang kita jalankan

G A F
Reff Oh lebaran sebentar lagi
G C A F
Minal aidin walfaidzin, oh lebaran sebentar lagi
G C
Maafkan lahir dan batin 2x
( Lagu “Lebaran Sebentar Lagi” bisa di lihat dan di dengar di youtube di pencarian Iwan Sekopdarat )

Bulan Bahagie
Cipt. Iwan Sekopdarat
Amn
Ayah emak sanak saudare, kejap lagi kan puase
E
Riang hati yang tak terkire, kejap lagi hari raye
Amn
Selua baju baru semue, gaye macamlah laksmane
A
Adek kakak kawan semue, itu bukanlah utame

E
Tak baru pon tak la mengape, mantapkan iman di dada
A
Puase penoh semue, ikhlaskan berlapang dade
D A
Yang penteng bersehkan hati saleng memaaf
E A
Salam memberi bia selamat di hari nanti
D A E
Jaohkan iri dan dengki apelagi dendam di hati
A
Bia selamet di hari nanti
A E A
Reff Ayah emak sanak saudare adek kakak kawan semue
E A
Kejap lagi bulan puase kejap lagi hari raye
Amn E Amn
Ayah emak sanak saudare adek kakak kawan semue
E Amn
Ikhlaslah berlapang dade menyambut bulan bahagie
Amn E
Jangan peneng, jangan teleng apelagi sampai bebuneng
Amn
Gaye samseng duet celeng jage mate jangan juleng

( Lagu “Bulan Bahagie” bisa di lihat dan di dengar di youtube di pencarian Iwan Sekopdarat )

Dinda sangat bahagia mendengar lagu yang dibawakan Har untuk dirinya, acara perpisahan kakak kelas di SMP itu berjalan dengan lancar.
Tidak terasa sekarang Dinda telah duduk di bangku Sekolah Menengah Umum kelas dua jurusan IPA. Sementara Hari dan Azizah duduk di kelas 3 SMP, hari ini adalah hari pertama mereka libur panjang selesai kenaikan dan kelulusan sekolah. Hari dan Azizah lulus dengan nilai yang memuaskan begitu juga dengan Dinda yang sekarang naik ke kelas 3 dengan nilai yang membanggakan. Ayah Azizah, Pajar menginginkan Azizah melanjutkan sekolahnya di kampung halaman ayahnya Dabosingkep, selain biaya sekolah yang mahal di Batam Pajar tak ingin Azizah terikut arus pergaulan anak sekarang yang menjurus ke arah yang negatif. Azizah pun menuruti kemauan ayahnya, berat hati Azizah berpisah dengan saudaranya Har dan sahabatnya Dinda. Hari ini Dinda ke rumah Azizah,ia ingin membelikan Azizah hadiah berupa kenang – kenangan karena Azizah akan pergi ke Dabosingkep melanjutkan sekolahnya. Dinda meminta Azizah menemaninya membelikan hadiah itu di pusat perbelanjaan di muka kuning. Tak lupa Dinda pun meminta Har untuk menemani mereka. Dari rumah Har Azizah menelepon ibu Har yang biasa dipanggilAzizah dan Dinda dengan sebutan “mak long”, Putri ibu Hari mengizinkan Hari menemani Azizah dan Dinda. Mereka pun pergi ke pusat perbelanjaan yang berada di kawasan muka kuning dengan menggunakan taksi. Setelah berbelanja beberapa cenderamata buat Azizah, mereka pun berniat pulang ke rumah. Azizah selalu mengolok – olok Dinda dan saudaranya. Azizah tau Dinda menaruh hati pada Har. Har dan Dinda hanya tersenyum mendengar canda Azizah apalagi Azizah mengetahui bahwa Dinda meminta dengan sangat kepada Har untuk tidak memanggil dirinya dengan sebutan kakak. Har pun memanggil Dinda dengan sebutan nama saja. Diam – diam Har pun menaruh hati juga pada Dinda, namun Har malu untuk mengungkapkannya karena mereka masih anak ingusan ddan belum pantas bercerita tentang rasa, Har menyimpannya dalam hati.
Selesai berbelanja, Har, Dinda dan Azizah berjalan keluar dari areal pusat perbelanjaan menuju jalan raya, di simpang muka kuning mereka berniat menunggu taksi. Beberapa taksi yang di stop mereka tidak berhenti karena memang penumpangnya sudah penuh, dari arah belakang Har mendengar suara orang memanggilnya “Har tunggu”, Topan menghampiri Har “aku ingin membuat perhitungan denganmu”, Topan meneruskan perkataannya. “ape hal bang Topan, kami rase kite tak punye masalah, mengape bang Topan datang – datang ngamok”, dengan tenang Har menjawabnya. Dinda segera menarik lengan Har mengajak berlalu dari tempat itu. “kalau kau yang tak punya masalah, aku yang punya masalah sama kau, aku ingin membuat perhitungan denganmu disana, jika kau tidak datang aku tau sekolah Dinda, aku akan mengancam Dinda”, Topan menunjukkan arah suatu tempat. Har yang mendengar Topan akan mengancam Dinda segera menerima tantangan Topan. Dinda dan Azizah melarangnya namun Har tetap bersikeras menerima tantangan duel Topan. Har mengatakan pada Dinda dan Azizah untuk tetap menunggu disini, Har berjanji akan kembali, dengan berat hati Dinda dan Azizah mengizinkan Har, mereka tetap dipinggir jalan raya. Har berjalan menuju tempat yang ditunjukkan Topan, setibanya disana Topan telah menanti Har dengan keenam temannya, Har tau bahwa ia dijebak Topan yang ingin mengeroyoknya.
Topan tersenyum sinis penuh rasa kemenangan, “aku tak perduli Har, kau mau sabuk coklat, sabuk hitam, dan 1, dan 2, dan 3 aku tak gentar karena aku dan kawan – kawan, ha…ha..ha…”, Topan tertawa mengejek. “kami tak mau begadoh bang Topan, jike kami ade salah dengan bang Topan maafkan kami, kami mengaku kalah tolong jangan ganggu Dinda”, dengan tetap tenang Har menjawabnya. Tiada sedikit pun rasa gentar di wajah Har menghadapi Topan dan kawan – kawannya. “cuiiiih, banyak cerita kau terima ini, hiaaaat!!”, Topan meludah ke tanah dengan satu gebrakan ia mulai menyerang Hari disusul teman – temannya. Pertarungan yang tidak seimbang tak dapat dielakkan lagi. Hari dikeroyok Topan dan teman – temannya, dengan menggunakan jurus – jurus karate Har coba bertahan menangkis serangan. Har tidak menggunakan ilmu silat laksmane, ia ingat pesan Mak Biah dan pakciknya, jika dalam keadaan terdesak saja baru boleh digunakan ilmu silat itu, dikeroyok sedemikian rupa Har akhirnya terdesak namun ia tetap bertahan untuk tidak menggunakan ilmu silatnya apalagi salah seorang teman Topan menggunakan sepotong kayu menyerang Har dengan jurus karate. Har menangkis kayu tersebut dengan tangannya, kayu itu mengenai jari Har dan mematahkan cincin di jari Har pemberian Mak Biah. Har tertegun melihat cincin dari tanduk rusa pemberian Mak Biah patah dan jatuh menjadi dua bagian ke tanah, buyar konsentrasi Har. Kesempatan ini digunakan teman Topan menghantamkan kayu ke kepala Har, har terhuyung dengan darah segar yang keluar dari kepalanya. Topan dan teman – temannya memukuli Har dengan pukulan dan tendangan yang bertubi – tubi membuat Har tersungkur roboh di tanah tak jauh dari patahan cincin itu. Topan tersenyum puas dapat merobohkan Har, bersama teman – temannya Topan terbawa bangga. Har tergeletak di tanah tidak terima diperlakukan sedemikian rupa, hilang sudah kesabaran Har, ia segera bangkit memunguti patahan cincin itu lalu menyimpannya di sakunya. Har membuat kuda – kuda rendah dengan suatu gerakan aneh, ia mulai mengeluarkan ilmu silat panglimanya. Teman – teman Topan menertawakan gerakan Har seperti orang mau menari karena Har menepuk – nepukkan tangannya. Dengan keadaan Har yang sedemikian rupa mereka yakin Har tidak akan menang melawan mereka apalagi kepala Har telah berdarah dan wajahnya bengkak – bengkak, darah segar keluar dari mulut dan hidung har, hanya Topan saja yang ciut nyalinya menatap mata har yang merah menahan amarah, bagai mata elang, Topan ingat mata itu pernah dilihatnya sewaktu masih di SD dulu ketika berantam dengan har.
Topan tak sempat mencegah serangan temannya kearah har, har yang diserang tidak berusaha mundur atau menangkis serangan itu, dengan kuda – kuda rendah har malah maju membuat serangan silat panglima setelah tendangan lawan hampir mengenai har, har memiringkan sedikit badannya, dan langsung memukul dengan kepalan kearah kemaluan lawan disusul dengan pukulan telak diulu hati lawan, teman Topan yang tadi menyerang pingsan seketika mendapat serangan dari Hari, Hari tidak menggunakan seluruh kekuatannya ia hanya mengeluarkan ¼ nya saja, har masih dapat menguasai dirinya, jika har menggunakan seluruh tenaganya, niscaya lawannya akan menemui ajalnya, atau setidaknya cacat seumur hidup, Topan dan teman – temannya jadi ciut nyali mereka terlanjur malu, salah satu teman topan kembali menyerang har, Topan masih terpaku ditempatnya, har memiringkan sedikit badannya menghindar tinjuan teman Topan, har menarik tangan itu kebelakang, mengganjal kaki lawan yang menyerang maju, lalu membuat satu pukulan yang cukup keras kearah tengkuk lawan yang condong mau roboh, nasib teman Topan sama seperti teman sebelumnya, dengan seketika ia jatuh pingsan, Topan yang melihat kejadian itu dengan seketika memberikan aba – aba untuk kabur, Topan dan teman – temannya lari terbirit – birit meninggalkan kedua temannya yang tergeletak pingsan, har tidak berniat mengejar Topan dan teman – temannya, dari arah berlawanan secara tiba – tiba muncul Dinda, Azizah, Frans dan beberapa warga ketempat perkelahian, mereka berpapasan dengan Topan cs yang berlari dengan wajah pucat, ditempat kejadian mereka mendapati har dengan kepala penuh darah dan wajah yang babak belur, disamping har tergeletak 2 pemuda yang sedang pingsan, beberapa warga membantu teman – teman Topan yang lagi pingsan membawa kerumah sakit terdekat, sementara Frans, Dinda dan Azizah mendekati Hari, Dinda menangis sambil memeluk har, Dinda sangat terharu akan tanggung jawab har yang melindungi Dinda dengan tulus. Dinda makin mengagumi har.
Har membiarkan Dinda menangis sambil memeluknya. Azizah dan Frans jadi ikut terharu melihat kejadian itu. Tak lama Frans pun mengajak mereka semua pulang. Sewaktu Azizah dan Dinda diminta Har untuk menunggunya di pinggir jalan, tak lama dari arah batu aji berhenti sebuah taksi tak jauh dari Dinda dan Azizah berdiri, Frans keluar dari taksi tersebut. Frans berencana membeli beberapa keperluan kebutuhan rumah tangganya, biasanya ia bersama istrinya. Frans hanya seorang diri karena anak mereka kurang sehat jadi istrinya tidak bisa ikut. Frans yang baru saja turun dari taksi segera dihampiri Dinda dan Azizah, “om…om, gawat Hari berantam”, dengan suara terengah – engah Dinda berkata pada omnya. “dimana??”, dengan nada penasaran Frans bertanya kepada Dinda. “disana om!!”, ujar Azizah sambil menunjukkan jarinya dimana tempat perkelahian Hari dan Topan. Frans pun meminta beberapa warga untuk ikut dengannya, coba melerai perkelahian antara Hari dan Topan namun belum sempat mereka tiba di tempat tersebut, ternyata perkelahian itu telah usai dengan larinya Topan dan kawan – kawannya.
Dinda sangat mengenali Frans karena Frans sahabat ayahnya, Reno. Frans juga sahabat Putri ibunya Har karena itu mereka memanggil Frans dengan sebutan om ( untuk lebih jelasnya baca di novel tentang rindu 1 ).
Mereka membawa Har pulang ke rumah Dinda. Di perjalanan Dinda terus menangis, Har coba meminta Dinda untuk tidak menangis. Dinda menahan isak tangisnya. Setibanya di rumah Dinda, Siska ibunya Dinda langsung menanyakan perihal keadaan Har yang wajahnya penuh dengan darah. Azizah menjelaskan semua kejadiannya kepada tante Siska sementara Dinda langsung membersihkan luka Har dan mengobatinya. Har tertidur pulas karena memang sebelumnya sewaktu Azizah dan Dinda minta ditemani ke muka kuning. Har sudah ingin tidur siang namun demi Dinda, Har berusaha melawan rasa ngantuknya agar dapat menemani Dinda dan Azizah berbelanja di muka kuning. Tak lama Frans pun pamit kepada Siska karena ia masih ada keperluan belanja untuk keperluan rumah tangganya yang di pesan istrinya. Tak lupa Siska mengucapkan terima kasih kepada Frans yang sudi mengantarkan Har ke rumahnya. Frans pun kembali ke muka kuning dengan menggunakan taksi.
Setelah mendengar cerita Azizah, ibunya Dinda paham duduk permasalahannya. Mereka membiarkan Har yang tertidur di ruang tengah. Siska segera menelepon Putri dan menceritakan sedikit kejadian yang dialami Har kepada Putri dan meminta Putri untuk datang ke rumahnya, bersama Mak Biah Putri datang ke rumah Siska. Azizah dan Dinda menerangkan kejadian mengapa Har jadi berkelahi kepada Putri, Dinda pun menangis meminta ibunya Har untuk tidak memarahi Har karena Har tidak bersalah, Har hanya mempertahankan diri dengan melindungi Dinda. Putri terharu melihat Dinda memohon kepadanya. Putri pun berjanji tidak akan memarahi Har karena Putri dan Mak Biah tau duduk permasalahannya. Putri dan Mak Biah pun membiarkan Har yang sedang tidur di ruang tamu, Putri berencana memindahkan sekolah Har di tempat lain keluar dari Pulau Batam. Putri tak ingin kejadian ini terulang kembali, mungkin saja Topan dan teman – temannya masih menaruh dendam pada Har dan ingin mencelakakan Har. Putri tidak ingin nyawa Har dalam bahaya, dengan tetap menyuruh Har bertahan di Pulau Batam, Putri ingin Har melanjutkan sekolahnya di tempat ayahnya, kakek Har di Jogja karena jarak yang cukup jauh Putri masih menimbang keputusannya. Mak Biah menyarankan agar Har melanjutkan sekolahnya di Dabosingkep, selain jarak Pulau Batam dan Dabosingkep yang tidak begitu jauh, Har juga fasih menggunakan bahasa melayu, Dabosingkep karena dari kecil memang Har diasuh Mak Biah yang berasal dari Dabosingkep apalagi Azizah pun melanjutkan sekolahnya di Dabosingkep atas permintaan ayah Azizah karena jarak yang tidak begitu jauh kapan saja Putri bisa mengunjunginya di Dabosingkep. Biaya dari Batam ke Pulau Singkep pun tidak sebesar biaya dari Batam ke Jogja.
Putri dan Siska menyetujui saran Mak Biah dan berencana memindahkan Har bersekolah di Dabosingkep. Dinda sangat sedih mendengar keputusan itu namun Dinda mengikhlaskan Har bersekolah di Dabosingkep jauh dari Batam demi keselamatan jiwa Har dari ancaman Topan teman – temannya. Setelah Har terbangun dari tidurnya, Putri pun menerangkan perihal kepindahan Har ke Dabosingkep. Har pun menyetujui keputusan ibunya, karena tidak ingin bermasalah lagi dengan Topan cs, har melihat raut wajah sedih Dinda yang tak ingin berpisah dengannya.
Sorenya baru Har, Ibunya dan Mak Biah pamit pulang kepada Sisika dan Dinda, mereka pun pulang kerumah masing – masing. Mak Biah bercerita kepada Pajar yang baru pulang dari bengkelnya, tentang perkelahian har dan rencana Putri untuk memindahkan Har bersekolah di Dabosingkep, Pajar langsung menuju rumah Putri ia mendapati Har yang sedang berbaring di kamarnya “hai, pendekar. Mengape lebam biram ? katepoh juare karate se-Indonesie ?” Pajar coba menggoda Hari “Ai, macam manelah Pakcik di keroyok 7 orang, pake kayu lagi” ujar Hari, “ngape tak dihantam dengan silat panglime ?”. Pajar coba mengetus Hari. “kami selalu ingat pesan Pakcik same ninek, jangan pakai ilmu tu sembarangan hanya dalam keadaan tedesak je, kami cuma pakai juros karate je, waktu kami tangkes dengan tangan orang tu mepah kami, cincen tu patah, hilang konsentrasi kami jadi camnilah akibatnye lebam biram, habestu baru lah kami serang dengan silat laksemane, 2 orang tebuntang yang laen beterebas. “Har coba menerangkan kepada Pajar, “jadi awak hantam dengan tenage penoh ye har?”, tanya Pajar. “dak la pakcik, seperempat je”, jawab har. “ilmu silat laksemane tu dipakai dalam perang dan betarong hidop mati jaman raje – raje dulu, banyak yang tau ilmu silat itu tapi die orang tak mau mengajakan pade orang lain, die takot orang yang diajanye jadi salah jalan, macam pakcik kau ni duluk, jangan awak meniru kelaku yang tak baek og har?”, Pajar mengingatkan Har. “iye pakcik, kami selalu ingat pesan pakcik”, jawab Har. “kejap pakcik cerita cincen tadi kami teringat cincen tu kat kocek celane di kaen koto, kami ambek luk og pakcik”, Har segera keluar dari kamar menuju kamar mandi mengambil cincin yang patah itu dan kembali ke kamarnya. “pakcik kami nak jumpe nenek, kami nak mintak maaf same nenek, cincen yang nenek kasih patah”, Har segera ke rumah neneknya atau rumah Pajar, Pajar menyusul dari belakang, har pun minta maaf kepada neneknya karena tidak bisa menjaga cincin itu. Mak biah tidak marah dan memaafkan har, Azizah segera membuatkan teh manis untuk har. Har pun bercerita dengan nenek, Azizah dan kedua orang tua Azizah. “jadi har awak pindah ke dabok?”, ibu Azizah bertanya kepada har karena ia tau setelah mendengar cerita mertuanya tadi. “mane baek mamaklah makcik”, jawab har, “bile berangkat har? Kalau dak berangkatnye same Azizah je, die pun nak di sekolahkan di dabok, payah di Batam ni budak – budak maken degel je”, ujar ibu Azizah. “kelak di dabok terserah awaklah har nak tinggal same Azizah di rumah nenek die tau di rumah pakcik Hamed kau, adek pakcik ni”, Pajar memberi pilihan pada har untuk tinggal dimana, antara rumah ibunya Mirna mertua Pajar atau di rumah Mak Biah yang kini ditempati adik Pajar yang bernama Hamid, Hamid pun sudah berkeluarga dan mempunyai 2 anak yang masih kecil, seperti Pajar, Hamid pun membuka bengkel motor. Ilmu itu di dapatkan Pajar dan Hamid dari ayah mereka yaitu suami Mak Biah semasa hidupnya. Suami Mak Biah meninggal di saat Pajar duduk di bangku SMA. Pajar pun meneruskan usaha ayah mereka. Setamat sekolah Pajar langsung merantau ke Batam, ia tidak kuliah karena keterbatasan dana. Hamidlah yang meneruskan usaha bengkel mereka. Setelah Hamid tamat sekolah barulah Pajar membawa ibunya untuk tinggal bersamanya.
“kelaklah pakcik kami tanye same Mamak bile berangkat dan tinggal dimane”, jawab Har. Tak lama Har pun pulang ke rumahnya. Keesokan harinya Dinda datang menjenguk Har ditemani Azizah. Dinda bertanya bagaimana keadaan Har karena Dinda sangat mengkhawatirkan Har, ketika Har mengatakan bahwa ia sehat – sehat saja baru ia merasa tenang. Seminggu setelah kejadian itu Putri pun mengantarkan Azizah dan har untuk melanjutkan sekolahnya di dabosingkep karena masih dalam suasana liburan Dinda pun ikut mengantarkan Azizah dan har sampai di dabosingkep atau pulau singkep yang tidak begitu jauh dari Pulau Batam. Kedatangan mereka disambut baik oleh nenek Azizah. Mereka pun berkunjung ke rumah Hamid adik Pajar. Har memutuskan untuk tinggal di rumah pakcik Hamid anak Mak Biah adik Pajar. Har ingin membantu pakcik Hamid di bengkelnya. Hamid sangat senang har mau tinggal di rumahnya. Har membawa gitarnya yang dibelikan ibunya hadiah ulang tahun Har saat ia berumur 9 tahun. Sekali Har pernah memainkan gitar saat ia duduk di kelas 1 SMP. Di acara perpisahan kakak kelasnya, ia menggunakan gitar dan membawakan lagu ciptaan Har yang ia persembahkan untuk Dinda. Har mengembalikan gitar dan buku lagu tersebut pada ibunya untuk disimpan di lemari. Ibunya meminta Har menyalin ulang buku lagu itu agar Har bisa membawakan semua lagu Her. Har pun menyalinnya, dari ibunya Har mempelajari lagu – lagu itu, kini Har sudah paham semua lagu yang ada di buku itu. Har selalu menyanyikan lagu – lagu ciptaan Her dengan gitar hadiah ulang tahunnya yang diberikan ibunya.
Hamid dan istrinya membawa mereka mengunjungi beberapa tempat rekreasi yang berada di Pulau Singkep diantaranya Batu Ampar dan Batu Berdaun. Batu Ampar merupakan suatu pemandangan yang eksotis, air yang mengalir disela – sela hamparan batu yang berasal dari mata air gunung muncung menyerupai aliran sungai kecil bagai intan berkilauan diterpa sinar mentari. Hawa dingin dari aliran air tersebut menambah kesejukan hati pada dataran tinggi yang tersusun oleh bebatuan terdapat air terjun, di bawah air terjunlah biasanya orang membersihkan diri bermain dan berenang, berkumpul bersama keluarga menikmati panorama alam yang indah nan asri pepohonan atau hutan alami masih menghiasi di sekitarnya, kicau – kicau burung masih terdengar, terbang kesana kemari saling berkejaran. Karena banyak terdapat hamparan batu yang dilewati air dari mata air gunung muncung. Penduduk setempat menamakannya dengan sebutan “batu ampar” merupakan salah satu tempat rekreasi aset berharga Pulau Singkep. Tak jauh dari tempat rekreasi batu ampar terdapat perkampungan penduduk, nama kampung tersebut adalah “air salak” penduduknya sangat ramah dan sopan. Selain batu ampar, tempat rekreasi yang tak kalah menarik adalah “batu berdaun” yang berlokasi di pinggir pantai tak jauh dari tempat pemukiman penduduk, tempat pemukiman penduduk itu diberi nama “kampong kebon nio” dikatakan oleh penduduk setempat dengan nama “batu berdaun karena terdapat batu yang sangat besar di bibir pantai yang di atas batu tersebut tumbuh suatu tanaman atau sejenis pohon dengan akar yang menempel di batu itu, oleh sebab itu penduduk setempat menamakannya “batu berdaun pemandangan pantai di batu berdaun memiliki keindahan tersendiri, hamparan pasir putih di sekitar pantai bagai mutiara bertaburan dan apabila kita memandang ke arah laut lepas terasa sesak di dada sirna laut yang membiru laksana permadani biru beranyam sutra, nyiur melambai mengiringi nyanyian alam melantunkan lagu kehidupan dan apabila kita melihat pemandangan di sore hari selesai turun hujan di sekitar pantai, maka mata kita akan terbuka dan penuh rasa bersyukur kepada Yang Maha Kuasa atas keagungan ciptaannya.
Lembayung senja merona dihias pelangi pada siluet cakrawala dimana awan – awan cinta saling berkejaran, camar laut beterbangan, di saat nelayan mulai melemparkan jalanya sungguh indah nuansa – nuansa bening pada panorama alam di tepi pantai. Masih banyak lagi tempat – tempat rekreasi yang berada di Pulau Singkep diantaranya pemandian air panas, pendakian gunung muncung dll. Namun Hamid dan istrinya membawa mereka ke batu ampar dan batu berdaun saja karena Putri tidak bisa berlama – lama di Pulau Singkep, dari pihak puskesmas tempat Putri bertugas ia diberi izin hanya seminggu berarti hanya lima hari di Pulau Singkep. Setelah semua urusan perpindahan Har selesai, Putri pun kembali ke Batam bersama Dinda, kepada Azizah dan Har, Dinda mengatakan sangat merindukan mereka. Har dan Azizah tidak begitu sulit beradaptasi dengan lingkungannya, mereka cepat membaur dengan penduduk setempat karena memang Har dan Azizah sangat fasih berbahasa melayu Dabosingkep, malahan Har jago merangkai pantun yang sering di dengarnya dari Mak Biah yang sering berpantun untuk menidurkannya di waktu kecil dulu. Di sini Har lebih banyak belajar sastra melayu baik itu pantun, gurindam, peribahasa, syair, dll yang biasa disebut dengan puisi lama. Banyak orang tua yang sebaya dengan ibunya mengira Hari punya hubungan kekeluargaan dengan Her, mungkin saja orang tua tersebut kenal dengan Her atau mungkin teman Her di waktu sekolah. Hari hanya tersenyum menanggapinya, Hari tak menyangkal kalau ia mirip dengan Her karena ibunya pernah menunjukkan foto Her kepada Hari. Hari pun sering melihat foto Her di rumah Dinda yang terpajang di dinding ruang tamu rumah Dinda. Disitu Her berfoto bersama Reno, Frans dan keempat sahabat lainnya. Dinda dan kedua orang tuanya pun mengatakan hal yang sama bahwa wajah Hari sangat mirip dengan Her.
Kini zaman telah berubah teknologi semakin canggih semua serba modern, dengan adanya telepon seluler atau telepon genggam yang biasa disebut HP memudahkan orang saling berhubungan berbicara lewat telepon dimana saja. Dengan HP Hari sering menghubungi ibunya atau Dinda baik itu bicara secara langsung atau lewat SMS, walau jarang bertemu rindu di hati Dinda terobati sudah kepada Azizah dan Har mereka selalu berhubungan lewat telepon seluler. Tak terasa sudah setengah tahun Har dan Azizah tinggal di Pulau Singkep. Azizah tinggal di tempat neneknya (ibu Mirna) di sungai lumpur. Sementara Hari tinggal bersama pakcik Hamid ( anak Mak Biah ) adiknya Pajar di Sekop laut. Pakcik Hamid dan istrinya sangat sayang pada Har karena Har anak yang rajin dan rendah hati. Sepulang sekolah Har selalu membantu pakcik Hamid bekerja di bengkelnya, di Batam pun Har sudah biasa membantu pakcik Pajar di bengkel karena itu tidak canggung bagi Har bekerja di bengkel. Pakcik Pajar pun 3 bulan sekali pulang ke Dabosingkep, sekedar memberi uang belanja dan uang saku Azizah anaknya dan membawakan beberapa alat – alat onderdil sepeda motor lebih murah di Batam daripada di Dabosingkep. Putri pun menitipkan uang belanja dan uang saku kepada Pajar untuk diberikan kepada Har, dalam soal keuangan Har tidak pernah kekurangan selain uang yang diberikan ibunya, Pakcik Hamid pun sering memberikan uang saku pada Har yang membantunya di bengkel. Har lebih sering menolaknya ketimbang menerimanya.
Har dan Azizah bersekolah di SMA N 1 Dabosingkep yang letaknya di jalan pelajar diperbatasan antara kampung sekop darat bawah dan kampung pasir kuning, letak sekolah tersebut tak jauh dari tempat tinggal mereka. Azizah sering mengunjungi saudaranya di bengkel, paling malam saja Har sesekali mengunjungi Azizah karena di sekolah mereka tiap hari bertemu. Malam harinya Har lebih sering di rumah bermain gitar dan bernyanyi ketimbang keluyuran bersama teman – temannya. Malam itu Dinda menelepon Har lewat HP sekedar bertanya kabar Har, mereka saling bercanda. Har mengatakan bahwa semalam ia menciptakan lagu buat Dinda. Dinda penasaran dan meminta Har menyanyikan lagu yang dibuatnya untuk Dinda lewat HP atas permintaan Dinda, Dinda sangat senang mendengarnya hingga meminta Har untuk menyanyikan lagu itu sekali lagi, karena malam semakin larut mereka menghentikan pembicaraan lalu tidur pada mimpi indah yang terajut syahdu. Dinda sangat bahagia malam itu, sama sebahagia Har.
Adapun lagu yang diciptakan Hari berjudul “rasaku malu” yang liriknya sebagai berikut.
Rasaku Malu
Cipt. Iwan Sekopdarat
Amn E
Menganyam tikar gadis melayu
E Amn
Tikar dianyam di depan pintu
Dmn Amn E
Karna cinta hati pon malu pabila ketemu
Amn
Terselip ku rindu 2x
Amn Dmn Amn
Kunang – kunang sayap terbang menyala
Dmn E
Terkenang – kenang ku asmara
C G
Reff Pelepah pisang hijau berwarna
F C
Indah dimata elok dirupa
Dmn C
Hatiku terpasung karna cinta
G C
Lelah rasaku tak berdaya
C G
Biduk berlayar arah utara
F C
Merekah sampan kayu cendana

Dmn C
Hendak kutanya kabarnya cinta
G C
Ataukah ku simpan di dada
( Lagu “Rasaku Malu” bisa di lihat dan di dengar di youtube di pencarian Iwan Sekopdarat)

Pagi harinya Har mendapat SMS dari Dinda. Dalam SMSnya Dinda menulis “maaf jika aku salah menduga dengan lagu yang kau ciptakan untukku, dan sekali lagi maaf atas kelancanganku tak pantas bagi seorang wanita mengatakannya lebih dulu namun aku tak sanggup menahan semua ini, jika ini membuatmu merasa terganggu maafkan aku. Dinda yang merinduimu”.
Har bahagia membaca SMS ini, ia pun membalas pesan singkat Dinda mengatakan bahwa ia pun sama merasakan apa yang dirasakan Dinda, akhirnya Har dan Dinda resmi berpacaran walau lewat telepon genggam. Hari – hari yang mereka lalui penuh dengan keceriaan semoga dengan hubungan ini menjadi acuan atau semangat mereka menggapai cita – cita. Azizah sangat senang mendengar kabar ini karena memang Azizah ingin saudaranya Hari lebih dekat dengan sahabatnya Dinda. Azizah pun berjanji pada Dinda untuk selalu menjaga saudaranya Hari buat Dinda. Malamnya jika mereka berbicara lewat telepon Dinda selalu meminta Har menyanyikan lagu yang dibuat Hari untuknya karena Dinda sangat senang mendengar lagu tersebut. Lagu yang berjudul “rasaku malu” tergolong dalam lagu melayu karena pada lirik lagu itu terdiri atas beberapa bait pantun yang disisipkan dengan gurindam pada puisi lama dirangkum dan dikemas menjadi lirik lagu. Sengaja Har menciptakan lagu itu buat Dinda karena dari tubuh Dinda masih mengalir darah melayu. Siska ibunya Dinda asli melayu asahan, kedua orang tua Siska, kakek dan nenek Dinda berasal dari suku melayu Asahan. Mereka tinggal di kota Kisaran, sementara Reno ayah Dinda perpaduan dari jawa dan batak. Ayah Reno kakeknya Dinda orang jawa sementara ibunya Reno atau opungnya Dinda asli orang Tapanuli yang biasa disebut suku batak bermarga “marpaung”. Dinda biasa memanggil kakek dan neneknya ayah dan ibu Reno dengan sebutan opung doli (untuk laki – laki) dan opung boru (untuk nenek perempuan). Opung Dinda tinggal di binjai mayoritas suku batak tak jauh dari kota Medan Sumatera Utara, baik Putri, Siska dan Reno tau hubungan anak mereka. Mereka menyetujuinya, Putri berpesan agar Har selalu menjaga hatinya, jangan sampai dengan hubungan mereka menjadi retak persahabatan kedua orang tuanya. Har pun berjanji kepada ibunya untuk tidak mempermainkan Dinda, Reno juga berpesan semoga dengan hubungan ini menjadi semangat mereka dalam meraih cita – cita Har dan Dinda merasa sangat bahagia setelah tau kedua orang tuanya menyetujui hubungan mereka, bukan hanya Dinda dan Har saja yang merasakan kebahagiaan. Azizah pun juga getar – getar rasa menjalar di hati Azizah dan Firman kakak kelas mereka yang duduk di kelas 2 pernah terjadi kesalahpahaman di antara Har dengan Firman hingga berujung pada perkelahian. Azizah yang diberitahukan teman yang lainnya bahwa terjadi perkelahian di halaman belakang sekolah antara Har dengan Firman segera menuju ke tempat kejadian. Azizah segera menuju ke tempat kejadian. Azizah segera meleraikan keduanya, darah segar keluar dari hidung dan mulut Firman terkena pukulan karate Har. Azizah tak ingin Firman kekasihnya menjadi bulan – bulanan Har karena Azizah tau betul siapa saudaranya itu.
Azizah memberi pengertian kepada saudaranya Har, Har cuma tak senang ketika coba menasehati Firman untuk tidak mempermainkan saudaranya Azizah, Firman menjawab dengan acuh, Firman pun merasa kurang nyaman jika harus didikte Hari yang tidak lain adik kelasnya sendiri. Perang mulut terjadi diantara mereka hingga berujung dengan perkelahian, setelah Azizah menengahi barulah mereka sadar atas kekhilafan mereka. Her pun minta maaf dan Firman juga meminta maaf, mereka akhirnya berpelukan. Azizah merasa tenang melihat keduanya akur. Har meminta Firman untuk selalu menjaga Azizah dan tidak mempermainkan Azizah. Firman pun berjanji kepada Har untuk menjaga Azizah. Perkelahian itu berawal ketika jam istirahat pertama, Har yang mendengar kabar bahwa Azizah kini berpacaran dengan Firman ingin menanyakan langsung kepada Firman, ketika bertemu di kantin, Har berkata “man, ape betol awak cewek Azizah, kalau betol tolong jangan maenkan ati Azizah”, ujar Har. “tak janjilah, Tuhan punye kuase kalau jodoh tak kemane”, dengan cuek Firman menjawab sambil tersenyum sinis Firman tidak memandang lawan bicaranya, teman – teman Firman yang lain pada tertawa tertahan Har merasa dipermainkan namun ia tetap bersabar, “kami cakap betol man”, Har coba meredam emosinya, “ngape rupanye aku tak becakap betol ke, awak tak pecaye Tuhan? Aku memang cewek izah kau tak senang, kau nak ape?”, Firman yang tadinya cuek merasa di dikte adik kelasnya, ia malu pada teman – temannya karena itu ia menjawab dengan keras. “ndok awak ni man, kami tanye baek – baek mengape awak besinge?”, Har masih tetap tenang. “aku tak senang kau cakap macam tu di depan kawan – kawan aku, kalau kau tidak suka same aku ayok kite betumbok satu lawan satu”, Firman pun mencengkram kerah baju Har, Har segera menepis tangan Firman tidak sepatah kata pun keluar dari mulut Har, ia mengikuti Firman menuju halaman belakang sekolah dengan postur badan Firman yang lebih tnggi dan lebih besar dari Har ditambah lagi dengan ilmu silat yang dimilikinya. Firman merasa dengan mudah dapat mengalahkan Har dalam beberapa gebrakan saja, terjadi perkelahian antara Firman dan Har. Firman membuka dengan kuda – kuda rendah dan bergaya seperti orang menari sambil menepuk – nepukkan tangannya. Har hapal gerakan itu. Itu adalah ilmu silat panglima sebelumnya pakciknya Har (Pajar) telah berpesan agar ditanah melayu Har harus hati-hati menggunakan silat panglima karena di tanah melayu ada juga orang yang menguasai ilmu silat panglima “diatas langet maseh ade langet”, itulah pesan Pajar pada Har. Har berhati – hati menghadapi Firman dengan silat panglimanya. Har berniat menjajal Firman dengan pukulan dan kuda - kuda karatenya saja namun menggunakan kepekaan mata batin untuk melihat arah serangan lawan yang dipelajari dari silat panglima. Firman segera menyerang, beberapa jurus-jurus pembuka atau jurus-jurus awal dikeluarkan Firman, dengan mudah dapat ditangkis dan dielakkan Har. Har berpikir mungkin saja Firman tidak mengeluarkan semuanya karena memang silat panglima sangat berbahaya. Har coba memancing emosi Firman dengan tidak menyerang, ia hanya mengelak serangan itu atau menangkis dengan satu tangan, sementara tangan yang lain tetap berada dibelakang, Firman merasa dipermainkan, baik dikampung atau disekolah Firman sangat disenangi kawan – kawannya karena Firman menguasai ilmu silat panglima dan jago berantam, sebenarnya Firman anak yang baik ia merasa kurang senang saja ditanya Har adik kelasnya seakan mendiktenya padahal Firman sangat disegani oleh kawan – kawannya dan sekolah ini, sebenarnya Har juga salah, karena dibawa rasa penasaran ia bertanya pada Firman tidak pada tempatnya, akibat kesalahpahaman ini berujung dengan perkelahian.
Firman pun terpancing emosi, ia menyerang Har dengan kekuatan penuh dengan jurus – jurus pembuka segala kemampuan telah ia kerahkan namun tak sanggup merobohkan Har, biasanya Firman merobohkan lawannya hanya dalam beberapa gebrakan saja, sekalipun lawannya punya ilmu bela diri, tak mampu menandingi Firman, Firman sadar bahwa Har lawan yang tangguh, semua jurus telah ia kerahkan, namun Har tidak roboh, kini Har tau kemampuan Firman, Firman menguasai ilmu silat laksemane hanya sebatas jurus pembuka saja, tanpa ada jurus – jurus pamungkas yang mematikan, Firman juga tidak belajar ilmu kepekaan mata batin dari silat panglima tersebut. Mungkin saja orang yang melatih Firman tidak mengajarkan semuanya, karena tau silat panglima itu sangat berbahaya dan melatih Firman sebatas jurus pembuka, mungkin orang itu takut dengan menguasai semua ilmu silat panglima, Firman jadi lupa diri dan salah jalan, kini pahamlah Har akan pesan pakcik Pajar mengatakan “diatas langet, maseh ade langet”, itu berarti tidak menutup kemungkinan ilmu silat panglima yang dikuasai Har, ada taraf atau tingkat yang lebih tinggi lagi, yang tidak har ketahui, karena itu Har harus berhati – hati ditanah melayu.
Har yang melihat serangan Firman yang sudah tidak beraturan, membuka serangan dengan pukulan karatenya, hingga menyebabkan hidung dan bibir Firman berdarah, Firman sempoyongan disaat itulah Azizah melerai perkelahian tersebut, kini setelah saling memaafkan tak ada lagi dendam diantara har dan Firman, mereka sama – sama mengakui kekhilafan mereka.
Malamnya Azizah menjenguk Firman ia khawatir dengan wajah Firman yang tadi berdarah, disaat berantam sama Her, rupanya Firman sehat – sehat saja hanya sedikit lecet dibibirnya, Azizah tau bahwa Har tidak meladeni Firman dengan sepenuh hati, kepada Firman Azizah bercerita siapa Har sesungguhnya, Firman pun jadi malu, ia sadar bahwa ia bukan tandingan Har, kalau Har mau dalam sekali gebrakan saja Firman bisa pingsan dibuatnya.
Disekolah mereka hanya menunggu pembagian rapor kenaikan kelas, dan pengumuman kelulusan mereka baru selesai ujian. Dinda meminta Har untuk liburan kembali ke Batam Dinda ingin bertemu dengan Har karena selesai kelulusan Dinda akan kuliah di Medan dan tinggal dengan opungnya, Ibu Har pun mengatakan hal yang sama meminta Har ke Batam, setelah pembagian raport dan liburan sekolah, Har dan Azizah kembali ke Batam melepas rindu pada orang tua mereka, nenek Azizah berpesan agar Azizah singgah dulu ke Pulau Penyengat mengantarkan Lempok, dan Tempoyak dari durian kerumah Maklong Habibah, kakak dari Ibu Azizah. Neneknya juga mengatakan agar Azizah dan Har hendaknya menginaplah di Penyengat barang 2, 3 malam. Azizah dan Har menuruti pesan neneknya, Lempok dan Tempoyak adalah salah satu makanan khas Dabosingkep, Lempok durian berupa semacam manisan dari durian, sementara Tempoyak adalah durian yang sudah dibuang bijinya disimpan didalam toples, beberapa hari seperti diasamkan, biasanya dijadikan sambal. Har dan Azizah naik kekelas 2 dengan nilai yang memuaskan, juga Dinda lulus dengan nilai yang membanggakan.
Pagi itu Har dan Azizah sudah bersiap – siap untuk berangkat, dengan menggunakan mobil sewa mereka menuju Pelabuhan jagoh, disana mereka membeli tiket kapal feri tujuan Tanjung Pinang, karena tidak ada jurusan yang langsung ke Batam. Jarak P. Singkep ke Tanjung Pinang kurang lebih 4 jam perjalanan lewat laut, karena Kepulauan Riau terdiri dari pulau – pulau. Untuk menuju kesatu pulau harus menyebrangi lautan. Mereka harus transit di Tanjung Pinang dahulu. Dari Tanjung Pinang menggunakan speed boat baru menuju Batam, jarak Tanjung Pinang ke Batam kurang lebih 1 jam perjalanan lewat laut.
Dari Dabosingkep Har dan azizah berangkat pukul 7 pagi dan tiba di Tanjung Pinang kurang lebih pukul 11.30 wib, mereka berjalan keluar menuju tangkahan atau dermaga yang membawa mereka ke Pulau Penyengat sejenak Har dan Azizah beristirahat, mereka makan siang di Tanjung Pinang, selesai makan barulah mereka manuju ke Pulau Penyengat dengan menggunakan Pompong, atau perahu biasa yang diberi mesin, Har tau Pulau Penyengat dari cerita teman – temannya saja atau dari buku sejarah. Har sangat bahagia menginjakkan kakinya di Pulau Penyengat, ia ingin melihat – lihat bukti sejarah dan mempelajari sejarah Pulau Penyengat.
Jarak Pulau Penyengat tidak begitu jauh dengan Tanjung Pinang, dari Tanjung Pinang kita sudah bisa melihat Mesjid Penyengat yang bersejarah itu, kurang lebih 6 km dan 15 menit waktu yang diperlukan menyebrangi lautan untuk sampai di Pulau Penyengat. Siang harinya begitu tiba di Pulau Penyengat terdengar suara adzan dzuhur dari mesjid Penyengat Har meminta Azizah untuk menunggu sebentar, Har ingin sholat dzuhur di mesjid Penyengat yang bersejarah itu, selesai sholat dzuhur barulah Har dan Azizah kerumahKmakcik Habibah, Babibah adalah kakak Mirna., Ibu dari Azizah, rumah makcik Bibah tak jauh dari mesjid Penyengat, makcik Bibah dan suaminya pakcik Hasan sangat senang, kedatangan Azizah dan Har. Azizah pun memberikan makcik Bibah Lempok dan Tempoyak buatan neneknya, oleh – oleh dari P. Singkep. Makcik Bibah menyiapkan makan siang mengajak har dan Azizah makan, mereka masih kenyang karena baru saja makan siang di Tanjung Pinang, makcik Bibah membuatkan teh manis dan menghidangkan sepiring roti mereka bercerita, makcik Bibah menanyakan kabar ibunya atau nenek Azizah dikampung.
Tak lama mereka bercerita masuk waktu sholat ashar, Har permisi kepada pakcik Hasan dan makcik Bibah untuk sholat ashar dimesjid. Har pun sholat dimesjid Penyengat, selesai sholat har mendekati orang tua yang bersorban putih yang tadi dijumpainya sewaktu bersama – sama sholat dzuhur. Orang itu bernama atok Dahlan biasa dipanggil dengan sebutan atok saja, kepada atok Dahlan Har bertanya sejarah Pulau Penyengat. Atok Dahlan hapal betul sejarah kampung kelahirannya, karena atok Dahlan asli penduduk Pulau Penyengat. Atok mulai bercerita Pulau Penyengat biasa disebut dengan Pulau Penyengat Indera Sakti atau Bumi Gurindam 12 adalah pulau kecil yang berukuran ± 2500 m x 750 m. Disini banyak menyisakan bukti sejarah diantaranya Mesjid Raya Sultan Riau yang terbuat dari putih telur yang kini disebut dengan Mesjid Penyengat, makam – makam para raja, makam raja Alihaji, komplek Istana Sultan dan Benteng Pertahanan di Bukit Kursi.
Pada abad ke – 18, raja Haji membangun sebuah benteng di Pulau Penyengat tepatnya berada di Bukit Kursi ia meletakkan beberapa meriam sebagai pertahanan melindungi Pulau Bintan. Pulau Penyengat menurut sejarahnya adalah pulau yang dihadiahkan Sultan Mahmud kepada istrinya Putri raja Hamidah, bersamaan dengan itu dibangunlah mesjid Sultan, terjadi perombakan mesjid itu pada keturunan raja, raja Ja’far membangun Pulau Penyengat sekaligus memperlebar mesjidnya. Pembangunan mesjid secara besar – besaran pada masa raja Abdul Rahman dengan gelar yang Dipertuan Muda Riau – Lingga (1832 – 1844) menggantikan raja Ja’far. Pada 1 syawal tahun 1284 H (1832 M) selesai sholat ied, ia menyeru masyarakat untuk bergotong royong membangun mesjid. Dalam gotong royong masyarakat membawa berbagai perbekalan termasuk telur, karena berlimpah banyak putih telur yang tidak habis dimakan oleh pekerja putih telur itu dijadikan campuran adukan, karena mereka yakin dengan campuran itu bangunan akan lebih kokoh dan tahan lama, di mesjid ini juga menyimpan Mushaf Al – Qur’an tulisan tangan yang diletakkan dalam peti kaca didepan pintu masuk. Mushaf ini ditulis oleh Putera Riau yang dikirim belajar ke Turki tahun 1867 namanya Abdurrahman Istambul, ada juga Al – Qur’an tulisan tangan lainnya, namun tak diperlihatkan kepada umum karena umurnya sudah terlalu tua dan rentan, ditulis pada tahun 1752 uniknya dibingkai Mushaf yang tidak diketahui penulisnya ini terdapat tafsiran – tafsiran dari ayat – ayat Al – Qur’an, bahkan terdapat berbagai terjemahan dalam bahasa melayu kata perkata diatas tulisan ayat – ayat tersebut. Mushaf ini tersimpan bersama 300 – an kitab dalam dua lemari disayap kanan depan mesjid.
Selain mesjid Penyengat terdapat juga makam – makam bersejarah diantaranya komplek makam Engku Puteri Raja Hamidah, komplek makam Raja Alihaji, komplek makam Raja Ja’far, komplek makam Raja Abdul Rahman, juga terdapat 2 komplek makam yang dari namanya berdarah Bugis yaitu komplek makam Daeng Marewah dan komplek makam Daeng Celak, mungkin inilah salah satu sebab banyak warga Pulau Penyengat yang namanya “Daeng” berasal dari Bugis, seperti halnya pakcik Hasan suami makcik Bibah sebenarnya ia bernama Daeng hasan Lasindrang namun Azizah lebih suka memanggil dengan sebutan pakcik Hasan. Pakcik Hasan tak mempersalahkannya, atok Dahlan bercerita juga tentang raja Alihaji yang lahir di Pulau Penyengat, anak dari raja Haji Ahmad (1808 – 1873). Raja Alihaji ulama, sejarawan, pujangga dan pencatat pertama dasar – dasar tata bahasamelayu lewat buku pedoman bahasa menjadi standart bahasa melayu, bahasa melayu standart itulah yang dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928, ditetapkan sebagai Bahasa Nasional.
Beliau keturunan kedua (cucu) dari raja Haji Fisabillilah yang dipertuan IV dari Kesultanan Lingga – Riau dan juga merupakan bangsawan Bugis, garis keturunan Daeng Celak, karya monumentalnya adalah Gurindam 12 (1847) menjadi pembaru arus sastra pada zamannya. Judul bukunya Kitab Pengetahuan Bahasa yaitu kamus Longhet. Melayu, Johor, Pahang – Riau, Lingga merupakan kamus Eka Bahasa di Nusantara, ia juga menulis Syair Siti Shianah, Syair Suluk Pegawai, Syair Hukum Nikah dan Syair Sultan Abdul Muluk. Ia juga menulis buku yang diberi judul Tuhfat Al – Nafis (bingkisan berharga) tentang sejarah melayu, dan beliau juga menulis Mukaddimah Fi Intizam (hukum dan politik). Raja Alihaji diangkat sebagai penasehat kerajaan dan beliau ditetapkan sebagai pahlawan Nasional pada tanggal 5 November 2004.
Atok Dahlan pun memberitahukan kepada Har beberapa isi Gurindam 12 yang terdiri atas 12 pasal dan dikategorikan sebagai “Syi’r Al – Irsyadi” atau Puisi Didaktik karena berisikan nasehat dan petunjuk hidup yang diridhoi Allah. Atok Dahlan hanya memberitahukan 2 pasal saja yaitu pasal 1 dan pasal 2, Har mendengarkannya dengan seksama.
ð Pasal Pertama
- Barang siapa tiada memegang agama, segala – gala tiada boleh dibilang nama
- Barang siapa mengenal yang empat (dasar ilmu tasawuf terdiri dari syari’at, tarekat, hakikat dan ma’rifat) maka yaitulah orang yang ma’rifat.
- Barang siapa mengenal Allah, suruh dan tegaknya tiada ia menyalah
- Barang siapa mengenal diri, maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri.
- Barang siapa mengenal dunia, taulah ia barang yang terpedaya
- Barang siapa mengenal akhirat, taulah ia dunia mudharat.

ð Pasal Kedua
- Barang siapa mengenal yang tersebut, taulah ia makna takut
- Barang siapa meninggalkan sembahyang, seperti rumah tiada bertiang
- Barang siapa meninggalkan puasa, tidaklah mendapat dua termasa.
- Barang siapa meninggalkan zakat, tiadalah hartanya beroleh berkat.
- Barang siapa meninggalkan haji, tiadalah ia menyempurnakan janji.

Har sangat kagum mendengar semua penjelasan atok Dahlan dengan pengetahuannya yang luas akan sejarah, karena hari semakin sore Har pamit pulang pada atok Dahlan. Dirumah makcik Bibah, Azizah dan pakcik Hasan telah menanti Har dengan hidangan sore berupa bubur kacang. Makcik Bibah hanya tinggal berdua dengan suaminya, kedua anak mereka sudah dewasa dan bekerja di Pulau Batam dan di Tanjung Balai Karimun. Palaing suasana lebaran saja anak makcik Bibah baru pulang kekampung halamannya, malamnya pakcik Hasan pun bercerita kepada Har apa yang diceritakan atok Dahlan.
Keesokan harinya dengan membawa gitar kecil yang dibelinya di Dabosingkep di Toko Sakura, bersama Azizah ia melihat tempat – tempat yang ada di Pulau Penyengat diantaranya komplek makam raja, komplek istana sultan yang biasa disebut dengan istana kantor dan benteng pertahanan di Bukit Kursi, dari Bukit ini Har dapat memandang laut lepas, melihat anak – anak yang bermain dengan perahunya seakan bercengkrama dengan lautan dan bersahabat dengan alam, disini Har menciptakan lagu tentang anak – anak tersenut, lagu itu dibuat diatas Bukit Kursi benteng pertahanan Pulau Penyengat. Adapun lirik lagunya sebagai berikut






“ Anak Pulau “
Cipt. Iwan Sekopdarat
C A F
Anak pulau, mengitari awan, arungi lautan
G
Hadapi gelombang
C A F
Anak pulau bak elang lautan, hadapi rintangan
G
Yang datang menghadang
G F G C
Berteman dengan lautan
F G C
Bercengkrama dengan samudra 2x
G C F C
Reff Du…du… du… du… du… du… du… duuuu du
C F G C
Duuu dududu dududu duuuu du 2x

( Lagu yang diberi judul Anak Pulau ciptaan Iwan Sekopdarat dibuat dibenteng pertahanan Bukit Kursi dapat dilihat dan didengar di youtube di pencarian Iwan Sekopdarat)

Setelah puas seharian mengitar Pulau Penyengat, esok harinya Har dan Azizah melanjutkan perjalanannya menuju Batam kampung halaman mereka dengan menggunakan speed boat dari Tanjung Pinang, kini mereka telah tiba di Pulau Batam dipelabuhan Punggur dengan jarak tempuh 1 jam perjalanan. Putri mendapati anaknya dirumah sangat bahagia, Putri sangat rindu pada putranya, begitu juga dengan orang tua Azizah, Azizah menelpon Dinda meminta Dibda datang kerumahnya, taklama Dinda pun datang kerumah Azizah, kedua sahabat ini saling melepas rindu, lalu Azizah menemani Dinda kerumah Har, Azizah sengaja membiarkan Har berduaan dengan Dinda ngobrol diruang tamu, sementara ia bercerita panjang lebar dengan maklongnya, (Ibunya Har). Sewaktu ia dan Har bersekolah di Dabosingkep. Diruang tengah, tak banyak yang dibicarakan Har dan Dinda mereka hanya saling menatap, saling tersenyum, kadang tertunduk malu, tidak seperti berbicara ditelpon, mereka sering bercanda, ketika bertemu lebih banyak hati mereka yang berbicara.
“nda, Topan pernah dak ngusek awak lagi?”, Har menanyakan perihal Topan yang menyebabkan ia harus pindah bersekolah di Dabosingkep. “nggak Har, seminggu yang lalu aku pernah bertemu Topan di pintu masuk MKGR, kayaknya Topan menghindar dariku”, jawab Dinda. “ape sebab?” Har bertanya penasaran. “nggak tau juga Har, sewaktu bertemu aku melihat jalan Topan agak pincang, semalam baru aku tau dari Wati teman sebangku ku mengatakan kini kaki Topan cacat, sewaktu ia berkelahi kakinya dipukul dengan kayu oleh lawannya”, Dinda menjelaskan pada Har, “ndok kasian pulak kaweh, dak nyangke die sampai macam tu” Har merasa iba, lalu mereka terdiam kembali. “bile jadi ke Medan nda?” Har menanyakan keberangkatan Dinda, “3 hari lagi, karena pendaftaran masuk Perguruan Tinggi Negeri dibuka seminggu lagi”, jawab Dinda, “ai baruje kami datang, awak lah nak pegi, ndak rindu ke?” har coba bercanda, Dinda tersipu malu, Har juga bercerita pada Dinda pengalamannya di Dabosingkep, juga waktu singgah di Pulau Penyengat. 3 hari waktu yang sangat cepat bagi mereka melepas rindu. Sewaktu mereka jalan – jalan di Matahari Mall Centre yang letaknya di Batam Centre. Har dan Dinda bertemu Topan, Topan coba menghindari Har dengan jalan agak pincang, “bang Topan, tunggu!”, Har memanggil Topan lalu mendekatinya. Topan pun berhenti, “ngape cam ni bang?”, tanya Har. “panjang cerita Har, oh ya Har maafkan aku atas kejadian dulu”, Topan menyodorkan tangannya meminta maaf, Har pun menjabat erat tangan Topan lalu memeluknya, “same – samelah bang, saye pon minta maaf”, mereka saling berpelukan. Dinda tersenyum melihat keakraban yang tulus, “ayok bang, kami mau makan, same – same kite makan!”, ujar Har, “duluanlah Har, nggak enak ganggu orang pacaran”, Topan coba bercanda. “ade – ade je abang ni, macam dak orang lain je ayoklah!”, Har mengajak setengah memaksa, akhirnya mereka bersama makan bareng. Topan pun bercerita mengapa sekarang jalannya jadi pincang, Har dan Dinda dengan serius mendengar cerita Topan. Tak lama mereka pun pulang ke rumah masing – masing tanpa ada dendam sedikit pun di hati Topan dan Har. Mereka kini sadar dengan kekeliruan selama ini.
Pagi itu di Pelabuhan Sekupang, kedua orang tua Dinda mengantar Dinda berangkat meninggalkan Batam menuju Medan. Reno ayahnya Dinda pun ikut berangkat hanya ibunya Dinda yang tidak ikut. Har dan Azizah juga mengantar Dinda sampai di pelabuhan. Azizah dan Dinda saling berpelukan. Dinda pun mencium tangan ibunya, mohon doa restu moga sehat danselamat di perantauan. Har pun menjabat tangan Dinda, lama mereka bersalaman berat rasa hati keduanya untuk berpisah, “ndok, lame na besalam, kalau dak kami bilang same maklong awak sekolah kat Medan je, ha…ha…ha…”, Azizah menggoda saudaranya. Dinda langsung tertipu dan melepaskan tangannya dari genggaman Har. Har hanya menunjukkan tinjunya pada saudaranya, tak lupa Har pun dengan hormat menyalami ayahnya. Dinda yang ikut berangkat menemani Dinda ke rumah opungnya (ibunya Dinda). Azizah dan Har melambaikan tangan sebagai tanda selamat jalan kepada Dinda dan ayahnya ketika kapal pelni “sinabung” yang tadinya bersandar di dermaga kini perlahan mengarungi lautan.
Seminggu setelah itu, Azizah dan Har pun kembali ke Pulau Singkep. Setelah masa liburan selesai, mereka kembali pada rutinitas masing – masing. Dinda menelepon Har, mengatakan ia diterima di Universitas Sumatera Utara. Dinda masuk di Fakultas Pertanian USU karena memang dari kecil Dinda hobi menanam tanaman di halaman belakang rumahnya, baik itu bunga atau tanaman palawija, apalagi ayahnya membeli beberapa hektar lahan pertanian di Kisaran kampung halaman mertuanya untuk pegangan hari tua mereka karena itu Dinda masuk di Fakultas Pertanian ingin membantu ayahnya mengolah lahan pertanian dengan hasil yang optimal. Har pun sangat senang mendengar cita – cita luhur kekasihnya.
Tak terasa sudah setengah tahun Har duduk di kelas dua bersama Azizah. Har aktif di organisasi siswa mereka dipilih menjadi anggota OSIS. Hari ini ia membersihkan ruang BP. Har melihat satu piala yang bertuliskan satu nama yang sangat dikenalnya. Tak lama masuk Pak Frans Edwinata dan Ibu Ani Setiawati. Pak Frans dan Ibu Ani adalah tenaga pengajar di SMA N 1 Dabosingkep. Pak Frans yang melihat Hari memegang piala itu bercerita bahwa piala itu milik Her sewaktu menjadi utusan perwakilan dari Dabosingkep setelah menyisihkan beberapa perwakilan sekolah lain yang ada di Pulau Singkep dalam lomba pemasyarakatan dan pembudayaan P-4. Lomba pidato tingkat Kabupaten Kepulauan Riau yang diselenggarakan di Tanjung Pinang ( kini menjadi Provinsi Kepulauan Riau ), Her tampil sebagai juara 2 dan piala itulah penghargaan dari pemerintah yang disumbangkan Her di sekolah tempat ia menimba ilmu. Sempat terdengar kabar tak sedap bahwa pihak penyelenggara menggeser utusan dari Dabosingkep agar utusan tuan rumah tampil sebagai juara 1 namun itu tidak terlalu dipermasalahkan utusan dari Dabosingkep karena itu baik Pak Win dan Bu Ani pernah bertanya kepada Har sewaktu Hari baru masuk sekolah di SMA N 1, mereka menanyakan apakah Hari punya hubungan kekeluargaan dengan Her karena wajah Hari sangat mirip dengan Her. Saat itu Hari hanya tersenyum lalu menggelengkan kepalanya terlalu pelik masalahnya untuk diceritakan. Pak Win juga bercerita bahwa Her adalah temannya satu sekolah baik SMP maupun SMA. Pak Win kenal baik dengan Her walau mereka tidak satu lokal, Her di jurusan Biologi dan Pak Win di jurusan Fisika. Mereka sama – sama alumni SMA N 1 tempat sekarang Pak Win dan Bu Ani mengajar.
Bu Ani juga menambahkan bahwa Her sahabat baiknya, mereka terus satu kelas dari SMP sampai SMA. Bu Ani tau betul sifat sahabatnya itu. Tak lama lonceng berbunyi menandakan jam istirahat selesai. Har kembali ke kelasnya sementara Pak Win dan Bu Ani berjalan menuju kelas masing – masing untuk mengajar.
Har dan Dinda sering berhubungan lewat telepon seluler namun semenjak Dinda di Medan, Har sering menggoda Dinda karena tanpa tak sadar jika berbicara lewat HP, logat Medan Dinda terbawa – bawa. Dinda yang merasa digoda hanya merajuk manja pada Har. Pernah pada suatu hari ketika Har menggodanya, Dinda bertanya apakah di Dabosingkep nggak ada orang batak?, Har menjawab ada, malah teman sebangkunya di sekolah yang bernama Bernard Napitupulu asli orang batak yang biasa dipanggil Ober baru pindah ke Dabosingkep 4 bulan yang lalu karena ayahnya seorang tenaga pengajar di sekolah menengah pertama di tempatkan di Dabosingkep. Dinda balik menggoda Har, Dinda mengatakan kalau ia ingin dibuatkan lagu dalam bahasa batak kepada Har, dalam waktu 1 minggu lagu itu harus siap, Har menyanggupinya. Setelah selesai menutup telepon baru Har tersadar bahwa ia dikerjai Dinda karena selama ini ia sering menggoda Dinda namun Har kembali tersenyum karna Ober bisa membantunya mengatasi tantangan Dinda.
Keesokan harinya Har bertanya kepada Ober di waktu jam istirahat, “ber, awak bise bantu aku dak, cewek aku mintak buatkan lagu batak, waktu de seminggu je”, ujar Har dengan mimik serius. “orang batak rupanya pacarmu Har?”, Ober malah bertanya, “bukan ber, orang Medan, bapaknye jawa, mamaknya batak, aku sereng ngaton die, die merajok kalau dalam waktu satu minggu aku tak bise buat lagu batak, die tak mau cakap same aku lagi”, jawab Har. “bah, apa itu ngaton Har?”, Ober penasaran. “ngaton tu macam becandelah becakep ngejek – ngejek siket”, jawab Har lagi. “ha…ha…ha… apa kau bilang, jangan suka ngerjain orang medan, orang medan galak – galak, nyanyikan saja lagu Sinanggartullo ha…ha…ha…”, Ober malah tertawa, “matilah kau ha…ha…ha…”, Ober menambah ucapannya.
“oi ber, orang lagik bingong kau malah ketawe, bise bantu dak?”, Har masih dengan mimik serius. “asal kau tau Har, orang jawa di Medan pintar – pintar bahasa batak, kalau pada lagu pemenggalan bahasa nggak sama Har, kayak pada lirik Jangan Kau Tangisi, dalam bahasa batak Unang Ho Tangisi ito, kan pemenggalan katanya udah lain, maulah nanti bahasa bataknya jadi saponggol – saponggol (setengah – setengah) apa kata dunia! Ha..ha..ha..haa”, Ober coba menjelaskan sambil tertawa. “jadi macam manelah tu ber, maulah aku tak di cakapkannye lagi”, seakan kecewa Har mengatakannya. Si Ober senyum – senyum saja melihat sahabatnya lalu Ober memeluk pundak Har dari samping.

“sudah tenang saja, kalau di tanah melayu punya pantun, di tanah batak ada umpasa pengertiannya sama sejenis perumpamaan dan nasehat – nasehat. Bapakku hapal umpasa batak, dari umpasa batak bisa kau jadikan lagu”, Ober memberi solusi. Her hanya tersenyum dengan wajah berseri – seri, “makaseh ber, kelak siang aku ke rumah awak”, ujar Har. “sore sajalah setelah bapakku istirahat”, jawab Ober. Her pun mengangguk, mereka kebali mengikuti mata pelajaran yang diajarkan guru setelah selesai lonceng jam istirahat.
Sore harinya Har ke rumah Ober, ia permisi pada pakciknya karena sore itu tak bisa membantu pakciknya di bengkel. Pakcik Hamid mengizinkannya. Di rumah Ober ayahnya sedang duduk membaca surat kabar, segelas kopi menemani ayahnya membaca surat kabar. Ayah Ober bernama Harisman Napitupulu, ia seorang guru. Har hanya mendengarkan ketika Ober bercerita kepada ayahnya tentang pembicaraan mereka tadi di sekolah. Har mengatakan bahwa neneknya Dinda (ibu Reno) boru “marpaung” ketika Pak Haris menanyakannya. Pak Haris pun menjelaskan ada hubungan kekerabatan atau kekeluargaan antara marga “marpaung” dan marga “napitupulu”. Pak Haris mulai bercerita menerangkan tarombo (silsilah garis keturunan) marganya yang satu tarombo dengan marga opungnya Dinda. Secara garis besar dimulai dari raja batak yang tinggal di Pusuk Buhit mempunyai 2 orang anak yaitu guru tatea bulan dan raja Isumbaon. Dari raja Isumbaonlah cilak bakal marga mereka. Raja Isumbaon atau raja Somba mempunyai seorang putra yang bernama tuan Sorimargaraja. Tuan Sorimargaraja mempunyai 3 orang putra yang bernama Tuan Sorbajulu bergelar naimbaton, Tuan Sorbajae bergelar nairasaon dan Tuan Sorbadibanua bergelar naisuanon, dari keturunan Tuan Sorbadibanua memiliki 8 putra yaitu 1. Sibogotnipohan, 2. Sipaet tua, 3. Silalahi Sabungan, 4. Raja Oloan, 5. Raja Huta lima, 6. Raja Sumba, 7. Raja Sobu, 8. Raja Naipospos. Dari Sibogotnipohan mempunyai 4 putra yaitu tuan Sihubil, Tuan Somanimbil, tuan Dibagarna dan raja Sorak makla. Dari raja Sonak Makla memiliki 4 putra yaitu Simangunsong, Marpaung (marga neneknya Dinda, biasa disebut boru untuk perempuan), Napitupulu (marganya Ober dan ayahnya) dan Pardede.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar